Setelah mengkudeta hasil pemilu 2020, pemimpin militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing janjikan pemilu baru pada Agustus 2023. PBB mendesak Myanmar kembali ke demokrasi dan ASEAN bahas rencana dialog baru.
Iklan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada hari Senin (02/08) menyebut penundaan pemilu dan perpanjangan keadaan darurat yang diumumkan rezim militer Myanmar sebagai langkah ke arah yang salah dari seruan internasional untuk pemulihan demokrasi.
"Itu tidak membawa ke arah yang benar,'' kata juru bicara PBB Stephane Dujarric. "Ini membuat kita semakin menjauh dari apa yang telah diserukan. Negara-negara anggota telah menyerukan untuk kembali ke pemerintahan demokratis, pembebasan semua tahanan politik, penghentian kekerasan, dan penumpasan,'' lanjutnya.
Enam bulan setelah merebut kekuasaan dari pemerintahan terpilih dengan kekerasan militer, pemimpin militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing pada Minggu (01/08) mengatakan keadaan darurat akan berlangsung sampai Agustus 2023 dan berjanji akan "mengadakan pemilihan umum multipartai tanpa cacat" setelah itu.
Keadaan darurat diumumkan setelah militer bergerak mengkudeta pemerintahan terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari. Pemerintahan militer secara resmi membatalkan hasil pemilihan November 2020 pada 27 Juli lalu dan menunjuk komisi pemilihan baru untuk mengambil alih pemilihan. Militer mengklaim sepihak, kemenangan telak partai Aung San Suu Kyi dicapai melalui kecurangan yang luas, tanpa menunjukkan bukti-bukti yang kredibel.
AS desak ASEAN ambil langkah tegas
Pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan, rencana para jenderal yang berkuasa di Myanmar untuk mengadakan pemilihan dalam dua tahun menunjukkan bahwa mereka hanya mengulur-ulur waktu. AS mendesak negara-negara Asia Tenggara untuk meningkatkan tekanan lebih tegas lagi.
Iklan
"Jelas bahwa junta Burma hanya mengulur waktu dan ingin terus memperpanjang waktu untuk keuntungannya sendiri," kata pejabat yang menolak disebut namanya itu kepada wartawan menjelang pertemuan tingkat menteri pekan ini antara AS dan 10 negara anggota ASEAN, yang juga mencakup Myanmar.
"Jadi, makin banyak alasan mengapa ASEAN harus terlibat dalam hal ini dan ... menjunjung tinggi kesepakatan lima poin yang juga ditandatangani Myanmar," katanya merujuk hasil konsultasi para pemimpin ASEAN dalam KTT di Jakarta akhir April lalu.
Potret Aksi Protes Nasional Menentang Kudeta Militer di Myanmar
Warga Myanmar melakukan protes nasional menentang kudeta militer. Berbagai kalangan mulai dari dokter, guru, dan buruh menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemulihan demokrasi Myanmar.
Foto: AFP/Getty Images
Dokter dan perawat di garda depan
Kurang dari 24 jam setelah kudeta militer, para dokter dan perawat dari berbagai rumah sakit mengumumkan bahwa mereka melakukan mogok kerja. Mereka juga mengajak warga lainnya untuk bergabung dalam kampanye pembangkangan sipil.
Foto: REUTERS
Koalisi protes dari berbagai kalangan
Sejak ajakan pembangkangan sipil tersebut, para pelajar, guru, buruh dan banyak kelompok sosial lainnya bergabung dalam gelombang protes. Para demonstran menyerukan dan meneriakkan slogan-slogan seperti "Berikan kekuatan kembali kepada rakyat!" atau "Tujuan kami adalah mendapatkan demokrasi!"
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
Para biksu mendukung gerakan protes
Para Biksu juga turut dalam barisan para demonstran. "Sangha", komunitas monastik di Myanmar selalu memainkan peran penting di negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha ini.
Foto: AP Photo/picture alliance
Protes nasional
Demonstrasi berlangsung tidak hanya di pusat kota besar, seperti Yangon dan Mandalay, tetapi orang-orang juga turun ke jalan di daerah etnis minoritas, seperti di Negara Bagian Shan (terlihat di foto).
Foto: AFP/Getty Images
Simbol tiga jari
Para demonstran melambangkan simbol tiga jari sebagai bentuk perlawanan terhadap kudeta militer. Simbol yang diadopsi dari film Hollywood "The Hunger Games" ini juga dilakukan oleh para demonstran di Thailand untuk melawan monarki.
Foto: REUTERS
Dukungan dari balkon
Bagi warga yang tidak turun ke jalan untuk berunjuk rasa, mereka turut menyuarakan dukungan dari balkon-balkon rumah mereka dan menyediakan makanan dan air.
Foto: REUTERS
Menuntut pembebasan Aung San Suu Kyi
Para demonstran menuntut dikembalikannya pemerintahan demokratis dan pembebasan Aung San Suu Kyi serta politisi tingkat tinggi lain dari partai yang memerintah Myanmar secara de facto, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Militer menangkap Aung San Suu Kyi dan anggota NLD lainnya pada hari Senin 1 Februari 2021.
Foto: Reuters
Dukungan untuk pemerintahan militer
Pendukung pemerintah militer dan partai para jenderal USDP (Partai Solidaritas dan Pembangunan Persatuan), juga mengadakan beberapa demonstrasi terisolasi di seluruh negeri.
Foto: Thet Aung/AFP/Getty Images
Memori Kudeta 1988
Kudeta tahun 1988 selalu teringat jelas di benak warga selama protes saat ini. Kala itu, suasana menjadi kacau dan tidak tertib saat militer diminta menangani kondisi di tengah protes anti-pemerintah. Ribuan orang tewas, puluhan ribu orang ditangkap, dan banyak mahasiswa dan aktivis mengungsi ke luar negeri.
Foto: ullstein bild-Heritage Images/Alain Evrard
Meriam air di Naypyitaw
Naypyitaw, ibu kota Myanmar di pusat terpencil negara itu, dibangun khusus oleh militer dan diresmikan pada tahun 2005. Pasukan keamanan di kota ini telah mengerahkan meriam air untuk melawan para demonstran.
Foto: Social Media via Reuters
Ketegangan semakin meningkat
Kekerasan meningkat di beberapa wilayah, salah satunya di Myawaddy, sebuah kota di Negara Bagian Kayin selatan. Polisi menembakkan gas air mata dan peluru karet.
Foto: Reuters TV
Bunga untuk pasukan keamanan
Militer mengumumkan bahwa penentangan terhadap junta militer adalah tindakan melanggar hukum dan ''pembuat onar harus disingkirkan''. Ancaman militer itu ditanggapi dengan bentuk perlawanan dari para demonstran, tetapi juga dengan cara yang lembut seperti memberi bunga kepada petugas polisi. Penulis: Rodion Ebbighausen (pkp/ gtp)
Foto: Ye Aung Thu/AFP/Getty Images
12 foto1 | 12
ASEAN cari kemungkinan dialog baru
Konsultasi AS-ASEAN melibatkan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan para menteri luar negeri ASEAN akan mencoba mencari jalan untuk dialog baru. Konsultasi itu juga akan membahas masalah-masalah lain di kawasan dan pelanggaran HAM Cina di Xinjinag terhadap etnis Uighur.
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi direncanakan akan bertemu langsung dengan Anthony Blinken di Washington minggu ini, sementara Wakil Menteri Luar Negeri AS Wendy Sherman sebelumnya mengunjungi Indonesia dan Thailand serta Kamboja - yang sering dianggap sebagai negara ASEAN yang paling pro-Beijing.
Selain pembicaraan tingkat menteri AS-ASEAN, Anthony Blinken juga akan berpartisipasi secara virtual minggu ini dalam pertemuan tingkat menteri KTT Asia Timur, Forum Regional ASEAN (ARF), dan konsultasi Kemitraan Mekong-AS.