60 Tahun Konvensi Jenewa
12 Agustus 2009Konvensi Jenewa diharapkan memberi batasan sejauh mana tindakan-tindakan yang boleh dilakukan dalam situasi perang, dan terutama melindungi penduduk sipil. Juga 60 tahun setelah pengesahannya, keempat Konvensi Jenewa tetap masih relevan. Demikian disampaikan Philip Spoerri Direktur untuk hukum bangsa-bangsa pada Komite Internasional Palang Merah, ICRC. Dewasa ini mematuhi Konvensi Jenewa dalam konflik bersenjata sudah merupakan ketentuan.
"Namun kami juga melihat banyak pelanggaran. Tetap menjadi tantangan besar untuk melaksanakan konvensi tersebut. Meskipun demikian menghormatinya merupakan ketentuan. Tentu tidak pernah dilaporkan kapan Konvensi Jenewa berfungsi, melainkan hanya jika terjadi pelanggaran. Dan juga penting untuk melaporkan bila terjadi pelanggaran berat. Tapi tanpa konvensi tersebut realitanya akan lebih buruk," Spoerri menjelaskan.
Dalam keempat Konvensi Jenewa, negara-negara penandatangan terutama berkewajiban melindungi korban luka, mereka yang sakit dan para pengungsi, seperti halnya petugas medis, ambulans dan rumah sakit. Selain itu tercantum peraturan rinci untuk menangani tahanan perang.
Konvensi Jenewa juga dilengkapi tiga protokol tambahan dari tahun 1977 dan 2005. Demikian juga larangan penggunaan ranjau dan bom curah yang disepakati dalam Perjanjian Ottawa dan Oslo, beranjak dari Konvensi Jenewa dan melengkapinya.
Dalam Konvensi Jenewa juga ditetapkan spektrum kegiatan Komite Internasional Palang Merah ICRC. Misalnya Palang Merah diijinkan mengunjungi tahanan perang atau mengorganisir aksi bantuan. Selain itu Konvensi Jenewa menetapkan tugas Palang Merah untuk menyatukan keluarga yang terpisah.
Konvensi Jenewa berakar dari pertempuran di Solferino, Italia Utara tahun 1859. Momentum inilah yang melahirkan gagasan pengusaha Swiss Henri Dunant yang menjadi saksi mata pertempuran di Solferino untuk mendirikan Palang Merah. Namun menurut juru bicara ICRC Florian Westphal, sejak tahun 1859, konflik militer mengalami perubahan secara mendasar.
"Di Solferino terdapat 40 ribu tentara yang tewas dan luka-luka. Tapi hanya 9 warga sipil yang tewas. Dalam peperangan dewasa ini, situasinya jauh berubah. Kini korban utamanya adalah warga sipil, dan itu membuat tugas kami jauh lebih rumit," papar Westphal.
Komite Internasional Palang Merah kini mempublikasikan hasil studi yang dilakukan di 8 negara yang paling banyak dilanda konflik, misalnya Libanon. Separuh dari para responden yang ditanya mengenal Konvensi Jenewa, dikatakan Philip Spoerri.
"Semua responden yang ditanya mendukung dan mengakui gagasan dasar Konvensi Jenewa, terutama bahwa penduduk sipil tidak boleh diserang, melindungi objek sipil dan sekaligus mengatakan pelaksanaannya harus diperkuat," lebih lanjut Spoerri.
Komite Internasional Palang Merah sudah mempertimbangkan untuk merevisi Konvensi-konvensi Jenewa. Sejumlah pasal harus disesuaikan dengan situasi saat ini dan direalisir.
Pascal Lechler/Dyan Kostemans
Editor: Asril Ridwan