4 Negara Arab Hentikan Hubungan Diplomatik Dengan Qatar
5 Juni 2017
Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Mesir menyatakan memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar yang dituduh mendukung dan mendanai terorisme bersama Iran.
Iklan
Empat negara Arab memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar Senin pagi (5/6), memicu ketegangan diplomatik baru di Timur Tengah. Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat Arab dan Mesir menyatakan Qatar mendukung gerakan terorisme bersama-sama dengan Iran.
Negara-negara tersebut mengusir diplomat Qatar dari wilayah mereka dan menyatakan akan menghentikan hubungan darat, laut dan udara dengan Qatar. Pemerintah Qatar di bawah pimpinan Sheik Tamim bin Hamad Al-Thani (foto artikel) sejauh ini belum menanggapi terputusnya hubungan diplomatik, meski sebelumnya membantah telah mendanai kelompok-kelompok ekstremis.
Arab Saudi mengatakan pihaknya juga akan menutup perbatasan daratnya dengan Qatar, yang berarti Qatar secara efektif akan terpotong dari wilayah Semenanjung Arab.
Qatar: Musuh Di Jantung Teluk?
Perpecahan antara Qatar dan negara Teluk memuncak pada isu Iran. Tapi perselisihan telah lahir sejak beberapa dekade sebelumnya, menyusul sikap Mesir dan Arab Saudi yang ingin mendominasi haluan politik di Timur Tengah.
Foto: Getty Images/J. Ernst
Berawal dari Pidato Sang Emir
Perselisihan Qatar dengan negara-negara Teluk telah berlangsung sejak dua dekade silam. Namun pidato Emir Tamim bin Hamad al-Thani pada Mei 2017 yang secara terang-terangan menyatakan dukungan terhadap Iran, Hamas dan Ikhwanul Muslimin menutup pintu rekonsiliasi antara lima negara minyak di Teluk Persia.
Foto: picture-alliance/AP Photo/O. Faisal
Kebohongan Lewat Media
Seakan belum cukup, kantor berita pemerintah Qatar, QNA, lalu menerbitkan berita yang menyebut Doha menarik duta besar dari Arab Saudi, Bahrain, Mesir dan Uni Emirat Arab setelah menemukan adanya "konspirasi" melawan Qatar. Meski dibantah pemerintah di Doha, laporan tersebut kadung memicu ketegangan politik di Teluk.
Foto: Getty Images/J. Ernst
Eskalasi di Arab Saudi
Terutama kritik Tamin al-Thani terhadap sentimen anti Iran di Timur Tengah dianggap lancang. Setelah kunjungan Donald Trump ke Riyadh, Arab Saudi berusaha menekan negara-negara Timur Tengah yang masih menjalin hubungan baik dengan Iran. Trump sempat bertemu dengan Hamad al Thani di sela-sela kunjungannya di Riyadh. Tapi tidak jelas apakah keduanya membahas Iran dan terorisme
Foto: Getty Images/AFP/M. Ngan
Dukungan Samar Terorisme?
Perpecahan di Teluk tidak terlepas dari kebijakan luar negeri Qatar. Sejak lama negeri kecil itu bersitegang dengan AS meski bekerjasama erat di bidang militer. Washington terutama mengritik lemahnya Undang-undang anti pendanaan terorisme dan luasnya dukungan di Qatar terhadap kelompok jihadis Islam di kawasan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M.Brabu
Kisruh di Palestina
Qatar sejak lama juga menjalin hubungan erat dengan Hamas. Deklarasi Hamas pada Mei 2017 yang mengubah haluan perjuangan menjadi lebih moderat juga diyakini dibuat atas desakan Doha yang ingin menjauhkan citra negara penyokong terorisme. Pada dasarnya negara Teluk lebih suka menjalin hubungan dengan Fatah di Tepi Barat Yordan ketimbang Hamas yang bertautan dengan Ikhwanul Muslimin.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Saber
Antara Kudeta dan Kudeta
Keretakan antara Qatar dan negara-negara Arab dimulai pada kudeta damai Sheikh Hamad bin Khalifa terhadap ayahnya pada Juni 1995. Sang ayah, Emir Khalifa bin Hamad, adalah penguasa kesayangan Arab Saudi dan Mesir. Namun puteranya Hamad lebih memilih jalur independen dalam meracik politik luar negeri. Tahun 1996 sebuah kudeta yang diduga didalangi Mesir dan Arab Saudi gagal menjatuhkan Sykeih Hamad
Foto: picture-alliance/dpa
Independensi Politik
Sejak itu kebijakan luar negeri Qatar sering bersebrangan dengan Arab Saudi. Doha antara lain menjalin hubungan erat dengan Israel dan Iran (pada gambar tampak Sykeih Hamad bin Khalifa bersama bekas Presiden Iran, Mahmud Ahmadinejad). Hal tersebut dianggap duri dalam daging oleh Riyadh. Namun dukungan Qatar terhadap gerakan Islam garis keras di Timur Tengah mulai terlihat selama Musim Semi Arab.
Foto: Ilna
Hujan Duit buat Konflik
Doha tidak hanya menyokong Dewan Transisi Nasional di Libya, tetapi juga mendanai kelompok pemberontak Suriah dengan dana sebesar tiga milyar Dollar AS pada dua tahun pertama perang saudara. Financial Times juga melaporkan Doha menawarkan paket evakuasi senilai 50.000 Dollar AS untuk keluarga para gerilayawan.
Foto: Fabio Bucciarelli, AFP
Gagalnya Manuver Riyadh
Negara-negara Teluk pernah berupaya menghentikan kebijakan Doha pada 2014. Namun saat itu pemerintah Qatar mengklaim dukungan terhadap kelompok bersenjata di Timur Tengah berasal dari masyarakat, bukan pemerintah. Antara tahun 2002 hingga 2008 Arab Saudi bahkan menarik duta besarnya untuk memaksa Doha mengubah haluan. Namun manuver tersebut gagal menggerakkan Qatar.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Arus Balik di Doha?
Pengamat yakin Qatar yang lemah harus memutar haluan politik luar negerinya agar selaras dengan keinginan AS dan Arab Saudi. Washington antara lain bisa memaksa Doha untuk mencekal petinggi Hamas dan menghentikan aliran dana buat kelompok bersenjata di Suriah dan Libya. Sebaliknya hal ini akan mengakhiri independensi politik luar negeri Qatar untuk waktu lama. (Sumber: Reuters, AP, BBC, Aljazeera)
Foto: Getty Images/AFP/F. Nureldine
10 foto1 | 10
Arab Saudi, Bahrain dan Abu Dhabi juga melarang warganya berkunjung ke Qatar sekaligus meminta warganya yang berada di Qatar meninggalkan negara itu. Maskapai penerbangan Etihad Airways dari Abu Dhabi, menyatakan akan menunda semua penerbangan ke Qatar "sampai ada pemberitahuan lebih lanjut."
Tidak jelas bagaimana pemutusan hubungan diplomatik itu akan mempengaruhi penerbangan Qatar Airways, yang secara rutin terbang melalui wilayah udara Saudi. Maskapai ini hingga kini belum menanggapi kebijakan baru itu.
Qatar adalah salah satu lokasi Komando Pusat militer Amerika Serikat dengan sekitar 10.000 tentara di Pangkalan Udara al-Udeid. Belum jelas apakah keputusan ke-empat negara Arab itu akan mempengaruhi operasi militer Amerika Serikat.
Arab Saudi mengatakan keputusan drastis untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan Qatar diambil karena "dukungan terhadap berbagai kelompok teroris dan sektarian yang bertujuan untuk mengacaukan wilayah" termasuk Ikhwanul Muslimin, al-Qaida, dan kelompok-kelompok militan Islam yang didukung oleh Iran. Sementara Kementerian Luar Negeri Mesir menuduh Qatar terus mendukung kelompok teroris dan"semua upaya untuk menghentikannya mendukung kelompok teroris telah gagal."
Bahrain menuduh Qatar melakukan "hasutan lewat media serta mendukung kegiatan dan pendanaan teroris bersenjata yang terkait dengan kelompok-kelompok Iran untuk melakukan sabotase dan menyebarkan kekacauan di Bahrain".
Di Sydney, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Rex Tillerson mengatakan dia tidak percaya bahwa krisis diplomatik akan mempengaruhi perang melawan ISIS di Irak dan Suriah.
"Saya pikir, yang kita saksikan saat ini adalah daftar ketidakpercayaan yang terus berlanjut di negara-negara itu untuk beberapa waktu, dan mereka geram untuk mengambil tindakan agar hal itu segera ditangani," kata Tillerson. "Kami tentu akan mendorong para pihak untuk duduk bersama dan mengatasi perbedaan ini," tandasnya.
Ketegangan diplomatik baru di Timur Tengah ini memicu naiknya minyak global sebanyak 1,24 persen menjadi $ 50,57 per barel pada awal perdagangan di bursa-bursa Asia.
Siapa Yang Berperang di Konflik Suriah?
Konflik di Suriah memasuki babak baru setelah militer Turki melancarkan serangan terhadap posisi milisi Kurdi di timur laut Suriah. Inilah faksi-faksi yang berperang di Suriah.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
Perang Tiada Akhir
Suriah telah dilanda kehancuran akibat perang saudara sejak 2011 setelah Presiden Bashar Assad kehilangan kendali atas sebagian besar negara itu karena berbagai kelompok revolusioner. Sejak dari itu, konflik menarik berbagai kekuatan asing dan membawa kesengsaraan dan kematian bagi rakyat Suriah.
Foto: picture alliance/abaca/A. Al-Bushy
Kelompok Loyalis Assad
Militer Suriah yang resminya bernama Syrian Arab Army (SAA) alami kekalahan besar pada 2011 terhadap kelompok anti-Assad yang tergabung dalam Free Syrian Army. SAA adalah gabungan pasukan pertahanan nasional Suriah dengan dukungan milisi bersenjata pro-Assad. Pada bulan September, Turki meluncurkan invansi militer ketiga dalam tiga tahun yang menargetkan milisi Kurdi.
Foto: picture alliance/dpa/V. Sharifulin
Militer Turki
Hampir semua negara tetangga Suriah ikut terseret ke pusaran konflik. Turki yang berbatasan langsung juga terimbas amat kuat. Berlatar belakang permusuhan politik antara rezim di Ankara dan rezim di Damaskus, Turki mendukung berbagai faksi militan anti-Assad.
Foto: picture alliance/dpa/S. Suna
Tentara Rusia
Pasukan dari Moskow terbukti jadi aliansi kuat Presiden Assad. Pasukan darat Rusia resminya terlibat perang 2015, setelah bertahun-tahun menyuplai senjata ke militer Suriah. Komunitas internasional mengritik Moskow akibat banyaknya korban sipil dalam serangan udara yang didukung jet tempur Rusia.
Sebuah koalisi pimpinan Amerika Serikat yang terdiri lebih dari 50 negara, termasuk Jerman, mulai menargetkan Isis dan target teroris lainnya dengan serangan udara pada akhir 2014. Koalisi anti-Isis telah membuat kemunduran besar bagi kelompok militan. AS memiliki lebih dari seribu pasukan khusus di Suriah yang mendukung Pasukan Demokrat Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Images/US Navy/F. Williams
Pemberontak Free Syrian Army
Kelompok Free Syrian Army mengklaim diri sebagai sayap moderat, yang muncul dari aksi protes menentang rezim Assad 2011. Bersama milisi nonjihadis, kelompok pemberontak ini terus berusaha menumbangkan Presiden Assad dan meminta pemilu demokratis. Kelompok ini didukung Amerika dan Turki. Tapi kekuatan FSA melemah, akibat sejumlah milisi pendukungnya memilih bergabung dengan grup teroris.
Foto: Reuters
Pemberontak Kurdi
Perang Suriah sejatinya konflik yang amat rumit. Dalam perang besar ada perang kecil. Misalnya antara pemberontak Kurdi Suriah melawan ISIS di utara dan barat Suriah. Atau juga antara etnis Kurdi di Turki melawan pemerintah di Ankara. Etnis Kurdi di Turki, Suriah dan Irak sejak lama menghendaki berdirinya negara berdaulat Kurdi.
Foto: picture-alliance/AA/A. Deeb
Islamic State ISIS
Kelompok teroris Islamic State (Isis) yang memanfaatkan kekacauan di Suriah dan vakum kekuasaan di Irak, pada tahun 2014 berhasil merebut wilayah luas di Suriah dan Irak. Wajah baru teror ini berusaha mendirikan kekalifahan, dan namanya tercoreng akibat genosida, pembunuhan sandera serta penyiksaan brutal.
Foto: picture-alliance/dpa
Afiliasi Al Qaeda
Milisi teroris Front al-Nusra yang berafiliasi ke Al Qaeda merupakan kelompok jihadis kawakan di Suriah. Kelompok ini tidak hanya memerangi rezim Assad tapi juga terlibat perang dengan pemberontak yang disebut moderat. Setelah merger dengan sejumlah grup milisi lainnya, Januari 2017 namanya diubah jadi Tahrir al-Sham.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Nusra Front on Twitter
Pasukan Iran
Iran terlibat pusaran konflik dengan mendukung rezim Assad. Konflik ini juga jadi perang proxy antara Iran dan Rusia di satu sisi, melawan Turki dan AS di sisi lainnya. Teheran berusaha menjaga perimbangan kekuatan di kawasan, dan mendukung Damaskus dengan asistensi startegis, pelatihan militer dan bahkan mengirim pasukan darat.