1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialEropa

100 Juta Orang Terpaksa Meninggalkan Rumah Mereka

16 Juni 2022

Badan Pengungsi PBB melaporkan jumlah pengungsi tertinggi yang tercatat sejak pecahnya Perang Dunia II. Pengungsi dari wilayah Sahel Afrika ke Uni Eropa diprediksi bisa meningkat.

Kapal mengangkut pengungsi melintasi selat Inggris
PBB menyebut 100 juta orang di seluruh dunia telah terpaksa meninggalkan rumah mereka pada 2021.Foto: Ben Stansall/AFP

Badan pengungsi PBB UNHCR melaporkan Kamis (16/06), lebih100 juta orang di seluruh dunia terpaksa meninggalkan rumah mereka pada tahun lalu. Ini adalah jumlah pengungsi tertinggi yang tercatat sejak Perang Dunia II.

Ukraina mengalami krisis pengungsi terbesar dan dengan pertumbuhan tercepat sejak Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) didirikan pada tahun 1951, ungkap lembaga itu dalam Laporan Tren Global.

Seiring dengan invasi Rusia ke Ukraina, juga krisis di Afghanistan merupakan salah satu peristiwa besar yang berkontribusi pada "tonggak dramatis" pemgungsian lebih 100 juta orang. Laporan itu mengatakan ada tren kenaikan setiap tahun dalam dekade terakhir.

Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi, Filippo Grandi, mengatakan tren ini akan terus berlanjut, hingga masyarakat internasional mengambil langkah untuk menyelesaikan konflik dan mencari solusi.

Krisis pangan ciptakan lebih banyak pengungsi

Perang Ukraina telah menciptakan krisis ketahanan pangan. Hal ini akan memaksa lebih banyak orang meninggalkan tanah air mereka di negara-negara miskin, kata UNHCR.

"Jika Anda memiliki krisis pangan di atas semua krisis yang saya sebukan, perang, hak asasi manusia, iklim. Itu hanya akan mempercepat tren yang saya jelaskan dalam laporan ini," kata Filippo Grandi kepada wartawan awal pekan ini, yang menggambarkan angka-angka itu sebagai " mengejutkan."

Ia juga mengatakan, sumber daya kini terkonsentrasi di Ukraina, sedangkan program lain di seluruh dunia tetap kekurangan dana. "Ukraina seharusnya tidak membuat kita melupakan krisis lain," katanya, dengan menunjuk konflik di Ethiopia dan kekeringan di Tanduk Afrika.

Grandi mengatakan lebih lanju, tanggapan Uni Eropa terhadap krisis pengungsi "tidak setara." Ini bertentangan dengan kemurahan hati yang telah diterima oleh para pengungsi Ukraina, sesuatu yang ingin diberikan Grandi kepada semua orang yang mencari perlindungan.

"Sejatinya hal itu membuktikan poin penting: merespons gelombang pengungsi, kedatangan orang-orang yang putus asa di pantai atau perbatasan negara-negara kaya, bukanlan hal tidak dapat dikelola," katanya.

Pengungsi dari wilayah Sahel

Grandi lebih jauh mengatakan, akan semakin banyak orang yang melarikan diri dari kawasan Sahel di Afrika di bagian selatangurun Sahara, untuk menghindari kenaikan bahan bakar, krisis iklim, dan kekerasan.

Kawasan Sahel membentang di sepanjang wilayah tengah benua Afrika.

Orang-orang yang terpaksa mengungsi ini, bisa bergerak menuju ke utara yakni menuju Eropa untuk menghindari krisis. 

Ia mengatakan, wilayah itu telah menghadapi tahun-tahun kekeringan panjang dan banjir, ketimpangan pendapatan, layanan kesehatan yang buruk, dan pemerintahan yang buruk. Krisis ketahanan pangan yang makin parah, menambah berat masalah.

"Saya sangat khawatir tentang Sahel. Dan saya pikir kita tidak cukup berbicara tentang wilayah ini yang, sebetulnya sangat dekat dengan Eropa. Dan saya pikir Eropa seharusnya jauh lebih khawatir," ungkapnya.

Laporan itu mengatakan krisis di Ukraina, Venezuela, Myanmar, Suriah dan sekitarnya telah semakin memperburuk situasi.

rs/as(dpa, AP, Reuters)