1 Juli yang Muram bagi Gerakan Demokrasi Hong Kong
S. Ripley | May James
1 Juli 2025
Dulu, setiap tanggal 1 Juli, warga Hong Kong turun ke jalan untuk menyuarakan demokrasi. Namun, sejak diberlakukannya Undang-Undang Keamanan Nasional lima tahun lalu, jalanan menjadi sunyi.
Di Hong Kong, tanggal 1 Juli dulunya merupakan festival demokrasi, kini tanggal tersebut sarat dengan simbolisme negara CinaFoto: May James/DW
Iklan
"Selama lebih dari 10 tahun, tanggal 1 Juli berarti turun ke jalan, memperjuangkan hak pilih universal dan tuntutan lainnya, bertemu wajah-wajah yang familiar, dan menutup hari dengan minuman atau makan malam bersama. Rasanya seperti kami sedang mencoba membangun masyarakat yang lebih baik," kata Vinze, 40 tahun, seorang warga Hong Kong yang meminta agar namanya disamarkan.
Tanggal 1 Juli menandai berakhirnya kekuasaan Inggris di Hong Kong dan kota tersebut kembali bergabung dengan Cina pada tahun 1997, dengan Beijing berjanji memberikan otonomi luas di bawah kebijakan "satu negara, dua sistem."
Pemerintahan kota bertempat di gedung yang menjulang tinggiFoto: May James/DW
Selama bertahun-tahun, warga Hong Kong yang berpandangan liberal memperingati hari itu dengan turun ke jalan, menentang apa yang mereka anggap sebagai penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah. Namun, Beijing tidak bergeming. Pada musim panas 2020, pemerintah memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional, yang secara drastis mempersempit ruang kebebasan berekspresi. Kemudian, pada tahun 2024, Hong Kong memperkuat perubahan itu dengan Pasal 23, yang memperluas kewenangan polisi, memungkinkan sidang tertutup, dan menargetkan tindakan makar, hasutan, serta rahasia negara.
Bekas rute protes dipenuhi pagar, tanda "Dilarang Grafiti", dan kamera pengawasFoto: May James/DW
Tangga tempat pesan-pesan pro-demokrasi bermekaran dengan warna-warni kini kosong, kecuali tanda resmi "Tidak Ada RUU"Foto: May James/DW
"Saya berhenti ikut sejak 2020, ketika aksi turun ke jalan tak lagi diizinkan. Sekarang hanya ada bendera merah dan perayaan. Mungkin beginilah rasanya mati rasa, seperti hari libur biasa saja," ujar Vinze kepada DW. "Kalau diingat-ingat, rasanya hampir romantis, bahwa dulu kami percaya bisa meminta perubahan dari pemerintah."
Moto Liga Demokrat Sosial adalah: "Saya lebih baik menjadi abu daripada debu"Foto: May James/DW
Menjelang peringatan lima tahun Undang-Undang Keamanan Nasional, sehari sebelum 1 Juli, kelompok pro-demokrasi terakhir yang masih aktif di Hong Kong, Liga Demokrat Sosial, mengumumkan pembubarannya.
"Demi keselamatan anggota dan mereka yang telah berdiri di sisi kami," kata Chan, "kami harus membuat keputusan yang menyakitkan ini."
Siswa diminta untuk mengambil bagian dalam upacara yang menandai penyatuan kembali Hong Kong dengan CinaFoto: May James/DW
Bahkan, upacara tahunan pengibaran bendera kini tertutup untuk umum. Hanya pejabat pemerintah dan peserta yang telah disaring yang diizinkan hadir. Beberapa pertunjukan bahkan direkam sebelumnya. Seluruh acara dikendalikan dengan ketat.
Sekelompok siswa mengatakan mereka dibawa ke stadion di Hung Hom untuk merekam pertunjukan dalam rangka 1 Juli. "Guru bilang tidak akan ada penonton. Keamanannya ketat," kata salah satu remaja peserta.
Teman sekelasnya tampak terkejut: "Serius? Aku enggak tahu itu untuk 1 Juli."
Yang lain menambahkan dengan suara pelan: "Tunggu, 1 Juli itu apa?"
Beijing mengawasi ketat Hong Kong, yang pernah menjadi koloni InggrisFoto: May James/DW
Di seluruh penjuru kota, simbol-simbol patriotik memenuhi ruang publik, mulai dari stasiun transportasi, museum, hingga pusat perbelanjaan. Di sepanjang Pelabuhan Victoria, kapal-kapal nelayan ikut serta dalam tur pelayaran yang diselenggarakan oleh Konsorsium Nelayan Hong Kong, sebuah asosiasi lokal yang bekerja sama erat dengan berbagai instansi pemerintah. Para pendukung pro-Beijing melambaikan bendera mereka di tepi laut.
Hongkong: Satu Negara, Dua Wajah
Ketika Cina berpesta, Hongkong diliputi protes. Sementara Beijing mempertontonkan kesatuan, teriakan kebebasan membahana di negeri jiran. Pada hari nasional Cina, Hongkong tampil kontras dengan nafas demokrasinya.
Foto: Reuters/Carlos Barria
Antara Patriotisme....
Cina mengibarkan bendera. Pada 1 Oktober 1949 Mao Zedong mendirikan Republik Rakyat Cina. Sejak saat itu setiap tahun penduduk negeri tirai bambu merayakan hari nasional dengan upacara seremonial yang mendemonstrasikan patriotisme, seperti pada upacara bendera di Hefei, Provinsi Anhui ini.
Foto: Reuters
…dan Protes
Namun ketika Cina berpesta, situasi di jalan-jalan kota Hongkong memanas. Ratusan ribu manusia tumpah ke jalan untuk memrotes reformasi sistem pemilihan umum dan pengaruh Beijing yang dianggap terlampau besar.
Foto: Reuters/Carlos Barria
Sehaluan....
Hongkong sebenarnya juga menggelar pesta menyambut kemerdekaan Cina. Kepala pemerintah Hongkong, Leung Chun Ying yang kontroversial itu pun turut diundang. Secara demonstratif ia dan tamu yang lain saling bersulang dengan sebotol Champagne. Selain itu mereka juga menyanyikan lagu nasional Cina.
Foto: Reuters/Bobby Yip
… dan bersilangan
Menurut tradisi, setiap pagi kota metropolis Asia itu mengibarkan bendera Hongkong dan Cina secara bersamaan. Namun kali ini pemimpin demonstrasi, Joshua Wong dan aktifis yang lain memunggungi bendera sambil menyilangkan tangan. Mereka menuntut pengunduran diri Leung Chun Ying karena dianggap berada di bawah pengaruh Beijing.
Foto: Reuters
Kekuatan militer…
Di ibukota Beijing, Partai Komunis Cina unjuk otot dengan mempertontonkan satuan elit militer Cina di lapangan Tiananmen. Upacara di jantung kekuasaan Komunis itu berlangsung menurut ritual yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Foto: ChinaFotoPress via Getty Images
… dan determinasi mahasiswa
Pada malam menjelang 1 Oktober para demonstran kembali berkumpul. Kebanyakan diliputi rasa lelah setelah bertahan selama berhari-hari dan hujan yang tidak henti-hetinya mengguyur dari langit. Namun begitu para mahasiswa tidak beranjak. Mereka mengaku tidak akan pergi sebelum tuntutannya dipenuhi.
Foto: Reuters/Carlos Barria
Dalam barisan...
Upacara nasional mengenang warisan Mao Zedong itu tidak cuma berlangsung di Beijing, tapi kota-kota besar lain di Cina. Dalam gambar ini sebuah satuan kepolisian sipil memberikan hormat di hadapan bendera negara di Nanjing. Tidak ada satupun yang bisa merusak kedamaian dan stabilitas di Cina, begitulah isyarat yang ingin didengungkan penguasa Cina di Beijing.
Foto: picture alliance/ZUMA Press
…dan kekacauan yang terorganisir
Sebaliknya di Hongkong ribuan mahasiswa memblokir jalan utama di wilayah perbelanjaan Mongkok. Jumlah demonstran diyakini akan terus membengkak. Pasalnya Hongkong memiliki tradisi meliburkan pegawai dan siswa di dua hari pertama bulan Oktober.
Foto: Reuters/Tyrone Siu
Keceriaan...
Penduduk Cina tidak mengetahui banyak tentang apa yang terjadi di Hongkong. Untuk itu pemerintah di Beijing telah lebih dulu memastikan agar tidak ada gangguan sama sekali. Lembaga sensor bertugas siang malam untuk memblokir laporan dari Hongkong. Sementara di media-media sosial, pemerintah menghapus ribuan komentar.
Foto: picture alliance/ZUMA Press
…dan penolakan dalam diam
Sebaliknya Hongkong menikmati kebebasan pers dan berpendapat. Namun demonstran mengkhawatirkan pengekangan menyusul meningkatnya pengaruh Beijing. Secara simbolis mereka mengenakan masker untuk mendemonstrasikan sikap mereka yang tidak akan pernah diam.
Foto: AFP/Getty Images/Philippe Lopez
Kekuatan negara...
Presiden Cina, Xi Jinping sebaliknya banyak menutup mulut atas aksi protes di Hongkong. Sang presiden terjebak dalam dilema, antara menindas demonstrasi atau menyetujui kompromi. Kini ia mengirimkan utusan khusus ke Hongkong untuk mencari jalan keluar.
Foto: Reuters
…dan suara mahasiswa
Mahasiswa memberikan ultimatum kepada pemerintah Hongkong hingga Kamis (2/10) untuk mencabut amandemen Undang-undang pemilihan dan pengunduran diri Leung Chun Ying. Jika tidak mereka mengancam akan memperluas aksi protes, antara lain dengan aksi mogok masal dan pendudukan kantor pemerintahan.
Di luar markas tentara, terdapat tanda yang menyerukan agar Hong Kong dijaga "kemakmuran dan stabilitasnya"Foto: May James/DW
Sejak 2019, lebih dari 10.200 orang telah ditangkap terkait protes pro-demokrasi. Lebih dari 300 orang ditahan dengan dakwaan keamanan nasional. Sebanyak 13 aktivis terkemuka kini hidup di pengasingan, dengan hadiah atas kepala mereka.
Seiring dengan menghilangnya aksi protes, banyak kelompok yang pernah mengorganisir aksi protes juga menghilangFoto: May James/DW
Chan Po-ying, dari Liga Demokrat Sosial yang kini telah dibubarkan, menggambarkan tekanan politik yang mereka hadapi sebagai "sangat berat."
Ketika ditanya mengapa pengumuman pembubaran dilakukan sekarang, ia terdiam sejenak sebelum menjawab:
"Kami hanya bisa mengatakan — 無何奈何 — tidak ada jalan lain."
Slogan protes yang sudah pudar, yang sekarang dilarang berdasarkan Undang-Undang Keamanan Nasional, masih terlihat samar-samar di bawah lapisan cat abu-abuFoto: May James/DW
Meski begitu, para aktivis menegaskan bahwa prinsip mereka tetap tidak berubah. Mereka terus mendorong orang lain untuk menjaga semangat perlawanan tetap hidup. Di sudut lain kota, sebuah slogan protes masih samar terlihat, tersembunyi di balik lapisan cat. Ia meresap ke dalam suasana yang dikendalikan, menyelinap di antara apa yang diucapkan dan apa yang masih diingat.
Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris