Ribuan Warga Rohingya Terdampar di Perbatasan Bangladesh
29 Agustus 2017
Ribuan warga Rohingya terdampar di perbatasan Bangladesh pasca bentrokan yang kembali merebak di antara tentara Myanmar dan milisi Rohignya. Sekjen PBB pun mendesak agar Bangladesh tak berkeras hati menghalau pengungsi.
Iklan
Mohammad Ismail bernaung di bawah tenda plastik saat hujan deras turun di perbatasan Bangladesh. Ismail turut membawa keluarga serta anak lelakinya yang baru lahir. "Petugas perbatasan mengizinkan kami berlindung di tempat ini, tapi sekarang saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan kepada putra saya," ungkapnya kepada AFP sambil menunjuk putra kecilnya yang menggigil kedinginan.
Meski dilarang, penjaga perbatasan terkadang memperbolehkan warga Rohingya memasuki daerah Bangladesh di dekat perbatasan dan mendirikan tenda darurat untuk mereka. "Kami sebenarnya diperintahkan untuk mencegah warga Rohingya memasuki Bangladesh," ujar salah satu penjaga yang tidak ingin disebut namanya. "Tapi bagaimana saya bisa tega menolak untuk melindungi bayi yang baru lahir ini yang sekarat karena kedinginan?" katanya lebih lanjut.
Pengungsi Rohingya - Ditindas dan Diperas
Pengungsi Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh sering terdampar di Malaysia dan Indonesia, setelah menjadi korban pemerasan dan penipuan sindikat perdagangan manusia.
Foto: Reuters
Pelayaran Maut
Setiap tahun, ribuan pengungsi Rohingya asal Myanmar dan pencari suaka asal Bangladesh berlayar menuju Malaysia dan Indonesia dengan kapal-kapal dari sindikat perdagangan manusia. Dalam tiga bulan pertama 2015, PBB memperkirakan ada 25.000 pengungsi yang berangkat, kebanyakan dari kamp-kamp gelap di Thailand.
Foto: Asiapics
Lemah dan Kelelahan
Para pedagang manusia membawa pengungsi dengan kapal lalu meninggalkan mereka di laut, sering tanpa makanan dan minuman. Kelompok ini terdampar 10 Mei 2015 di daerah pesisir Aceh Utara, lalu diselamatkan otoritas Indonesia dan ditampung di sebuah stadion. Kebanyakan dalam kondisi lemah dan kelelahan.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perempuan dan Anak-Anak
Sekitar 600 pengungsi tiba di Aceh Utara dengan empat kapal. Pada saat yang sama, lebih 1000 pengungsi ditahan polisi Malaysia dekat Pulau Langkawi. Diantara pengungsi yang berhasil diselamatkan, banyak anak-anak dan perempuan.
Foto: Reuters/R. Bintang
Tertindas dan Tanpa Kewarganegaraan
Myanmar menganggap warga Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan menolak memberi mereka status warga negara, sekalipun mereka telah tinggal puluhan tahun di negara itu. Banyak warga Rohingya melihat pengungsian sebagai satu-satunya jalan untuk mendapat suaka politik di tempat lain. Tujuan akhir mereka adalah Australia.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perbudakan Modern
Para pengungsi Rohingya harus membayar sampai 200 dolar AS untuk sampai ke Malaysia kepada pedagang manusia. Mereka lalu dibawa dengan kapal yang penuh sesak, sering tanpa makanan dan minuman. Mereka biasanya dibawa lebih dulu ke kamp-kamp penampungan gelap di Thailand dan diperlakukan seperti budak.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Yulinnas
Gelombang Pengungsi
Asia Tenggara selama beberapa tahun terakhir menjadi salah satu kawasan transit pengungsi, dipicu oleh konflik dan penindasan di beberapa tempat. Di kawasan Asia Pasifik diperkirakan ada sekitar 11,7 juta pengungsi yang jadi korban sindikat perdagangan manusia, terutama di kawasan Mekong Besar, Kamboja, Cina, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam.
Selain Ismail, ada pula seorang anak perempuan berusia 11 tahun bernama Marium yang terpisah dari orangtuanya. "Saya sedang di kamar mandi, saat petugas perbatasan mengusir orang tua saya. Dimana saya harus menemukan mereka sekarang?" ungkap Marium mengadu kepada wartawan APF sambil berurai air mata.
Tak hanya Ismail dan Marium, 6000 warga Rohingya diperkirakan melarikan diri dari ancaman kekerasan di Myanmar dan terdampar di dekat Bangldesh, demikian pernyataan resmi pejabat senior Bangladesh, Selasa (29/08). Sementara petugas BGB memperkirakan jumlah warga Rohignya yang berusaha memasuki perbatasan Bangladesh bisa bertambah hingga 10.000 orang, kemungkinan mereka masih bersembunyi di perbukitan dan hutan.
Rohingya: Genosida di Pelupuk Mata
Minoritas muslim di Myanmar hidup di bawah kezaliman mayoritas. Mereka terusir dari rumah sendiri, tidak memiliki kewarganegaraan dan selamanya dinistakan. Inilah potret kelompok etnis paling tertindas di dunia saat ini.
Foto: AP
Pelarian Kaum Terbuang
Sering disebut sebagai minoritas paling teraniaya di dunia, eksistensi Rohingya di Myanmar ibarat bertepuk sebelah tangan. Mereka tidak diakui sebagai warga negara, tidak punya hak sipil dan terjajah di tanah sendiri. Hingga kini ratusan ribu kaum Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Foto: Getty Images/Afp/C. Archambault
Warisan Kolonialisme
Konflik antara etnis di Myanmar adalah warisan era kolonialisme. Sejak Inggris menduduki kawasan Arakan alias Rakhine 1825, ratusan ribu kaum muslim Bangali diangkut ke Rakhine untuk bekerja. Inggris juga membangun sistem Zamindari yang mengizinkan tuan tanah asal Bangladesh menduduki lahan-lahan milik masyarakat pribumi.
Foto: Reuters
"Buruh Ilegal"
Membanjirnya buruh migran asal Chittagong mendorong pertumbuhan perekonomian kolonial di Rakhine. Namun masyarakat pribumi kian tersisih. Sejahrawan mencatat, saat itu mayoritas Buddha di Rakhine meyakini lahan dan lapangan kerja buat mereka dirampas oleh "kaum pendatang ilegal."
Foto: Getty Images/Afp/C. Archambault
Separatisme Kelompok Islam
Pada dekade 1940an, sebagian warga muslim Rohingya mendeklarasikan kesetiaan pada Pakistan yang dipimpin Muhammad Ali Jinnah. Mereka bahkan mengundang Islamabad untuk menduduki Rakhine. Ketika ditolak, kelompok tersebut melancarkan gerakan jihad yang bertujuan membentuk negara Islam di utara Rakhine.
Foto: Getty Images
Pembantaian di Arakan
Ketegangan etnis di Rakhine meruncing setelah Inggris mempersenjatai kelompok muslim Rohingya untuk melawan pasukan Jepang selama Perang Dunia II. Celakanya pasukan yang diberi nama Chittagonian V Force itu lebih banyak meneror warga pribumi beragama Buddha yang cendrung mendukung Jepang. Puncaknya terjadi pada 1942 ketika warga Buddha terlibat saling bantai dengan gerilayawan Rohingya.
Foto: Reuters/Soe Zeya Tun
Tanpa Pengakuan
Setelah kemerdekaan, Myanmar tahun 1948 menetapkan Undang-Undang kewarganegaraan yang tidak mencantumkan Rohingya sebagai salah satu etnis yang diakui negara. Buntutnya etnis minoritas itu tidak mendapat kewarganegaraan dan semakin rentan terhadap diskriminasi.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Petaka di Negeri Jiran
Situasi di negara bagian Rakhine kian runyam menyusul Perang Kemerdekaan Bangladesh 1971 yang mendorong eksodus pengungsi ke Myanmar. Tahun 1975 Duta Besar Bangaldesh di Myanmar, Khwaja Mohammed Kaiser, mengakui ada sekitar 500.000 pengungsi Bangladesh yang melarikan diri ke Rakhine.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Arus Balik
Negosiasi pemulangan pengungsi Bangladesh berlangsung alot antara dua pemerintah. Bangladesh ironisnya menolak mengakui sekitar 200.000 pengungsi yang telah dipulangkan oleh Myanmar. Setelah melewati perundingan panjang, Myanmar setuju menampung para pengungsi tersebut. Proses pemulangan pengungsi pada dekade 1990an yang berada di bawah pengawasan PBB itu berlangsung brutal.
Foto: DW/C. Kapoor
Genosida di Pelupuk Mata
Proses rekonsiliasi antara etnis Rohingya dan mayoritas Buddha di Rakhine berakhir pahit menyusul kerusuhan 2012. Dipicu oleh pemerkosaan dan pembunuhan perempuan Rakhine oleh tiga pria muslim, mayoritas Buddha menyisir kawasan muslim dan membantai 200 penduduk Rohingya. Lebih dari 100.000 ribu terpaksa mengungsi dan kebencian terhadap etnis Rohingya semakin membara di Myanmar.
Foto: picture-alliance/dpa
Bedil Menyalak
Jurang antara mayoritas di Myanmar dengan minoritas muslim melebar seiring perang kemerdekaan yang dilancarkan kaum radikal Islam. Berbagai kelompok, antara lain Rohingya Solidarity Organisation (RSO), mengimpikan negara Islam tanpa kaum Buddha Myanmar. November 2016 silam sekitar 69 gerilayawan separatis Rohingya dan 17 aparat keamanan Myanmar tewas dalam aksi baku tembak di utara Rakhine
Foto: AP
10 foto1 | 10
Bangladesh menolak pengungsi Rohingya
Sejak Jumat (25/08) Bangladesh menolak ribuan warga sipil dari kelompok minoritas Muslim yang ingin memasuki negara mereka, pasca bentrokan yang kembali merebak di antara tentara Myanmar dengan pasukan militan Rohingya di daerah dekat Rakhine.
Petugas PBB yang menangani pengungsi mengungkapkan dalam tiga hari terakhir sekitar 3000 orang berusaha mengungsi ke Bangladesh, namun sebagian besar diberhentikan di perbatasan meskipun bentrokan masih terjadi di desa-desa terdekat.
"Kemarin malam kami mendengar suara tembakan senjata otomatis yang berlangsung berkali-kali, lalu kami melihat asap mengepul dari desa-desa yang terbakar di seberang perbatasan sana," ujar petugas senior BGB kepada AFP saat mengacu kepada warga Rohigya.
Segala cara demi menghalau Rohingya
Bangladesh saat ini menampung lebih dari 400.000 warga Rohingya di tempat pengungsian. Banyaknya jumlah pengungsi inilah yang mendorong pemerintah Bangladesh menginstruksikan seluruh penjaga perbatasan melakukan segala cara untuk mencegah gelombang pengungsi yang baru.
Senin (28/08), pemerintah Bangladesh mengajukan kerjasama operasi militer dengan Myanmar untuk melawan pasukan militan Rohingya di Rakhine, dengan harapan untuk mengindari pengungsi memasuki negara mereka. Tentara Bangladesh telah menahan dan memulangkan sekitar 500 warga Rohingya yang ingin melewati perbatasan sejak Senin (28/08), demikian pernyataan Shariful Islam Jamaddar, deputi pelaksana BGB kepada AFP.
Keseharian Pengungsi Rohingya di Aceh
Sebelum pemerintah Indonesia menyatakan kesediaannya untuk menampung pengungsi, para nelayan Aceh sudah menyelamatkan ratusan yang terlantar di lautan. Bagaimana nasib pengungsi Rohingya setelah tiba di Indonesia?
Foto: Reuters/R: Bintang
Diangkut Truk
Pengungsi Rohingya yang diselamatkan dan berhasil tiba dengan kapal di pelabuhan desa Julok di provinsi Aceh diangkut dengan kendaraan truk terbuka ke tempat penampungan sementara pengungsi.
Foto: Reuters/Beawiharta
Menunggu
Sebelum memasuki tempat penampungan sementara, para pengungsi Rohingya dikumpulkan di lapangan terbuka terlebih dahulu. Identitas mereka didata oleh para relawan.
Foto: Reuters/Beawiharta
Tenda Medis Darurat
Dalam perjalanan dengan kapal, banyak pengungsi yang jatuh sakit. Di Kuala Langsa, Aceh, didirikan tenda pengobatan darurat.
Foto: Reuters/Roni Bintang
Anak-anak Kelaparan
Ada banyak anak-anak yang tiba di Aceh dengan pengungsi Rohingya. Mereka datang dalam kondisi kelaparan. Beberapa relawan membagikan biskuit bagi anak-anak di pelabuhan desa Julok.
Foto: Reuters/Beawiharta
Mandi Bersama
Tempat membersihkan diri bagi para pengungsi, juga disediakan di desa Julok. Bak besar penuh air, lengkap dengan belasan gayung.
Foto: Reuters/Beawiharta
Tidur di Lapangan Bulutangkis
Tidak ada kasur yang nyaman. Cukup beralaskan tikar di gedung olahraga (GOR) di Lhoksukon, para pengungsi Rohingya berusaha untuk beristirahat.
Foto: Reuters/R: Bintang
6 foto1 | 6
PBB dan Tuduhan Aung Sang Suu Kyi
Sekjen PBB, Antonio Guterres telah mengeluarkan pernyataan yang mendesak Bangladesh untuk segera menolong warga sipil yang melarikan diri dari ancaman kekerasan di Myanmar. Ia menegaskan "sebagian besar dari pengungsi adalah perempuan dan anak-anak, sebagian dari mereka bahkan terluka".
Namun, di saat bersamaan, Kantor penasihat Aung San Suu Kyi malah menuduh lembaga bantuan internasional telah menolong "teroris". Mereka mengaku akan membuktikan klaim tentang petugas dari lembaga internasional tertentu telah "berpartisipasi dengan para ekstremis saat mengepung sebuah desa di Rakhine." Bukti yang diperlihatkan pejabat Suu Kyi adalah sebuah foto dari salah satu program kampanye makanan milik PBB yang ditemukan di "kamp persembunyian teroris" pada akhir Juli lalu.
Aksi Solidaritas Untuk Rohingya
Di Jakarta, kepedulian terhadap etnis Rohignya diwujudkan dalam aksi demontrasi. Berbagai kalangan berunjukrasa di Kedutaan Myanmar. Mereka mengecam aksi kekerasan yang dilakukan terhadap etnis Rohingya.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Mengusung poster Aung San Suu Kyi
Membawa poster penerima Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi, pengunjuk rasa berdemonstrasi di Kedutaan Myanmar, di penghujung November 2016, mengecam kekerasan yang dilakukan militer setempat terhadap etnis Rohingya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/D. Alangkara
Mengritik pemerintah dan militer Myanmar
Pengunjuk rasa mengritik tindakan brutal tentara Myanmar yang telah menganiaya dan merenggut nyawa warga Rohingya. Sementara pemerintah setempat dianggap melakukan pembiaran atas tindakan kekerasan tersebut.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS.com/D. Pohan
Mengharapkan bantuan dari berbagai pihak
Mereka juga mengharapkan bantuan dari pemerintah Indonesia agar mendesak pemerintah Mnyamar menghentikan kekerasan tersebut. Masyarakat internasional dihimbau untuk ikut membantu meringankan penderitaan etnis minoritas itu.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Dijaga aparat
Aparat keamanan tampak berjaga-jaga, agar aksi solidaritas terhadap Rohingya berjalan lancar tanpa gangguan apapun.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahono
Stop kekerasan
Sejauh ini pihak pemerintah Myanmar selalu membantah terjadinya kekerasan terhadap etnis minoritas di negara yang juga dikenal dengan sebutan Birma tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/B. Ismoyo
Melarikan diri ke Bangladesh
Banyak korban kekerasan di Myanmar itu yang akhirnya melarikan diri ke negara-negara terdekat, di antaranya Bangladesh. Mereka menuju Bangladesh dengan perahu menyusuri sungai Naf hingga melewati perbatasan.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Anak-anak menjadi korban
Anak-anak dan perempuan menjadi korban atas kekerasan yang menimpa etnis mereka. Mereka membutuhkan bantuan dari berbagai pihak.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Juga di Indonesia
Banyak di antara pengungsi Rohingya yang juga terdapar di Aceh. Mereka akan dibawa ke medan untuk diproses pemindahannya ke negara-negara lain termasuk Amerika Serikat. Editor: ap/vlz
Foto: Amnesty International
8 foto1 | 8
"Atas situasi yang terjadi saat ini, PBB di Myanmar untuk sementara akan memindahkan sejumlah staf keluar dari Maungdaw," demikian pernyataan juru bicara PBB setempat. Reporter Reuters menyebutkan telah melihat sekitar 100 staf meninggalkan kota Buthidaun pasca klaim pemerintah yang dirilis lewat Facebook hari Minggu lalu (27/08)
Februari lalu, Komisioner PBB bidang Hak Asasi Manusia menyebutkan tentara Myanmar telah melakukan kekerasan komunal dengan melakukan pembunuhan massal dan perkosaan terhadap warga Rohingya.
ts/hp (afp, reuters)
Perbatasan Paling Berbahaya di Dunia
Konflik yang berkecamuk menjadikan sejumlah kawasan perbatasan serupa ladang pembantaian. Kemanapun anda pergi, jauhi kawasan berikut ini.
Foto: picture-alliance/dpa
India dan Pakistan
Garis demarkasi sepanjang 2900 kilometer yang membagi India dan Pakistan telah mengalami tiga perang selama empat dekade terakhir. Sekitar 115.000 nyawa melayang di kawasan ini. Sebagian besar korban jiwa berasal dari daerah Kashmir, kawasan sengketa paling berbahaya di dunia.
Foto: AP
Yaman dan Arab Saudi
Perbatasan sepanjang 1400 kilometer yang membelah dua negara ini dinilai berbahaya lantaran keberadaan pemberontak Houthi di utara dan Al-Qaida di semenanjung Arab. Sejak tahun 2003 Arab Saudi membangun pagar pembatas seniliai miliaran Dollar AS untuk membatasi gerak kelompok bersenjata dan menghadang arus pengungsi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/H. Jamali,
Korea Selatan dan Utara
Perbatasan kedua negara termasuk yang dijaga paling ketat. Sebanyak dua juta serdadu mengawasi garis demarkasi sepanjang 240 kilometer tersebut. Rangkaian eskalasi kekerasan antara kedua negara sejak tahun 1953 sejauh ini telah menelan hampir seribu nyawa.
Foto: picture alliance/AP Photo
Amerika Serikat dan Meksiko
Penyeludupan obat bius adalah momok terbesar yang menghantui perbatasan Meksiko dan Amerika Serikat. Sejak 2007 hampir 20.000 orang dibunuh dalam perang narkoba di sekitar garis demarkasi sepanjang lebih dari 3000 kilometer tersebut.
Foto: Gordon Hyde
Afghanistan dan Pakistan
Perbatasan dua negara sejak lama dikuasai hukum rimba. Selain sengketa wilayah yang ditandai dengan konflik bersenjata antara militer Afghanistan dan Pakistan, wilayah ini juga dipenuhi pengungsi dan menjadi tempat persembunyian kelompok teror Taliban dan Al-Qaida. Sejak 2004 Amerika Serikat melancarkan sekitar 300 serangan pesawat nirawak yang membunuh lebih dari 2000 terduga teroris.
Foto: AP
India dan Bangladesh
Kedua negara berbagi garis demarkasi terpanjang kelima di dunia dengan lebih dari 4000 kilometer. Tanpa banyak mendapat perhatian dunia internasional, perbatasan India dan Bangladesh termasuk yang paling berbahaya di dunia. Sejak tahun 2000 tentara India sudah menembaki mati setidaknya 1000 warga Bangladesh yang mencoba mengungsi ke jirannya tersebut.
Foto: AFP/Getty Images
Sudan dan Sudan Selatan
Perang saudara yang berlangsung antara utara dan selatan selama 22 tahun telah merenggut sedikitnya 1,5 juta korban jiwa. Sejak Sudan Selatan merdeka, kelompok pemberontak lain muncul di perbatasan kedua negara. Sejak 2011, sudah lebih dari 1500 meninggal dunia akibat perang tersebut. Sementara 500.000 penduduk terusir dari kampung halaman sendiri.
Foto: Getty Images/AFP/A.G. Farran
Rusia dan Ukraina
Garis demarkasi sepanjang lebih dari 2000 kilometer yang membagi kedua negara banyak disorot selama perang saudara di timur Ukraina. Rusia yang mendukung pemberontakan kelompok separatis sering menggunakan perbatasannya untuk memasok senjata atau mengintimidasi militer Ukraina. Kawasan ini juga rawan buat pelancong lantaran maraknya kelompok kriminal.
Foto: picture-alliance/dpa
Israel dan Suriah
Perang yang melanda Suriah ikut berdampak pada ketegangan di perbatasan Israel. Kendati termasuk garis perbatasan paling pendek di dunia, yakni cuma 80 kilometer, kawasan tersebut seringkali menjadi saksi konflik bersenjata yang menewaskan belasan ribu orang.