150 Ribu Aparat Dikerahkan Amankan Natal dan Tahun Baru
23 Desember 2015Akhir minggu lalu, satuan anti teror Densus 88 menangkap sembilan orang yang diduga terlibat jaringan sel teror ISIS dan Jemaah Islamiah. Mereka disergap karena sedang menyiapkan serangan bom ke target-target yang sudah dipilih.
Sasarannya menurut Kepolisian RI adalah tempat-tempat publik yang ramai, kantor-kantor polisi, golongan minoritas agama seperti kelompok Syiah dan Ahmadiah, serta tokoh masyarakat serta pejabat pemerintahan Indonesia.
Sekalipun berhasil menggagalkan rencana serangan teror itu, pihak kepolisian memperingatkan bahwa tetap ada potensi ancaman teror yang muncul dari jaringan-jaringan itu, karena para pemimpinnya masih buron. Salah satu orang yang diburu adalah anggota ISIS, Abu Wardah Santoso.
Itu sebabnya, Polri, TNI dan instansi pemerintahan lain kini mengerahkan sampai 150.000 personel untuk menjamin keamanan di seluruh negeri menjelang pergantian tahun. Mereka sekaligus mengamankan gereja-gereja dan tempat kebaktian selama perayaan Natal.
"Kami mendapat rincian intelijen yang cukup intensif tentang kemungkinan serangan kelompok radikal kapan saja," kata Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan.
"Jadi, kita tetap waspada, terutama di bandara dan beberapa titik strategis, terutama dalam operasi keamanan nasional yang disebut "Operasi Lilin," kata dia.
Secara terpisah, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti juga mengingatkan bahwa "ada banyak ancaman yang potensial, mulai dari kejahatan konvensional, terorisme dan radikalisme".
Dia menambahkan, salah satu kelompok yang ditargetkan adalah kelompok-kelompok Islam Syiah. Sebagian besar umat Islam di Indonesia termasuk pengikut Islam Sunni agama.
Polisi awal minggu ini mengumumkan, dari penyergapan dan penangkapan pada akhir minggu, telah disita berbagai informasi yang mengungkapkan plot yang cukup rumit untuk melakukan serangan teror, terutama di Jawa, Sumatera dan Kalimantan.
Sekitar 1300 personel keamanan kini dikerahkan khusus untuk memburu Santoso, pemimpin kelompok militan yang dikenal sebagai Mujahidin Indonesia Timur. Kelompok itu sudah beberapa kali mengancam akan melakukan pembunuhan. Santoso juga dituduh mengoperasikan kamp pelatihan ekstremis di Poso. Konflik Poso menewaskan sedikitnya 1000 orang 1998-2002.
Kepolisian Indonesia memperkirakan ada lebih dari 800 warga Indonesia yang bergabung dengan ISIS.
Sejak tahun 1990-an para ekstrimis dari Indonesia, Malaysia dan tempat-tempat lain di Asia Tenggara diketahui pergi berperang di Afghanistan atau melakukan latihan militer di luar negeri dengan cara yang terorganisir dan bergabung dengan gerakan teroris Islam global.
Para almamater dari Afghanistan itulah yang merencanakan dan melakukan serangan seperti bom Bali tahun 2002, yang menewaskan 202 orang, kebanyakan wisatawan asing.
Sejak adanya ISIS, kelompok-kelompok radikal bermaksud membentuk sebuah Negara Islam di kawasan Asia dan melakukan serangan balas dendam terhadap sasaran-sasaran yang berbau barat.
Indonesia sudah beberapa kali mengalami serangan mematikan yang dilakukan jaringan teror Jemaah Islamiyah di masa lalu. Tapi selama beberapa tahun teralhir, Polri cukup berhasil membongkar jaringan-jaringan teror itu, terutama dengan terbentuknya satuan anti teror Detasemen Khusus (Densus) 88.
hp/rn (rtr, ap)