1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

5 Alasan yang Bisa Memberi Harapan bagi Perlindungan Iklim

22 Desember 2023

Ketika banyak laporan muram bermunculan tentang perubahan iklim, masih ada hal-hal yang memberikan harapan bagi dunia dalam upaya perlindungan iklim. Inilah lima alasan untuk tetap berharap akan adanya perbaikan.

Aksi Fridays for Future di Jerman
Aksi Fridays for Future di JermanFoto: Gero Rueter/DW

Dengan emisi karbon yang diperkirakan mencapai rekor tertinggi tahun ini dan gagalnya tindakan iklim global, banyak pihak mulai putus asa menghadapi krisis iklim Namun menurut studi baru yang dilakukan lembaga pemikir Jerman, New Climate Institute, masih ada alasan untuk tetap berharap.

Studi ini mengamati kemajuan teknologi dan masyarakat dalam membatasi pemanasan hingga 1,5 derajat Celcius, seperti yang disepakati di Paris pada tahun 2015. Para penulis berpendapat bahwa pemahaman tentang penyebab dan dampak perubahan iklim telah berkembang pesat sejak Perjanjian Paris diadopsi.

Kesadaran warga dunia akan iklim semakin tinggi

Perubahan iklim kini telah menjadi isu utama dan dibicarakan oleh sebagian besar masyarakat, dan liputan media juga meningkat, begitu juga disinformasi iklim dan berita-berita palsu.

Meningkatnya kesadaran ini telah menyulut lebih banyak protes iklim, di mana generasi muda memimpin seruan global untuk melakukan tindakan segera dalam gerakan-gerakan seperti Fridays for Future, Extinction Rebellion, Just Stop Oil dan Last Generation.

Laporan ini menyoroti meningkatnya gelombang litigasi iklim terhadap negara dan perusahaan. Para penggugat telah mendorong kepatuhan terhadap undang-undang perlindungan lingkungan dan iklim dengan beberapa keberhasilan. Jerman misalnya telah mengesahkan undang-undang untuk mempercepat pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030, setelahkeputusan Mahkamah Konstitusi Federal tahun 2021 menuntut hal itu.

Bahan bakar bensin untuk kendaraan akan digantikan dengan energi listrikFoto: Sven Hoppe/dpa/picture alliance

Perekonomian "net-zero" kini sudah siap

Sebelum Perjanjian Paris, menurut para penulis, kebijakan iklim berfokus pada pengurangan emisi di sektor-sektor tertentu. Saat ini, mencapai "net zero", atau emisi nol, sudah menjadi tujuan banyak negara, wilayah, dan kota-kota di seluruh dunia.

Pada akhir tahun 2021, 90% perekonomian global menerapkan semacam target net-zero yang mengarah pada diskusi mengenai dekarbonisasi penuh. "Hal itu sebelumnya tidak dapat diterima secara politis,” kata laporan itu.

Investasi ramah iklim meningkat

Peningkatan ambisi ini belum menghasilkan pengurangan emisi global, namun para penulis menyebutkan bahwa dunia berada pada jalur yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Investasi berkelanjutan merupakan upaya khusus lebih dari satu dekade yang lalu, dan "kini telah menjadi model standar di dunia keuangan,” menurut laporan tersebut.

Ancaman litigasi perubahan iklim terhadap perusahaan juga semakin meningkat. Dunia usaha dan investor semakin merespons tekanan masyarakat untuk melakukan perubahan dan menyadari semakin besarnya risiko perubahan iklim terhadap bisnis mereka.

Para penulis juga mencatat bahwa risiko investasi pada bahan bakar fosil mungkin akan segera terhenti dan membuat bank-bank semakin enggan membiayai pembangkit listrik tenaga batu bara yang baru.

Sistem energi sedang bertransformasi

Banyak perusahaan kini mempublikasikan risiko iklim mereka, sebagian karena inisiatif sendiri atau karena dituntut oleh undang-undang baru. Dari 500 perusahaan terbesar AS yang terdaftar di lembaga pemeringkat kredit Standard & Poor's, lebih dari 70% jtelah mengungkapkan target emisi mereka.

Meski begitu, menurut para penulis studi, model bisnis berbasis minyak dan gas masih sangat menguntungkan dan masih mendominasi pasar. Model bisnis memang tengah mengalami perubahan, namun terlalu lambat. Lobi perusahaan sering kali menghambat aksi iklim.

Biaya energi terbarukan telah turun dalam dekade terakhir dengan kecepatan yang lebih cepat dari perkiraan awwal. Bahan bakar terbarukan sekarang lebih murah dibandingkan bahan bakar fosil di 90% dunia, dan merupakan sumber pembangkit listrik massal termurah.

Energi terbarukan, seperti tenaga surya dan angin, yang menjadi inti sistem energi global sudah "merupakan hal yang normal,” menurut para penulis. Penghentian penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap "bukan lagi persoalan 'mungkinkah', melainkan 'kapan'". (hp/yf)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW? Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait