Dua pesawat tempur F-16 TNI Angkatan Udara mencegat pesawat Hercules Malaysia jenis C-130 di atas Kepualan Natuna. Belum jelas mengapa pesawat itu melanggar ruang udara Indonesia tanpa ijin.
Iklan
Sebuah pesawat pengangkut militer Malaysia jenis C-136 melanggar ruang udara Indonesia tanpa izin. TNI Angkatan Udara segera menerbangkan dua jet temput F-16 dari Natuna untuk mencegat pesawat Malaysia itu.
Menurut keterangan TNI AU, insiden itu terjadi hari Sabtu (25/06). Kedua F-16 diluncurkan setelah pemantau di darat tidak mendapat jawaban dari jalur komunikasi internasional, ketika menghubungi pesawat Malaysia yang melanggar zona terbang Indonesia.
Pesawat Tentera Udara Diraja Malaysia (TDUM) itu diketahui berangkat dari Subang Air Force Base di Malaysia Barat menuju ke Sabah. F-16 TNI AU sempat terlibat kontak visual dengan pesawat C-130 Malaysia yang kemudian melanjutkan penerbangan di jalur udara Malaysia.
Tapi Kementerian Pertahanan Malaysia membantah, pesawatnya melanggar wilayah udara Indonesia. Menteri Pertahanan Malaysia Hishammuddin Tun Hussein menerangkan, dua pesawat F-16 TNI AU memang sempat membuntuti pesawat militer Malaysia pada ketinggian sekitar 23.000 kaki, namun keduanya kemudian menghilang lagi.
Menteri Pertahanan Malaysia menegaskan, pesawatnya tidak dicepat, apalagi dipaksa mendarat. Yang terjadi hanyalah identifikasi visual.
Selanjutnya Hishammuddin Tun Hussein menerangkan, pesawat C-16 Malaysia dengan nama panggil MEGA 207 itu sedang melakukan penerbangan pelatihan sesuai rute yang telah ditetapkan. Rute penerbangan juga sudah diteruskan ke pihak-pihak terkait sesuai prosedur operasi standar.
"Kami tetap akan menggunakan rute ini seperti biasanya", kata Hishammuddin hari Senin (27/06). Dia selanjutnya menerangkan, sudah ada perjanjian antara Malaysia dan Indonesia yang mengatur penggunaan ruang udara di atas wilayah laut, dari tahun 1982.
Menteri Pertahanan Malaysia berjanji akan mendiskusikan hal ini secara langsung dengan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu yang akan ditemuinya bulan depan di Jakarta.
Insiden itu terjadi dua hari setelah Presiden Joko Widodo mengunjungi daerah perairan Natuna dan berfoto di atas kapal perang. Kunjungan Jokowi ke Natuna berkaitan dengan maraknya penangkapan ikan ilegal yang sering terjadi di kewasan itu, yang kerap dilakukan oleh kapal-kapal nelayan saal Cina.
TNI Angkatan Laut beberapa kali mencegat dan menahan kru kapal nelayan Cina karena melakukan penangkapan ikan ilegal. Aksi tersebut sempat mengundang protes tajam dari Cina, namun Cina kemudian mengakui daerah perairan Natuna sebagai "bagian dari teritorial Indonesia".
Tahun 2002 Indonesia pernah kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan setelah kalah di Mahkamah Internasional, yang memutuskan bahwa kedua pulau itu berada di bawah adminsitasi Malaysia.(Foto Artikel: Pesawat F-16 NATO di Afghanistan)
Dilema Cina di Selat Malaka
Cina mati-matian mempertahankan klaimnya di Laut Cina Selatan. Padahal pasang surut perekonomian negeri tirai bambu itu bergantung pada Selat Malaka. Kelemahan tersebut coba dimanfaatkan AS dan India
Foto: picture-alliance/ChinaFotoPress/Maxppp
Surutkan Pengaruh
Dengan segala cara pemerintah Cina berupaya mencaplok Laut Cina Selatan (LCS). Faktor ekonomi dan militer adalah motivasi terbesar di balik langkah sarat konflik itu. Ironisnya bukan pada Laut Cina Selatan perekonomian Cina bergantung, melainkan pada Selat Malaka. Manuver Beijing dalam konflik LCS justru melenyapkan sisa pengaruh Cina di jalur laut antara Indonesia dan Malaysia itu
Foto: Getty Images/AFP/R. Rahman
Blokade Laut
Sebanyak 80% impor energi Cina diangkut dengan kapal melewati selat Malaka. Tanpanya mesin ekonomi negeri tirai bambu itu akan cepat meredup. Serupa dengan strategi Iran di Selat Hormuz, berbagai negara besar yang berkonflik dengan Beijing telah mengadopsi blokade laut ke dalam strategi militernya untuk menundukkan Cina.
Foto: AP
Neraka Logistik
Blokade laut masuki masa kejayaan pada era Perang Dunia II dilanjutkan pada Perang Dingin dan Perang Irak 1991. Cara ini terbukti efektif memutus suplai logistik sebuah negara yang terlibat dalam perang. Saking efektifnya, diktatur NAZI Jerman Adolf Hitler perintahkan armada kapal selamnya buat menyerang semua kapal dagang yang berlayar dari AS ke Inggris.
Foto: Getty Images/AFP/K. Kasahara
India di Gerbang Selat Malaka
Sebab itu AS telah meracik strategi buat memblokir pasokan energi Cina di Selat Malaka. Baru-baru ini India bahkan menempatkan pesawat pengintai dan sejumlah kapal perang di Kepulauan Andaman dan Nicobar di gerbang utama Selat Malaka di Teluk Bengal. Jarak antara pulau Great Nicobar yang dijadikan pangkalan militer India dengan Selat Malaka cuma berkisar 650 kilometer
Foto: Getty Images
Jalur Kuno di Era Modern
Tidak heran jika Beijing sejak lama berupaya mencari jalan lain untuk mengimpor energi tanpa harus melewati selat Malaka. Untuk itu Cina berpaling dari laut dan fokus menggarap proyek infrastruktur di daratan. Rencana tersebut bukan hal baru. Beijing berniat menghidupkan kembali jalan sutera yang dulu aktif digunakan sebagai jalur dagang hingga abad ke-13.
Berpaling ke Myanmar
Salah satu wujudnya adalah proyek pembangunan pipa minyak seharga 2,5 milyar Dollar AS yang menghubungkan pelabuhan Kyaukphyu di Myanmar dengan Kunming di provinsi Yunan. Pipa sepanjang 2800 kilometer itu mampu mengalirkan 12 milyar ton minyak mentah per tahun. Proyek ini dituntaskan 2014 silam.
Pipa ke Teluk Persia
Proyek lain adalah menghubungkan pelabuhan Gwadar di Pakistan dengan provinsi Xinjiang. Koridor ekonomi itu buka akses Cina langsung ke negara produsen minyak di Teluk Persia. Tapi opsi ini tidak murah. Lantaran kondisi geografis yang didominasi pegunungan, biaya pembangunan pipa antara kedua wilayah bakal menambah ongkos 10 Dollar AS untuk setiap barrel minyak mentah.
Foto: picture-alliance/dpa
Gas dari Utara
Beijing juga berharap pada Rusia. Tahun 2014 silam kedua negara menyepakati pembangunan pipa minyak dan gas sepanjang 4800 km dari Angarsk menuju Daqing. Proyek seharga 400 milyar Dollar AS itu direncanakan bakal mampu mengangkut 1,6 juta barrel minyak per hari. Tapi Rusia menangguhkan pembangunan menyusul anjloknya harga minyak.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Fulai
Membelah Thailand
Cina bahkan mengusulkan pembangunan kanal laut di Thailand dengan mencontoh Terusan Panama. Proyek seharga 25 milyar US Dollar itu bakal menghubungkan Samudera Hindia dengan Teluk Thailand. Namun rencana ini ditolak oleh pemerintah di Bangkok lantaran masalah keamanan.
Opsi Terbatas
Analis berpendapat, rencana Cina membangun koridor darat untuk mengamankan pasokan energi justru menegaskan peran tak tergantikan Selat Malaka. Upaya Beijing diyakini cuma akan menambah keragaman jalur pasokan energi, tapi tidak akan mengurangi ketergangtungan Cina terhadap Selat Malaka.