1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

2021 Menjadi Tahun Terpanas Ke-6 dalam Catatan Cuaca

15 Januari 2022

Dua studi terpisah menunjukkan bahwa tahun 2021 adalah salah satu tahun terpanas dalam sejarah pencatatan cuaca, yang dimulai pada tahun 1880. Data tersebut menurut para ahli menggarisbawahi krisis iklim global.

Kebakaran hutan di Siberia, Juni 2021
Kebakaran hutan di Siberia, Juni 2021Foto: Maksim Slutsky/AP/picture alliance

Tahun 2021 adalah tahun terpanas keenam dalam sejarah pencatatan cuaca, menurut analisis suhu global yang dirilis oleh dua lembaga pemerintah AS hari Kamis (13/1). Data terbaru iklim global itu disusun oleh badan antariksa NASA dan National Oceanic and Atmospheric Administration, NOAA.

Tahun 2021 bersaing ketat dengan tahun 2018 sebagai tahun keenam terpanas, menurut analisa NASA yang menggunakan periode dasar 30 tahun. Analisis terpisah oleh NOAA menunjukkan suhu rata-rata tahun 2021 adalah 0,84 Celcius di atas suhu rata-rata untuk abad ke-20, menjadikan 2021 tahun ke-enam terpanas sepanjang sejarah pencatatan cuaca.

Para ahli menilai, data-data ini mengindikasikan bahwa tren pemanasan global jangka panjang menunjukkan tanda-tanda percepatan.

Dekade terpanas sepanjang sejarah

Data-data itu juga menunjukkan bahwa sembilan tahun terakhir yang mencakup 2013-2021 semuanya berada di antara 10 tahun terpanas sejak pencatatan cuaca dimulai pada tahun 1880. "Sekarang tentu lebih panas daripada kapan pun dalam setidaknya 2.000 tahun terakhir, dan mungkin lebih lama lagi," kata Russell Vose, direktur pemantauan iklim NOAA.

"Tentu saja, semua ini didorong oleh peningkatan konsentrasi gas yang menangkap panas seperti karbon dioksida," katanya, seraya menambahkan bahwa 2022 hampir pasti akan berada di antara 10 tahun terpanas.

"Ada kemungkinan 99 persen bahwa 2022 akan berada di peringkat 10 besar, peluang 50-50, mungkin lebih sedikit, akan ada di peringkat di lima besar, dan peluang 10 persen untuk beradadi peringkat pertama" kecuali ada peristiwa besar tak terduga seperti letusan gunung berapi besar atau komet besar yang menabrak Bumi, kata Russel Vose.

Tahun lalu, suhu global seharusnya mendingin karena kehadiran La Nina di bagian timur Samudra Pasifik. Fenomena La Nina adalah pendinginan alami bagian Pasifik tengah yang mengubah pola cuaca secara global dan mengangkat air laut dalam yang dingin ke permukaan. Pasangan fenomena ini adalah pola iklim El Nino, yang mendorong suhu global naik. Para ilmuwan iklim mengatakan, tahun 2021 adalah tahun La Nina terpanas dalam catatan sejarah.

Pemanasan Bumi mungkin mencapai 1,5C pada 2030-an

Tahun 2021 tidak memperlihatkan pendinginan iklim, karena aktivitas manusia memberikan lebih banyak panas. "Fenomena ini tidak terlalu mendominasi berita-berita utama sebagai rekor terpanas, tetapi tunggu beberapa tahun lagi dan kita akan melihat rekor lainnya," kata ilmuwan iklim Zeke Hausfather dari kelompok peneliti Berkeley Earth Monitoring Group.

Peningkatan suhu Bumi sebagian besar merupakan hasil dari peningkatan emisi gas rumah kaca di atmosfer sejak revolusi industri, yang sebagian besar merupakan hasil dari aktivitas manusia.

Para ilmuwan percaya, dengan tingkat pemanasan saat ini, suhu di Bumi akan naik 1,5 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri pada tahun 2030-an. "Tapi tidak berarti pada pemanasan 1,4 semuanya bagus dan pada 1,6 semuanya neraka," kata pakar iklim NASA, Gavin Schmidt.

Dampaknya sudah terasa dalam beberapa tahun terakhir, tambahnya, termasuk kebakaran hutan yang memecahkan rekor di seluruh Australia dan Siberia, gelombang panas sekali dalam 1.000 tahun di Amerika Utara, dan curah hujan ekstrem yang menyebabkan banjir besar di Asia, Afrika, AS, dan Eropa.

hp/yp (afp, rtr, ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait