15 Tahun Tsunami Aceh, Dulu Pahit Kini Lebih Siaga
26 Desember 2019
Sempat lumpuh total pasca diterjang tsunami, kawasan Aceh telah kembali tegak berdiri. Tidak hanya pulih, masyarakat Aceh kini lebih siap dan siaga bila bencana serupa kembali terjadi.
Iklan
“Kalau sekarang sudah ikhlas, tapi kalau kita lihat dulu pahit. Kami jadikan kenangan pahit sebagai renungan bahwa kita manusia tidak berdaya jika Allah telah berkehendak.”
Begitu ucap Rahmat Maulizar, korban selamat tsunami Aceh kepada DW Indonesia saat menceritakan peristiwa bencana dahsyat 2004 silam.
Tsunami Aceh yang terjadi 15 tahun lalu, tepatnya pada 26 Desember 2004, dicatat sebagai bencana alam terparah selama sejarah modern. Gelombang tsunami yang terjadi pasca gempa berkekuatan 9,1 skala richter telah memporak porandakan hampir sebagian besar wilayah di Aceh.
Kala itu saat bencana tsunami terjadi, Rahmat masih berusia 12 tahun. Pukul 07.30 waktu setempat, ia tengah belajar di rumahnya untuk mempersiapkan diri mengikuti ujian keesokan harinya. Tak lama berselang, pukul 07.59 terjadi gempa yang berlangsung cukup lama sekitar 10 menit.
Usai gempa, ia menyaksikan banyak orang pergi ke pantai untuk mengambil ikan akibat air laut yang surut.
“Pas saya mau pulang katanya air laut naik. Mungkin Allah masih selamatkan saya. Di gelombang pertama saya kena, di gelombang kedua saya selamat di atas kayu,” ujar Rahmat.
Kini 15 tahun berselang, warga di desa Suak Ribee, Kabupaten Aceh Barat, tempat Rahmat tinggal sudah beraktivitas normal kembali.
“Kalau saya lihat setelah terjadi tsunami saya pikir gak ada kehidupan lagi. Porak poranda rumah hancur rata dengan tanah. Tapi alhamdulillah di kawasan saya tinggal sudah bangkit,” ujarnya.
Setiap tahun, saat malam menjelang tanggal 26 Desember, warga Aceh menggelar doa dan dzikir bersama yang mereka lakukan di desa masing-masing. Sementara di tingkat kabupaten, warga mengadakan doa bersama di lokasi kuburan massal.
Siaga mitigasi bencana
Sebagai kawasan rawan gempa dan salah satu lokasi terdampak tsunami paling parah, warga desa Suak Ribee mendapat pengarahan mitigasi bencana secara rutin dan pelatihan siaga bencana. Rahmat mengaku meski warga telah beraktivitas normal, namun mereka tetap bersiaga terhadap bencana serupa yang mungkin saja kembali terjadi.
“Kita di Aceh memang aba-abanya sirine. Kalau bunyi, berarti alarm tsunami. Bahkan BPBA di provinsi juga mensosialisasi, jadi setiap tiga bulan sekali di tanggal 26 desember mereka hidupkan sirine serentak,” ujarnya.
Hal serupa disampaikan oleh Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Sunawardi. Menurutnya mitigasi bencana perlu terus disosialisasikan secara matang, mengingat Aceh merupakan salah satu kawasan yang rawan gempa karena berada di kawasan cincin api atau ring of fire.
“Untuk jangka panjang kita bangun lewat pendidikan formal. Tapi di tahap regulasi, kita mulai lewat Peraturan Daerah (Perda) pendidikan kebencanaan, yang sekarang dalam tahap-tahap pembahasan Prolegda,” ujar Sunawardi.
Ragam upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang mitigasi bencana terus dilakukan secara rutin, misalnya pelatihan drill yang dilakukan oleh komunitas-komunitas mitigasi bencana di Aceh.
Tsunami Paling Dahsyat di Abad 21
Tsunami dahsyat kebanyakan terjadi di pantai Samudra Pasifik dan dipicu gempa bumi kuat. Inilah tsunami terdahsyat dalam 20 tahun terakhir yang menelan ribuan korban jiwa.
Foto: BNPB
Indonesia, Selat Sunda, 2018
Letusan gunung Anak Krakatau 22 Desember 2018, menyebabkan longsoran material di bawah laut yang memicu gelombang tsunami di Selat Sunda. Lebih dari 280 orang tewas dan 1000 orang terluka. Selain itu, hampir 12 ribu penduduk di pesisir pantai Banten dan Lampung terpaksa mengungsi.
Foto: BNPB
Indonesia, Palu dan Donggala, 2018
Gempa 7,4 SR di jalur sesar Palu-Koro 28 September 2018 memicu tsunami yang menerjang kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. BNPB melaporkan 2.113 orang meninggal dunia, 1.309 orang hilang, 4.612 orang luka-luka dan 223.751 orang mengungsi di 122 titik. Korban paling banyak berasal dari kota Palu, disusul Donggala, Sigi dan Parigi Moutong.
Gempa berkekuatan 7,8 skala Richter yang mengguncang kota Kaikoura pada November 2016 adalah gempa bumi terburuk kedua dalam sejarah pasca kolonialisme Selandia Baru. Gempa diikuti sekitar 20 ribu gempa susulan dan tsunami setinggi tujuh meter. Dua orang tewas dan puluhan terluka.
Foto: Imago/Xinhua/L. Huizi
Jepang, 2011
Tsunami Jepang di tahun 2011 dipicu oleh gempa kuat bawah laut 9,1 SR. Gelombang tsunami mencapai tinggi 40,5 meter. Bencana itu menewaskan sekitar 16.000 orang dan melukai ribuan lainnya, serta menghancurkan banyak rumah dan bangunan. Tsunami ini juga menyebabkan meledaknya PLTN Fukushima Daiichi, dan jadi bencana nuklir terburuk sejak Chernobyl.
Foto: Getty Images/AFP/S. Tomizawa
Chile, 2010
Gempa berkekuatan 8,8 skala Richter pada Februari 2010, memicu gelombang tsunami yang menghantam pantai tengah Chili dan menewaskan sedikitnya 525 orang. Peringatan tsunami dikeluarkan hingga Jepang dan Rusia. Chile mencatat rekor gempa bumi terkuat dalam sejarah peradaban, yang mengguncang kota Valdivia tahun 1960 dengan kekuatan 9,4-9,6 skala Richter.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Hernandez
Kepulauan Solomon, 2007
Gempa bumi 8,1 skala Richter melanda Kepulauan Solomon dan Papua Nugini pada April 2007. Gempa memicu tsunami setinggi 12 meter yang melanda dua desa. Setidaknya 52 orang tewas dan sekitar 900 rumah serta satu rumah sakit hancur.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Robichon
Samudra Hindia, Banda Aceh 2004
Tsunami paling dahyat di abad 21 terjadi 26 Desember 2004 yang melanda 14 negara di Samudra Hindia. Tsunami setinggi 30 meter itu dipicu gempa bumi berkuatan 9,1 SR dengan episentrum 85 km di lepas pantai Banda Aceh. Sekitar 230.000 orang meninggal, terbanyak di Aceh dengan 160.000 korban jiwa. Tsunami bergerak hingga sejauh 6400 km sampai ke Tanzania dan Afrika Selatan.(Ed:na/as)
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
7 foto1 | 7
BPBA dan pemerintah daerah Aceh juga membuat beberapa bangunan penyelamat atau escape building yang tersebar di beberapa kabupaten. Bentuknya bisa bermacam-macam, salah satunya bentuk parsial, yakni antara gabungan ruko dan escape building di bagian rooftop-nya.
Tidak hanya bangunan, juga disiapkan lokasi penyelematan seperti escape hill, yakni evakuasi ke gunung tinggi. Warga juga disiapkan Tempat Evakuasi Sementara (TES) yang berupa rumah-rumah tinggi khusus untuk kawasan yang sering terlanda banjir.
Sunawardi menambahkan, beragam upaya mitigasi bencana ini disampaikan lewat cara-cara yang tidak biasa.
“Kita imbau mulai dari film dokumenter, jingle lagu, macam-macam cara kita sampaikan ini ke masyarakat,” jelasnya.
Dia mengatakan, saat ini imbauan tentang mitigasi bencana masih bisa ditingkatkan lagi, namun pihaknya sudah melakukan imbauan secara komprehensif dan akan terus melakukannya secara kontinyu dan berkesinambungan.
Gelombang tsunami di Aceh yang terjadi pada 2004 silam muncul setelah adanya gempa di bawah laut pada pukul 07.59 waktu setempat. Gempa semacam ini jarang terjadi karena berlangsung hingga 10 menit, padahal biasanya hanya berlangsung beberapa detik saja. Gempa ini menjadi yang terbesar kedua dalam 100 tahun terakhir. Tahun 1960, sebuah gempa di Chile tercatat berkekuatan 9,5 skala richter.
Gempa yang berpusat di Samudera Hindia pada kedalaman sekitar 30 kilometer di dasar laut juga menyebabkan 14 negara di Kawasan Asia turut merasakan dampaknya, salah satu yang terparah di Thailand. (pkp/hp)
Tsunami Aceh Dulu dan Sekarang
Aceh adalah kawasan yang terparah diterjang tsunami 2004. Masyarakat internasional langsung menyalurkan bantuan. Bagaimana kemajuan pembangunan di sana? Bandingkan foto dulu dan sekarang.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Paling parah
Provinsi Aceh di utara Pulau Sumatra adalah kawasan terparah yang dilanda tsunami. Sedikitnya 130.000 orang tewas di kawasan ini saja. Gambar ini diambil 8 Januari 2005 di Banda Aceh, dua minggu setelah amukan tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Rekonstruksi
Sepuluh tahun kemudian, Banda Aceh bangkit kembali. Jalan-jalan, jembatan, pelabuhan sudah dibangun lagi. Bank Dunia menyebut Aceh sebagai "upaya pembangunan kembali yang paling berhasil". Gambar ibukota provinsi Aceh ini dbuat Desember 2014.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Pengungsi
Setelah diguncang gempa berkekuatan 9,1 skala Richter dan diterjang gelombang raksasa yang tingginya lebih sepuluh meter, banyak penduduk Aceh jadi pengungsi. Di seluruh Asia Tenggara, 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal. Gambar ini menunjukkan penduduk yang melihat puing-puing rumahnya beberapa hari setelah bencana tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Dibangun kembali
Bencana tsunami Natal 2004 mengundang perhatian besar warga dunia yang ramai-ramai memberikan bantuan. Banyak bangunan yang akhirnya diperbaiki, banyak kawasan yang berhasil dibangun kembali. Gambar ini dibuat Desember 2014 di Lampulo, Banda Aceh. "Kapal di atas rumah" jadi peringatan tentang peristiwa mengerikan itu.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Kehancuran di sekitar Masjid
Gelombang raksasa yang melanda Aceh menewaskan lebih dari 100 ribu orang dan mengakibatkan kerusakan parah. Gambar ini dibuat Januari 2005 dan menunjukkan kawasan Lampuuk di Banda Aceh yang hancur, kecuali Masjid yang bertahan dari terjangan air.
Foto: AFP/Getty Images/Joel Sagget
Sepuluh tahun kemudian
Masjid di Lampuuk dipugar dan kawasan sekitarnya dibenahi. Rumah-rumah penduduk dibangun kembali di sekitar Masjid. Gambar ini diambil sepuluh tahun setelah kehancuran akibat tsunami.
Foto: AFP/Getty Images/Chaideer Mahyuddin
Gempa bumi hebat
Sebelum tsunami muncul, gempa hebat mengguncang kawasan utara Sumatra, 26 Desember 2004. Gempa itu memicu munculnya gelombang raksasa yang mencapai sedikitnya 11 negara, termasuk Australia dan Tanzania. Gambar ini menunjukkan kerusakan di Banda Aceh.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Dibangun lebih baik setelah perdamaian
Bantuan internasional yang berdatangan ke Aceh membuka peluang bagi masyarakat membangun kembali kawasannya dengan lebih baik. Tahun 2005, perundingan antara pemerintah Indonesia dan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menghasilkan kesepakatan damai, setelah ada mediasi dari Eropa.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Pemandangan mengerikan
Jurnalis AS Kira Kay menuliskan pengalamannya ketika tiba di Banda Aceh setelah tsunami: "Mayat-mayat bergelimpangan, terkubur di bawah reruntuhan. Lalu mayat-mayat itu diangkut dengan truk ke lokasi penguburan massal. Bau mayat menyengat". Gambar ini menunjukkan suasana Masjid Raya di Banda Aceh setelah tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Masjid Raya
Suasana Masjid Raya sekarang. Aceh kini menikmati status sebagai daerah otonomi khusus, dengan wewenang luas melakukan pemerintahan sendiri. Berdasarkan kewenangan itu, Aceh kini menyebut dirinya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan memberlakukan Syariat Islam.