20 tahun lalu, serangan terorisme terjadi di Bali. Dua dasawarsa berlalu, peristiwa itu masih menyisakan luka dan traumatisme bagi korban. Lalu bagaimana upaya kontraterorisme di Indonesia?
Iklan
20 tahun berlalu, namun trauma dari peristiwa bom Bali masih melekat kuat di benak Thiolina Ferawati Marpaung yang menjadi saksi mata sekaligus korban dari ledakan bom bali pada 12 Oktober 2002. Malam itu, perempuan yang akrab disapa Lina tengah melintas di kawasan Legian untuk menikmati pariwisata pulau dewata. Tak disangka bom meledak sebanyak tiga kali di dekatnya, peristiwa itu pun menjadi kenangan pahit baginya.
"Setelah 20 tahun sesungguhnya trauma itu masih belum selesai. Jadi ketika kejadian pertama, banyak trauma yang terjadi kepada saya. Terutama sekali Jalan Legian itu tempat itu, kemacetan, suara sirine, rumah sakit, bau rumah sakit, kumpulan orang-orang, bau asap,” ungkap Lina kepada DW.
Bau asap dan traumatisme
Tidak mudah bagi Lina untuk dapat berdamai dengan peristiwa bom Bali. Bahkan aksi terorisme yang terjadi dua dasawarsa lalu itu masih menyisakan trauma mendalam.
" Jadi misal pagi-pagi saya cium bau asap, saya langsung agak-agak enggak waras. Lalu saya harus cari asap di mana, karena di dalam kepala ada kata, ‘Bom. Bom.' Ternyata ketika saya tau itu sampah yang dibakar, saya langsung bisa sedikit nyaman. Tapi itu pun saya harus cari cara menenangkannya, minum. Jadi saya masih ada satu trauma ketinggalan,” paparnya.
Selain rasa trauma, bom Bali juga merenggut kesehatannya. Serpihan kaca dari ledakan bom telah mempengaruhi penglihatan Lina. Ia menyebut " Sampai hari ini juga, dua mata saya harus saya cek setiap dua bulan sekali. Seperti sekarang ini saya banyak depan laptop udah pegal.”
Untuk membantu matanya beraktivitas dengan normal, Lina harus menjalani operasi transplantasi lensa. Ia menyebut "bentuk dua bola mata saya enggak sempurna, tapi saya masih bisa lihat.”
Tidak sakit hati, namun tak bisa terima
Di tengah peringatan ledakan bom Bali yang terjadi selama dua dasawarsa, isu pembebasan bersyarat narapidana terorisme, Umar Patek menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk Lina sebagai korban, "kalau dengar Umar Patek mau dibebaskan, mau diberikan kebebasan bersyarat, saya sangat sedih.”
"Kalau dibilang sakit hati, aku tak sakit hati untuk itu. Tapi aku tak bisa menerima. Jadi mungkin ada yang keliru di dalam aturan-aturan yang sudah ditetapkan di negara kita ini. Mungkin itu harus direview kembali dan lihat, analisa,” tegas Lina.
Di sisi lain, Pengamat Terorisme, Muhammad Syauqillah menilai pembebasan bersyarat Umar Patek dapat berdampak besar pada keselamatan diri dari Umar Patek sendiri. "Ketika ada satu narapidana terorisme mengajukan pembebasan bersyarat (karena proses deradikalisasi), sebetulnya dia sudah berani terhadap jaringan lamanya dan jaringan lain, yang mengklaim itu perbuatan yang haram.”
Iklan
Bagaimana penanggulangan terorisme di Indonesia dewasa ini?
Pascaledakan bom Bali, pemerintah Indonesia terus berupaya untuk menanggulangi terorisme. Syauqillah menyebut dalam beberapa waktu terakhir penanganan terorisme di Indonesia sudah berhasil mencapai fokus dari aksi terorisme itu muncul. Kepada DW, Syauqillah memaparkan "Kalau kita lihat lima tahun belakangan, sebenarnya kasusnya tidak begitu masif seperti 2010 ke bawah.” Upaya menekan tindak terorisme tidak lepas dari hadirnya UU nomor 5 tahun 2018 mengenai pencegahan terorisme.
Daftar Serangan Teror JAD di Indonesia
Jamaah Ansharud Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan Islamic State alias ISIS adalah kelompok teror paling mematikan di Indonesia saat ini. Berikut serangan teror yang dilakukan anggota JAD di Indonesia sejauh ini.
Foto: REUTERS
Bom Thamrin, Jakarta
Serangkaian ledakan mengguncang Sarinah pada 14 Januari 2016 pukul 10.40 WIB. Para pelaku yang merupakan anggota JAD dan berjumlah tujuh orang membawa granat dan senjata api. Empat pelaku dan empat warga sipil tewas, sementara 24 lainnya mengalami luka-luka. ISIS mengklaim bertanggungjawab atas serangan tersebut. Anggih Tamtomo alias Muhammad Bahrun Naim dicurigai mengarsiteki serangan di Jakarta
Foto: Reuters/Beawiharta
Serangan di Mapolres Surakarta
Seorang pelaku bom bunuh diri meledakkan dirinya di gerbang Mapolres Surakarta pada 05 Juli 2016. Kapolri saat itu, Badrodin Haiti, mengatakan pelaku yang bernama Nur Rohman memiliki hubungan dekat dengan Bahrun Naim. Keduanya sempat aktif di organisasi teror Jamaah Anshar Daulah Khilafah Nusantara yang juga ikut membentuk JAD. Serangan di Solo mengakibatkan seorang petugas mengalami luka-luka.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Surya
Bom Molotov di Samarinda
Serangan bom Molotov di Gereja Oikumene Sengkotek Samarinda pada 13 November 2016 menyebabkan empat orang anak-anak mengalami luka bakar, salah seorangnya yang bernama Intan Olivia Marbun akhirnya meninggal dunia. Pelaku yang bernama Juhanda merupakan anggota JAD Kalimantan Timur dan pernah dipenjara terkait teror bom buku tahun 2011 di Tanggerang.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/P. Utama
Bom Kampung Melayu
Dua ledakan di Kampung Melayu pada 25 Mei 2017 menewaskan lima orang dan melukai belasan lainnya. Wakapolri Komisaris Jenderal Syafruddin saat itu mengklaim ISIS melalui JAD bertanggungjawab atas kebiadaban tersebut. Buntutnya polisi menggelar operasi penggerebekan di seluruh Indonesia dan menangkap 22 tersangka teroris yang sebagian merupakan anggota JAD.
Foto: Reuters/Antara Foto
Ledakan di Bandung
Ledakan dahsyat mengguncang kawasan pemukiman penduduk di Jalan Jajaway, Bandung, 8 Juni 2017. Ledakan yang diduga berasal dari bom panci itu terjadi akibat kecelakaan, Polisi akhirnya menangkap lima terduga teroris lantaran memiliki bahan kimia untuk pembuatan bom. Mereka, termasuk Agus Wiguna, dipastikan berafiliasi dengan kelompok JAD Bandung Raya.
Foto: Reuters/Antara Foto/N. Arbi
Kerusuhan di Mako Brimob
Meski diklaim tidak direncanakan, pemberontakan narapidana teror di Mako Brimob, Depok, pada 9 Mei 2018 silam turut melibatkan anggota senior JAD. Aman Abdurrachman yang mendirikan organisasi teror itu bahkan sempat diminta menjadi mediator oleh para narapidana. ISIS sendiri mengaku bertanggungjawab dan mengklaim sudah merencanakan aksi yang menewaskan lima orang polisi dan seorang tahanan itu.
Foto: picture alliance / Photoshot
Serangan Bom Bunuh Diri di Surabaya
Tiga keluarga bertanggungjawab atas rangkaian serangan bom bunuh diri di tiga gereja dan mapolrestabes Surabaya, serta sebuah ledakan di Sidoarjo, pada Mei 2018. Para pelaku yang ikut mengorbankan anak-anaknya sebagai pelaku teror dikabarkan saling mengenal dan menjalin hubungan melalui jaringan JAD Jawa Timur. Salah seorang pelaku, Dita Oepriaro, adalah tokoh senior JAD.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Risyal Hidayat
Gagal di Riau
Sejak lama JAD Riau sudah merencanakan serangan kepada kepolisian. Akhir 2017 Densus 88 menggagalkan serangan dengan menangkap sejumlah figur kunci, serta mengamankan senjata api dan bom. Namun bukan JAD, melainkan Negara Islam Indonesia yang akhirnya berhasil melakukan serangan pada 16 Mai 2018. Seorang petugas meninggal dunia dalam insiden tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/D. Sutisna
Suami istri pelaku bom bunuh diri Makassar
Bom bunuh diri terjadi pada tanggal 28 Maret di gereja Katedral Makassar, saat umat merayakan Hari Minggu Palma. Dari hasil identifikasi polisi, pelaku merupakan pasangan suami istri berinisial LL dan EM dan merupakan bagian dari kelompok teroris JAD. Iniden itu dipicu oleh penangkapan terhadap 24 anggota JAD asal Sulawesi Selatan. (rzn/yf - detik, kompas, tribun, ap)
Foto: via REUTERS
9 foto1 | 9
Meski demikian, Ia menyebut tindak terorisme di Indonesia masih menjadi ancaman hingga saat ini. "Karena ada ideologi yang masih terus berkembang, ada pelaku yang gandrung akan ideologi tersebut, dan juga ada pemantik isu transnasional karena organisasi ini, kan, lintas batas.” Ia juga menambahkan sinergitas antar Lembaga perlu diperkuat untuk menghadapi aksi terorisme.
Tantangan lainnya dari upaya kontra-terorisme adalah literasi digital. Syauqillah memaparkan upaya digital literasi pada masyarakat ini sebagai pekerjaan yang "sangat berat.” Pendekatan literasi digital hematnya dapat dilakukan dengan kampanye narasi yang masif oleh pemerintah dan memberdayakan masyarakat untuk mengkontra pandangan-pandangan ekstrem.