1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAmerika Serikat

50 Tahun Upaya Pembunuhan Terhadap Presiden AS

15 Juli 2024

Presiden dan calon presiden AS kerap jadi sasaran pembunuhan, mulai dari motif politik hingga obsesi terhadap aktor Hollywood. DW mengulas upaya serangan-serangan itu sepanjang lima dekade.

Presiden John F. Kennedy, sesaat sebelum penembakannya pada 22 November 1963
Presiden John F. Kennedy, sesaat sebelum penembakannya pada 22 November 1963Foto: United Archives/picture alliance

Pada tanggal 13 Juli, suara tembakan terdengar pada rapat umum kampanye Donald Trump di Butler, Pennsylvania. Salah satu tembakan mengenai telinga kanan mantan presiden tersebut namun lukanya tidak terlalu parah. Dua peserta rapat umum terluka parah, dan satu orang tewas. Agen Dinas Rahasia AS menembak dan membunuh pria bersenjata itu.

Penyelidik AS di FBI belum merilis rincian tentang apa yang mereka yakini telah memotivasi pria berusia 20 tahun itu untuk menembak mantan presiden tersebut saat kampanye. Laporan media AS menyebutkan tersangka, yang terbunuh di tempat kejadian, adalah seorang anggota Partai Republik, meskipun ia pernah menyumbangkan uang ke platform penggalangan dana Partai Demokrat.

Serangan itu diperlakukan sebagai "upaya pembunuhan", kata FBI. Bagi banyak orang Amerika, penembakan ini mengingatkan pada upaya serupa dalam sejarah Amerika, seperti penembakan Ronald Reagan dan keluarga Kennedy.

1981: Ronald Reagan

Seorang pria bersenjata menembak Presiden Ronald Regan ketika dia meninggalkan acara ceramah di hotel Hilton di Washington. Pria bersenjata, John Hinckley, Jr., melepaskan tembakan dari kerumunan di sekitar limusin Reagan.

Hinckley berusia 25 tahun saat itu dan menderita psikosis akut. Dia pikir jika dia menembak Reagan, aktris Jodie Foster mungkin akan memperhatikannya. Pada tahun 1982, ia dinyatakan tidak bersalah dengan alasan kegilaan dan diperintahkan untuk menjalani perawatan di rumah sakit jiwa.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Reagan menghabiskan hampir dua minggu di rumah sakit setelah salah satu peluru Hinckley memantul dari limusin kepresidenan dan mengenai dia. Peluru itu menyerempet tulang rusuk dan nyaris mengenai jantungnya. Peringkat persetujuan publik terhadap Reagan meningkat setelah upaya pembunuhan tersebut.

Hinckley dibebaskan dari pengawasan psikiatris pada tahun 2022 dan telah berusaha membuktikan dirinya sebagai pelukis dan penyanyi folk. Namun, dia masih dikaitkan dengan upaya pembunuhan tersebut, dan beberapa konsernya telah dibatalkan.

"Saya tahu saya dikenal karena tindakan kekerasan,” kata Hinckley kepada stasiun berita Connecticut WTNH awal tahun ini. "Tetapi saya adalah orang yang benar-benar berbeda dibandingkan tahun 1981. Saya mendukung perdamaian sekarang.”

Penembakan itu adalah kali terakhir seorang presiden atau mantan presiden terluka dalam upaya pembunuhan hingga serangan 13 Juli terhadap Trump.

1972: Gerald Ford

Seorang gubernur Alabama, George Wallace, sedang berkampanye untuk pencalonan presiden dari Partai Demokrat di pusat perbelanjaan Maryland ketika dia ditembak lima kali oleh Arthur Bremer.

Wallace adalah seorang segregasionis, populis, dan rasis yang terkenal. Dalam pidatonya, dia berbicara tentang bagaimana orang kulit putih Amerika "dilupakan". Bremer menembak Wallace setelah pidatonya. Upaya pembunuhan tersebut melumpuhkan Wallace dari pinggang ke bawah.

Bremer telah menulis buku harian deskriptif yang kejam tentang keinginannya untuk membunuh Wallace atau Richard Nixon dan diduga termotivasi oleh ketenaran yang akan ditimbulkan oleh pembunuhan tersebut. Dia dibebaskan dari penjara pada tahun 2007.

Adapun Wallace, dia melanjutkan politik negara bagian dan akhirnya meminta maaf kepada orang kulit hitam Amerika atas perpecahan yang telah dia buat.

1968: Robert Kennedy

Saat berkampanye untuk pencalonan presiden dari Partai Demokrat, Robert Kennedy ditembak tiga kali di Hotel Ambassador di Los Angeles, California, pada tanggal 5 Juni oleh Sirhan Sirhan dan meninggal keesokan harinya. Sirhan berhasil ditundukkan oleh beberapa orang di ballroom tempat terjadinya penembakan. Lima orang lainnya juga tertembak dalam kejadian tersebut, namun semuanya pulih.

Pembunuhan tersebut berdampak besar pada pemilihan presiden tahun 1968 dan terjadi hanya dua bulan setelah pembunuhan pemimpin hak-hak sipil Martin Luther King, Jr., yang menambah kekacauan politik pada akhir tahun 1960-an.

Sirhan, seorang Palestina, mengatakan konflik di Timur Tengah memotivasi dia untuk menembak Robert Kennedy, terutama karena dukungan Kennedy terhadap Israel dan janji kampanyenya untuk mengirim 50 jet tempur ke Israel jika terpilih sebagai presiden. Sirhan divonis bersalah pada 17 April 1969 dan dijatuhi hukuman mati di kamar gas. Hukuman itu kemudian diubah menjadi penjara seumur hidup.

1963: John F. Kennedy

Presiden Kennedy dibunuh di pusat kota Dallas, Texas, oleh Lee Harvey Oswald saat mengendarai iring-iringan mobil bersama istrinya, Jacqueline, pada tanggal 22 November. Kennedy segera dibawa ke Rumah Sakit Parkland Memorial, di mana dia meninggal.

Tak lama setelah pembunuhan tersebut, polisi menangkap Lee Harvey Oswald setelah menemukan tempat penembak jitu di Texas School Book Depository.

Komisi Warren yang menyelidiki pembunuhan tersebut menyimpulkan pada tahun 1964 bahwa Oswald, seorang mantan marinir yang pernah tinggal di Uni Soviet, bertindak sendirian. Oswald menyatakan bahwa dia tidak bersalah ketika ditangkap, dengan menyatakan bahwa dia adalah seorang "patsy" dan hanya ditahan karena dia pernah tinggal di Uni Soviet.

Oswald ditembak dan dibunuh oleh Jack Ruby, pemilik klub malam Dallas, saat dibawa dari markas polisi ke penjara negara dua hari setelah pembunuhan John F. Kennedy.

Pembunuhan Kennedy memunculkan serangkaian teori konspirasi dan masih menjadi topik perdebatan luas.

Kennedy adalah presiden AS keempat yang dibunuh dan yang terakhir meninggal saat menjabat. Tiga presiden lainnya yang dibunuh adalah: Abraham Lincoln (1865), James Garfield (1881) dan William McKinley (1901). (ap/hp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait