Pemerintah India nyatakan, aborsi janin perempuan dan diskriminasi terhadap anak perempuan menyebabkan jutaan perempuan "menghilang". Namun ada juga indikasi, persamaan hak antara pria dan perempuan membaik.
Iklan
Sebuah laporan dari pemerintah India yang diserahkan kepada parlemen Senin (29/01/2018) menyatakan, menurut statistik 63 juta perempuan "hilang" dari populasi India, akibat masyarakat yang lebih mengutamakan anak laki-laki.
Hasil survey yang diserahkan dalam sampul warna merah jambu itu, untuk pertama kalinya mengikutsertakan bab khusus tentang masalah perempuan di negara itu. Yang diketengahkan adalah slogan #MeToo sebagai tanda pengakuan akan adanya pelecehan seksual terhadap perempuan.
Studi tahunan yang sebenarnya menyoroti masalah ekonomi, mengungkap rasio 943 perempuan per 1.000 pria yang menunjukkan "hilangnya" 63 juta perempuan dalam populasi di negeri itu.
Survey juga mengungkap, penyebab timbulnya angka tersebut terutama karena aborsi yang dilakukan terhadap janin perempuan. Serta pemberian nutrisi dan perawatan kesehatan yang lebih baik bagi anak laki-laki. Selain itu, biasanya keluarga yang sudah punya anak laki-laki, biasnya tidak terus menambah anak. Ini berbeda dengan keluarga yang hanya punya anak perempuan.
Masalah dari dahulu kala
"Tantangan atas masalah jender sudah ada sejak jaman dulu, mungkin sejak ribuan tahun lalu" demikian komentar penulis laporan, yaitu kepala penasehat ekonomi Arvind Subramanian.
Pembantaian Senyap Bayi Perempuan India
Seperlima dari 2,6 juta kasus keguguran kandungan di dunia terjadi di India. Fenomena itu dipicu oleh perilaku calon ibu yang gemar mengkonsumsi obat seleksi kelamin untuk mencegah kelahiran bayi perempuan
Foto: AP
Ketimpangan Gender
Seleksi kelamin dan aborsi selektif membuahkan rasio jender yang timpang di India. Menurut sensus penduduk teranyar 2011 silam, untuk setiap 1000 bocah laki-laki yang berusia hingga enam tahun, cuma terdapat 914 bocah perempuan. Di beberapa wilayah ketimpangannya bahkan lebih parah.
Foto: picture-alliance/dpa/M. F. Calvert
Hormon Pembunuh
Penggunaan obat seleksi kelamin alias SSD memicu tingginya angka keguguran kandungan. Obat-obatan yang dijual seharga 3 hingga 50 Dollar AS itu mengandung Phytoestrogens, sejenis hormon Estrogen, dalam dosis tinggi melewati batas aman. Menurut ilmuwan, hormon asing itu menggandakan potensi kerusakan dan gangguan pertumbuhan pada janin.
Foto: imago/Chromorange
Pertumbuhan Terhalang
SSD biasanya dikonsumsi selama masa kehamilan antara enam hingga sepuluh minggu ketika berbagai jenis organ pada janin mulai terbentuk. Gangguan pada masa kritis tersebut bisa berdampak fatal, terutama pada pertumbuhan organ reproduksi janin.
Foto: Getty Images/AFP/N. Nanu
Obsesi Jenis Kelamin
Diperkirakan sekitar 60% ibu di India yang memiliki anak pertama perempuan mengkonsumsi obat seleksi kelamin (SSD) untuk kandungan kedua. Menurut studi Public Health Foundation of India (PHFI), satu dari lima calon ibu yang mengkonsumsi SSD mengalami keguguran. Alasan yang sama berlaku buat seperempat ibu yang melahirkan bayi cacat.
Foto: Reuters/M. Mukherjee
Gendersida Mengakar
Studi PHFI juga menunjukkan penggunaan SSD tercatat pada calon ibu dari berbagai latar belakang perekonomian dan pendidikan. Fenomena tersebut tidak terbatas hanya pada masyarakat pedesaan saja. Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal ilmiah Lancet 2011 silam mencatat hingga 12 juta janin perempuan digugurkan antara tahun 1980 dan 2010.
Foto: Reuters/M. Mukherjee
Hak Hidup Janin
Sejak tahun lalu Perdana Menteri Narendra Modi melancarkan kampanye nasional untuk memerangi seleksi kelamin janin. Pemerintah antara lain memperketat larangan aborsi selektif dan praktik diagnosa janin perempuan. Sejak itu aparat pemerintah telah melakukan 35 razia terhadap penjual SSD dan dokter dalam 17 bulan terakhir.
Foto: Getty Images/AFP/D. Sarkar
Stigma Sosial
“Angka permintaan terhadap bayi laki-laki di masyarakat sedemikian tinggi, sehingga hukum dan perundang-undangan tidak akan banyak mengubah situasinya. Orang akan selalu bisa menemukan cara," kata Dr. Varun Aora dari Institut Ilmu Kedokteran di Rohtak kepada Guardian. "Tidak ada yang bisa dilakukan buat mengubah cara berpikir orang," imbuhnya.
Foto: AP
Hantu Masa Lalu
Masyarakat India masih mengemban tradisi kuno yang memprioritaskan laki-laki. Struktur sosial juga cenderung merugikan kaum hawa. Pengantin perempuan misalnya harus membayar mahar kepada keluarga pria. Selain itu anak perempuan jarang mendapat warisan tanah, meski India telah menggariskan persamaan hak waris antara jender sejak tahun 2005. Sebab itu anak perempuan dinilai mahal dan merugikan.
Foto: AP
Timpang di Negeri Jiran
Selain India, Cina juga memiliki masalah serius seleksi jender. Sensus tahun 2014 menunjukkan terdapat 116 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Saat ini tercatat Cina memiliki 33 juta laki-laki lebih banyak ketimbang perempuan. Selain kebijakan satu anak, penyebab lainnya adalah struktur sosial yang kerap menganaktirikan perempuan.
Foto: Mark Ralston/AFP/Getty Images
9 foto1 | 9
Survey menganalisa jumlah kelahiran dan jenis kelamin anak-anak yang baru dilahirkan. Menurut perkiraan, lebih dari 21 juta anak perempuan tidak diinginkan oleh keluarganya.
Saat keluarga secara terbuka menunjukkan kegembiraan menyambut kelahiran anak laki-laki, kelahiran anak perempuan tidak selalu disambut dengan gembira. Pasalnya, di India anak laki-laki bisa mewarisi properti, sementara orang tua harus membayar maskawin bagi anak perempuannya. Sesungguhnya aborsi berdasarkan seleksi jenis kelamin dilarang di India, tetapi hal itu masih sangat sering terjadi.
Ada kabar baik juga
Menurut laporan, dalam hak-hak perempuan kawasan timur laut India berada di peringkat teratas. Kawasan dekat Cina dan Myanmar itu bisa jadi panutan bagi seluruh negara, demikian laporan. Selain itu jumlah prosentual perempuan yang tidak mengalami kekerasan fisik maupun emosional meningkat dari 63% menjadi 71%.
Lika-Liku Hidup Perempuan Tukang Pukul di Klub Malam India
Ia orang India, Muslim dan mencari nafkah jadi tukang pukul di klub malam. Akibat pekerjaannya yang tak lazim bagi perempuan, Meherunnisa Shaukat Ali sering hadapi tantangan. Terutama dari kaum pria.
Foto: Reuters/A. Abidi
Kehidupan Malam Dimulai
Begitu klub malam "Social" buka, jam kerja Meherunnisa dimulai. Ia memeriksa tas tangan pengunjung, menyita obat terlarang, dan memutuskan siapa yang boleh masuk, dan siapa yang tidak. Perempuan 30 tahun itu adalah tukang pukul di salah satu klub malam paling populer di New Delhi.
Foto: Reuters/A. Abidi
Bekerja di Situasi Klub Malam
Klub bernama "Social" termasuk salah satu alamat paling dikenal di Hauz Khas Village, kawasan yang disukai banyak orang di ibukota India. Kawasan ini terutama dikunjungi anak muda dan orang kaya, yang ingin berdansa sepanjang malam.
Foto: Reuters/A. Abidi
Perempuan di Antara Pria
Di sektor yang didominasi pria, Mehrunnisha punya tugas tersendiri. "Kami memutuskan utnuk mempekerjakan perempuan, agar tamu perempuan merasa aman", demikian penjelasan pemilik klub malam "Social", Riyaaz Amlani. Tamu perempuan jadi bisa meminta bantuan tukang pukul perempuan. "Dan Mehrunnisha adalah orang yang tepat untuk tugas ini."
Foto: Reuters/A. Abidi
Persaudaraan Istimewa
Jika "hidup malamnya" sudah berakhir Mehrunnisha (kanan) berjalan bersama adik perempuannya Tarannum ke tempat antrian taksi. Tarannum juga bekerja di sebuah klub malam di Hauz Khas Village. Bersama-sama mereka mendapat sekitar 6 juta Rupiah per bulan.
Foto: Reuters/A. Abidi
Dari Hitam Menjadi Warna-Warni
Di siang hari, kakak beradik itu mengganti baju yang dikenakan dari hitam menjadi pakaian khas India yang warna-warni, dan menjalankan kewajiban di rumah tangga. Foto: Mereka berbelanja untuk Idul Fitri.
Foto: Reuters/A. Abidi
Pencari Nafkah Keluarga
Sejak ayah mereka kehilangan pekerjaannya, Mehrunnisha dan Tarannum jadi pencari nafkah untuk keluarga, yang mencakup orang tua, saudara perempuan, dan tiga anaknya. Bersama-sama mereka tinggal di apartmen yang hanya punya satu kamar. Penghasilan mereka hanya cukup untuk itu.
Foto: Reuters/A. Abidi
Harus dengan Keluarga
Keluarganya tidak selalu memberikan dukungan, demikian tutur Mehrunnisha. Sekarangpun saudara laki-lakinya masih suka bertanya, apa sebenarnya pekerjaannya. "Tapi saya tidak terganggu", kata Mehrunnisha yang berusia 30 tahun. "Karena orang tua percaya kepada saya."
Foto: Reuters/A. Abidi
Ibu Yang Mendukung
Ibu Mehrunnisha dulu berkeras agar anak perempuannya bisa bersekolah. Ayah mereka awalnya tidak merasa pendidikan penting bagi anak perempuan. Bagi anak perempuan India secara umum, pendidikan bukan sesuatu yang pasti mereka terima.
Foto: Reuters/A. Abidi
Memisahkan Diri dari Tradisi?
Karena pekerjaannya, Mehrunnisha harus memisahkan diri dari tradisi. Karena bagi perempuan India pada umumnya, mereka menikah, kemudian melahirkan anak-anak, dan menempatkan diri di bawah kekuasaan suami. Kurang dari sepertiga perempuan bekerja mencari nafkah. Sejumlah perempuan bahkan tidak boleh keluar rumah.
Foto: Reuters/A. Abidi
Berolahraga Menjaga Kekuatan
Di studio fitness, Mehrunnisha dan saudara perempuannya biasanya juga jadi tamu perempuan satu-satunya. Tapi mereka datang setiap hari untuk berlatih. Karena mereka harus cukup kuat, untuk menghadapi atau bahkan menendang keluar pengunjung klub malam yang mabuk. "Menjaga keamanan orang, apalagi perempuan,a dalah tanggung jawab besar", kata Mehrunnisha.
Foto: Reuters/A. Abidi
Bangga dengan Pekerjaan
Upaya Mehrunnisha mendapat pahala. Para tamu suka padanya. Terutama perempuan muda merasa tenang jika ia ada, demikian tuturnya. Jadi tukang pukul bukan pekerjaan mudah, jelasnya. "Tapi saya bangga dengan apa yang saya kerjakan." Penulis: Nina Niebergall (ml/hp)
Foto: Reuters/A. Abidi
11 foto1 | 11
Ada indikasi, bahwa perbaikan keadaan ekonomi bisa jadi penyebab berkurangnya masalah jender. Namun demikian, semakin makmur sebuah keluarga bukan berarti keluarga itu tidak lagi mengutamakan anak laki-laki dibanding perempuan. Di sejumlh daerah yang tergolong "kaya" situasinya bahkan makin memburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Berpendidikan tinggi, tapi tanpa pekerjaan
Namun ironisnya, hampir dua pertiga perempuan India yang punya pendidikan tinggi dan punya kualifikasi dari universitas, tidak punya pekerjaan. Partisipasi perempuan dalam sektor tenaga kerja di India termasuk yang paling rendah di dunia, demikian data World Bank.
Januari 2015 pemerintah India meluncurkan program, "Save the Daughter, Educate the Daughter,” sebuah kampanye yang bertujuan untuk memperbaiki persamaan jender dengan cara menciptakan kesadaran dan perubahaan norma-norma yang berkaitan dengan anak perempuan.
ml/as (AP, rtr)
Kekerasan Terdokumentasi dalam 16 Benda Sehari-Hari
Berkaitan dengan 16 hari kampanye PBB demi pemberantasan kekerasan terhadap perempuan, Dana Penduduk PBB (UNFPA) mengumpulkan 16 benda dari kasus kekerasan dan penganiayaan di berbagai negara.
Foto: UNFPA Yemen
"Ini Patahan Gigi Saya, Setelah Suami Memukuli Saya"
Ameera (bukan nama asli) baru 13 tahun ketika ia dinikahkan dengan seorang pria tua di Yaman. Suatu hari, karena ia terlambat membangunkan suaminya yang sedang tidur siang, suaminya memukulinya dengan sapu, hingga hidungnya retak dan sebagian giginya patah. Ameera kini tinggal di rumah penampunya yang didukung dana UNFPA. Ia menyimpan patahan gigi sebagai bukti di pengadilan.
Foto: UNFPA Yemen
Kekerasan Diteruskan ke Generasi Berikutnya
Omar (bukan nama sebenarnya) di Maroko merusak piano mainannya ini, saat berusaha menjaga ibunya dari pukulan tangan ayahnya. Ketika itu Omar baru berusia enam tahun. Ibunya mengatakan dengan keselamatan anaknya. "Saya ingin masa depan lebih indah bagi anak-anak saya."
Foto: UNFPA Morocco
"Kami Pertaruhkan Nyawa Tiap Hari Karena Kumpulkan Kayu untuk Memasak"
Di kawasan yang dilanda krisis kemanusiaan, perempuan jadi target empuk. Zeinabu (22) diserang milisi Boko Haram ketika mengumpulkan kayu bakar di dekat kamp pengungsi di bagian timur laut Nigeria. Banyak perempuan lainnya juga diperkosa, diculik atau dibunuh ketika mengumpulkan kayu bakar untuk memasak. Ini foto seikat kayu kering yang dikumpulkan Zeinabu.
Foto: UNFPA Nigeria
Tali Yang Digunakan Ayah Setiap Kali Memperkosa Anaknya
Inilah tali yang digunakan ayah Rawa (bukan nama asli) setiap kali memperkosanya. Perang bisa sebabkan kondisi berbahaya bagi perempuan, bahkan di rumah sendiri. Di Yaman, salah satu negara dengan bencana kemanusiaan terbesar di dunia, kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat lebih dari 60%. Salah satu penyebabnya stres berat. Sementara kasus Rawa tidak bisa dimengerti sama sekali.
Foto: UNFPA Yemen
Kekerasan Sebabkan Sakit, Trauma atau Berbuntut Kematian
Martha dirawat dengan obat dan perban untuk pertolongan pertama setelah dipukuli suaminya di Lusaka, Zambia. "Wajahnya babak belur," kata pembimbing di tempat penampungan. "Ia juga menderita luka di punggung. Martha mengatakan, kalau ia tidak melarikan diri, suaminya kemungkinan akan membunuhnya." Dua pertiga korban kekerasan rumah tangga adalah perempuan dan anak perempuan.
Foto: Young Women Christian Association of Zambia and UNFPA
Bayangan Gelap Kekerasan Berdampak pada Seluruh Keluarga
Keluarga Tatiana di Ukraina terpecah belah akibat suaminya yang meneror dengan kekerasan. Sekarang Tatiana sudah terlepas dari suaminya. Tetapi ia dan enam anaknya masih berusaha membangun hidup baru di rumah yang sempit. "Saya sekarang hidup bagi anak-anak saya," katanya.
Foto: UNFPA Ukraine/Maks Levin
Penyiksaan Psikologis Juga Bentuk Kekerasan
Di Bolivia, pacar Carmen (bukan nama asli) selalu menertawakan penampilannya. Ia mengejek baju dan gaya Carmen. Oleh sebab itu, Carmen selalu bersembunyi di toilet di universitas, termasuk yang tampak pada foto. Perlakuan seperti itu dampaknya dalam, katanya. Itu berefek pada keyakinan diri dan bisa mengubah seseorang.
Foto: UNFPA Bolivia/Focus
Jejak Kaki Saat Melarikan Diri
"Saya ditampar kemudian diseret suami saya." Begitu cerita Sonisay (bukan nama sebenarnya) di Kamboja. Ini foto telapak kaki Sonisay di pekarangan rumah, saat lari dari suaminya. Secara global, sepertiga perempuan mengalami kekerasan, dalam bentuk apapun. Dan itu kerap disebabkan oleh seseorang yang dikenalnya.
Foto: UNFPA Cambodia/Sophanara Penn
"Ia Didorong ke Tempat Tidur kemudian Dicekik"
Kekerasan seksual bisa mengubah hidup perempuan sepenuhnya akibat teror, stigma, penyakit atau kehamilan. Di Yordania, seorang perempuan pergi ke klinik untuk minta bantuan medis. Di sana ia lega setelah diberitahu tidak hamil. "Tapi ia tetap syok dan sedih," kata Dr. Rania Elayyan. Seperti halnya banyak orang lain yang selamat dari serangan. Perempuan ini memilih tidak melaporkan nasibnya.
Foto: UNFPA Jordan/Elspeth Dehnert
Perempuan Berusaha Minimalisasi Kekerasan
Di kawasan krisis, perempuan juga menghadapi kesulitan mencari tempat yang bisa didatangi, juga berpakaian untuk minimalisasi ancaman kekerasan. Kekerasan seksual merajalela di kalangan Rohingya yang lari dari krisis di Myanmar. Ini foto gundukan pakaian di luar kamp pengungsi di Bangladesh, yang ditolak perempuan karena dianggap bisa menyulut perhatian yang tidak diinginkan dari pria.
Foto: UNFPA Bangladesh/Veronica Pedrosa
"Ia Membawa Saya Ke Rumahnya"
Di Zambia, Mirriam (14) mengunjungi pusat konseling setelah dipaksa menikah dengan pria berusia 78 tahun. "Rasa sakit hampir tidak tertahan," kata Mirriam. "Ia mengatakan saya harus melakukannya karena saya sekarang istrinya." Di negara berkembang, rata-rata satu dari empat anak perempuan dipaksa menikah. Namun pernikahan anak-anak juga bisa ditemukan di negara berkembang.
Foto: Young Women Christian Association of Zambia and UNFPA
Mutilasi Berujung Penderitaan
Seorang perempuan yang biasa melakukan mutilasi genital atau FGM (Female Genital Mutilation) di Somalia kini menyadari bahayanya. “Anak perempuan saya jatuh sakit setelah melalui FGM,” demikian diakuinya. Tapi ia memperkirakan, FGM tidak bisa dihapuskan dengan mudah.
Foto: Reuters/S. Modola
Perampasan Hak Finansial Juga Suatu Kekerasan
Hakim di Nikaragua mengeluarkan keputusan hukuman terhadap ayah Sofia (bukan nama sebenarnya), yang memukuli istrinya, dan tidak memberikan dukungan finansial kepada Sofia. Ia menghentikan sokongan saat Sofia mengandung di usia 14. Hakim memutuskan, ayahnya harus memberikan sokongan sampai ia berusia 21 tahun.
Foto: UNFPA Nicaragua/Joaquín Zuñiga
"Kami Dikurung Sejak Kecil selama 20 Tahun"
Sejumlah kasus mengerikan menunjukkan bagaimana perempuan dan anak perempuan dirampas kebebasannya. Contohnya Balqees (bukan nama asli) di Yaman. Sejak berusia 9 tahun, ia dan saudara perempuannya dikurung di kamar ini. Saudara laki-laki mereka merasa, saudara perempuan mereka akan memalukan keluarga jika berbaur dengan masyarakat. Akhirnya, mereka ditinggalkan sepenuhnya dan ditolong tetangga.
Foto: UNFPA Yemen
Pria dan Anak Laki-Laki Harus Ikut Serta Menghapus Kekerasan
Ry di Kamboja mengatakan, ia sering melakukan kekerasan terhadap istrinya di rumah ini. Tapi ia kemudian ikut "Good Men Campaign" (Kampanye Pria Baik), yaitu inisiatif untuk mengakhiri kekerasan terhadap perempuan. Sekarang ia bertekad bersikap lebih baik. "Kalau bisa kembali ke masa lalu, saya tidak akan bertengkar dengan istri saya. Malah lebih mencintai dan menghormatinya," kata Ry.
Foto: UNFPA Cambodia/Sophanara Pen
Kekerasan Tidak Boleh Diselubungi
Kisah kekerasan harus diungkap agar cakupan masalah bisa dilihat semua orang, dan jalan keluar bisa ditemukan. Di Belarus, seorang perempuan yang selamat dari KDRT menggambar bunga dalam kelas terapi. Tujuannya adalah agar mereka bisa memproyeksikan dan menangani rasa takut, dan belajar dari pengalaman. Topik kelas ini adalah "open to live" (terbuka untuk hidup). Ed.: ml/hp (Sumber: UNFPA)