7% Pastor Katholik Australia Diduga Lakukan Pelecehan Seks
6 Februari 2017
Tujuh persen pastor gereja Katolik di Australia dituding melakukan pelecehan seksual di masa lalu, selama beberapa dekade. Demikian ungkap seorang pengacara ketika kasus ini dibuka.
Iklan
Dalam sidang otoritas dan prosedur gereja di Sidney, Komisi Penanganan Kelembagaan untuk Pelecehan Seksual Terhadap Anak-anak Australia menyebutkan, diduga telah terjadi praktik pelecehan seksual di gereja Katholik dan lembaga-lembaga seperti sekolah, klub olah raga dan institusi lainnya di Australia, antara tahun 1950 dan 2010.
Komisi Penanganan Kelembagaan untuk Pelecehan Seksual Terhadap Anak-anak sebelumnya mendengar kesaksian mengerikan dari sejumlah orang yang mengaku telah mengalami pelecehan di tangan imam.
Ketika Berganti Keyakinan
Mereka pindah agama karena kehendak mereka sendiri. Namun hal ini kerap menuai ketidakpahaman atau bahkan penolakan dari keluarga dan lingkungannya. Demikian pula yang dialami mereka di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Sebuah langkah besar
Ketika David Stang keluar Gereja Katolik, pada awalnya keluarganya syok. Dulu, waktu remaja, ia bahkan menjadi putra altar di gerejanya. Ia pun rajin membaca Alkitab. Ia merasa tidak cocok. Ia bercerita: "Saya dapat memahami, pastur tidak dapat menceritakan kepada saya tentang pasangan, misalnya."
Foto: DW/K. Dahmann
Tumbuh di hati
Dari kekecewaannya terhadap gereja Katolik, David Stang mulai melakukan pencarian makna pada agama-agama lain. Sampai akhirnya ia bertemu dengan seorang pengacara Jerman, yang masuk agama Islam. "Dia membuat saya apa mengenal Islam dan nilai-nilai yang terkait dengan itu," kata pria itu. "Dan di sana saya menemukan makna bagi diri saya lagi.“
Foto: DW/K. Dahmann
Sebuah proses yang panjang
Bagi David Stang, masuk agama Islam berarti proses pembelajaran lagi: "Awalnya, saya pikir jika masuk Islam, maka Anda harus menjauhi alkohol, makan babi dan memakai janggut. Tapi pengacara yang memperkenalkannya dengan Islam menunjukkan kepadanya bahwa yang terpenting adalah perasaan betapa menyenangkan untuk menjadi seorang Muslim. Sisanya tinggal mengikuti."
Foto: DW/K. Dahmann
Kompromi iman
Sebagai kaum profesional, sehari-hari David Stang mengalami kemacetan antara Hannover dan kota kelahirannya Bonn. Lima kali sehari untuk berdoa tidak selalu memungkinkan baginya, maka ia kemudian memperpanjang doa di pagi dan sore hari. Untuk alasan profesional janggutanya pun ia pangkas. Yang penting, katanya, "mengintegrasikan iman ke dalam kehidupan."
Foto: DW/K. Dahmann
Penolakan Islam radikal
Terhadap tindakan kekerasan yang dilakukan kaum Salafi di Bonn pada tahun 2012, atau teroris radikal, ia menjauhkan diri: "Jika agama itu membenarkan apa yang dilakukan teroris, misalnya memasang bom di sekitar leher, saya tak ingin berurusan dengan hal semacam itu.“
Foto: picture-alliance/dpa
Meninggalkan gereja
Ute Lass tumbuh dalam keluarga Katolik, tapi menurutnya gereja membatasinya. Ia bermimpi belajar teologi: “Tapi sebagai seorang teolog, saya tidak bisa berperan banyak dalam Katholik . Ia kemudian pindah gereja.
Foto: DW/K. Dahmann
Rumah baru
Lewat suaminya, yang dibaptis sebagai Protestan, Ute cepat menemukan kontak ke gereja Protestan. Anaknya diikutsertakan dalam kelompok bermain , diapun mencari kontak untuk ikut dalam paduan suara gereja. Namun butuh waktu lima tahun sampai dia memutuskan untuk membuat "langkah besar". Pendeta Annegret Cohen (kiri) dan Nina Gutmann (tengah) menemaninya dalam pertarungan batin ini.
Foto: DW/K. Dahmann
Sikap toleran
Keluarga dan teman-teman bereaksi positif. "Mereka mengatakan , ini jauh lebih cocok! " Bagaimana dengan tempat kerjanya, organisasi bantuan Katholik Caritas? Ute Lass mendapat lampu hijau. Mereka mengatakan, adalah penting bahwa Anda tetap dibaptis sebagai seorang Kristen dan ke gereja.
Foto: picture-alliance/dpa
Disambut
Di gereja Protestan, Ute Lass disambut dengan tangan terbuka. Dengan sukacita ia menangani hal seperti misalnya bazaar gereja. Apakah ia kadang merindukan kehidupannya sebagai umat Katholik?Jawabnya: “Saya memiliki iman yang kuat terhadap Bunda Maria, yang perannya tak seperti di gereja Protestan," katanya. “Tapi untuk beberapa hal, saya tetap seperti itu.“
Foto: DW/K. Dahmann
Memfasilitasi masuknya anggota
Selama bertahun-tahun, gereja-gereja Kristen melaporkan bahwa jumlah jemaatnya menurun: Semakin banyak orang keluar gereja, entah karena alasan agama atau hanya untuk menghindari gereja. Dalam rangka memfasilitasi masuknya anggota baru, gereja-gereja di Jerman menyambut baik, seperti di Fides, Bonn dimana pastur Thomas Bernard (kanan) bekerja.
Foto: DW/K. Dahmann
Akibat skandal?
Gereja Katolik dalam beberapa tahun terakhir mengalami berkurangnya jumlah umat. Banyak orang percaya, ini terjadi setelah sejumlah kasus pelecehan seksual dalam biara. "Skandal yang substansial," Thomas Bernard mengakui. "Kami telah demikian kehilangan daya tariknya." Meskipun berita di media menghancurkan nama gereja, dia yakin: "Iman dapat memberikan dukungan."
Foto: DW/K. Dahmann
Membuka pintu iman
Salah satu alasan mengapa orang bergabung dengan Gereja Katolik saat ini, menurut Thomas Bernard adalah liturgi. "Banyak orang mengagumi perayaan ibadah," katanya. Reformasi di tubuh gereja seperti ynag dilakukan paus yang baru, diharapkan menyebabkan banyak orang yang telah keluar dari Katholik, kembali menemukan gereja.
Foto: DW/K. Dahmann
Permohonan untuk kebebasan beragama
Orang-orang yang telah mengubah agama mereka, pernah ditampilkan dalam sebuah pameran di Munchen. Pameran ini menunjukkan permohonan untuk kebebasan hak asasi manusia, termasuk kebebasan memilih agama.
Foto: Jüdisches Museum München 2013
Bayipun ‘pindah agama‘
Gambar ini menunjukkan nasib putri Jennifer dan Ricky Grossman: Bayi tidak diakui sebagai Yahudi , karena ibunya bukan Yahudi. Oleh karena itu ibunya harus masuk Yahudi dulu, karena itulah syarat untuk bisa diterima sebagai anggota penuh dari komunitas Yahudi.
Foto: Jüdisches Museum München 2013
14 foto1 | 14
Tetapi perkembangan masalah tersebut tidak pernah jelas sampai akhirnya Senin (06/02) ini Komisi yang dibentuk tahun 2013 tersebut merilis datanya.
Lebih dari 1000 lembaga
Komisi itu melakukan survei dan menemukan dugaan, bahwa antara tahun 1980 dan 2015, 4444 orang mengklaim menjadi korban pelecehan seksual di lebih dari 1.000 lembaga-lembaga Katolik di seluruh Australia, ujar Gail Furness, seorang pengacara yang membantu komisi. Jumlah pelaku diduga 1880 orang, termasuk lebih dari 1200-an pastor dan rohaniawan lainnya.
Secara keseluruhan, 7 persen dari imam di Australia antara tahun 1950 dan 2010 dituduh menyalahgunakan anak-anak secara seksual.
Dari 4444 orang yang mengklaim sebagai korban pelecehan itu, mereka berjenis kelamin pria sebanyak 78 persen, dengan rata-rata usia pada saat pelecehan diduga terjadi: 11,6 tahun. Sementara, yang berjenis kelamin perempuan jumlahnya 22 persen, usia rata-rata pada saat peristiwa ditengarai terjadi: 10,5 tahun.
"Kegagalan besar"
Francis Sullivan, Direktur Dewan Keadilan atas Kebenaran dan Pemulihan, mengatakan data tersebut mencerminkan "kegagalan besar" gereja dalam melindungi anak-anak. "Jumlah ini mengejutkan, tragis dan tak dapat dibenarkan,” ujar Sullivan terisak tangis." Sebagai umat Katolik, kita amat malu."
Beberapa saksi akan dihadirkan di pengadilan yang akan berlangsung beberapa minggu ke depan. Laporan akhir komisi diperkirakan tuntas pada akhir tahun ini.
ap/yf(ap/afp/dpa)
Orang Jerman Tidak Percaya Lagi kepada Tuhan?
Baik Katolik maupun Protestan, dua organisasi gereja terbesar di Jerman semakin kehilangan anggotanya. Demikian halnya dengan jurusan teologi di berbagai universitas Jerman. Apakah Jerman mengalami krisis kepercayaan?
Foto: Fotolia/milkovasa
Kepercayaan Surut
Komunitas yang berdasarkan agama Kristen di Jerman sekarang semakin ditantang ancaman untuk tetap bertahan. Apakah pergi ke gereja masih sesuai jaman? Apa yang ditawarkan gereja sebagai institusi? Bagaimana institusi gereja bisa meyakinkan orang yang sudah tidak jadi anggota? Ada yang bilang ini "fase peralihan". Kritikus menyebutnya krisis.
Foto: Fotolia
Bangku-Bangku Kosong
Angka bisa jadi buktinya. Gereja Katolik Jerman kehilangan hampir 180.000 anggota tahun lalu, berarti 50% lebih banyak dari tahun sebelumnya. Gereja Protestan Jerman tidak kehilangan anggota sebanyak itu. Tetapi jumlah orang yang menjadi anggota jauh lebih sedikit.
Foto: picture-alliance/dpa
Masalah Dana
Berkurangnya jumlah anggota berarti juga berkurangnya pemasukan organisasi gereja. Karena di Jerman, orang yang jadi anggota, juga membayar pajak gereja. Bagi orang berpenghasilan menengah, jumlahnya sampai beberapa ratus Euro per tahun. Bagi mereka yang berpandangan skeptis terhadap institusi gereja, ini kadang jadi argumen untuk keluar dari keanggotaan.
Foto: Fotolia/Joachim B. Albers
Dalam Pencarian
Banyak orang, yang tidak merasa memperoleh apapun dari gereja kadang mengganti agamanya. Misalnya David Stang. Ia dulunya Katolik. Sebagai remaja ia bahkan aktif dan jadi putra altar. "Tapi ada yang tidak cocok," katanya jika mengenang kembali. Ia akhirnya memeluk agama Islam dan merasa menemukan dirinya sendiri.
Foto: DW/K. Dahmann
Didera Skandal
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak orang keluar dari keanggotaan gereja akibat sejumlah besar kasus pelecehan seksual oleh imam dan pekerja organisasi gereja. Gereja Katolik didera skandal berjumlah sangat besar dan paling jadi sasaran kritik. Ketika pelecehan seksual pertama terkuak 2010, Bischofskonferenz yang jadi instansi gereja Katolik tertinggi di Jerman adakan penelitian, tapi terhenti.
Foto: picture-alliance/dpa
Uskup Mewah
Jumlah orang yang keluar dari gereja Katolik kembali memuncak pertengahan 2013. Biaya pembangunan rumah baru uskup di daerah Limburg jadi kepala berita. Awalnya hanya empat juta Euro, kemudian naik jadi lebih dari 30 juta. Ketika tekanan makin besar, Uskup Franz-Peter Tebartz-van Elst ajukan pengunduran diri kepada Paus. Tapi banyak anggota tidak perjaya lagi pada gereja Katolik Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Kekurangan Penerus
Dua organisasi gereja terbesar di Jerman alami dilema yang sama. Jumlah mahasiswa jurusan teologi berkurang. Yang ingin menjadi imam Katolik juga semakin sedikit. Misalnya gereja Katolik, jumlah imamnya sekarang berkurang seperempat dibanding 1995. Tetapi jumlah pekerja pelayanan iman yang tidak memiliki ijazah resmi bertambah.
Foto: picture-alliance/dpa
Masa Depan Tidak Jelas
Semakin banyak komunitas gereja yang hadapi kesulitan untuk terus eksis. Kedua organisasi gereja terbesar masih memiliki 45.000 gereja. Sejumlah besar komunitas terpaksa disatukan dalam beberapa tahun terakhir. Anggota gereja Katolik Sankt Gertrud di Köln (foto) misalnya, sudah disatukan dengan tiga gereja lainnya. Banyak gedung gereja sudah tidak digunakan lagi untuk beribadat.
Foto: cc/by/sa/Elya
Pelayan Restoran, Bukan Imam
Mengurus bangunan gereja perlu biaya besar, terutama jika harus diperbaiki. Pakar memperkirakan, hampir 10% bangunan gereja harus dijual. Gereja Martini di Bielefeld misalnya, sejak 2005 jadi restoran. Balkon di dalam gereja yang menjadi tempat organ jadi ruang untuk tamu spesial.
Foto: picture-alliance/Robert B. Fis
Memanjat "dengan Iman"
Tapi ada juga inisiatif lain. Banyak gedung gereja seperti di Gelsenkirchen (foto) dijadikan gereja khusus remaja. Di sini kawula muda yang tidak bisa menerima ibadah secara tradisional berkumpul dan perdalam iman bersama, dengan pelayanan iman khusus bagi remaja. Di gereja, sejak 2009 mereka juga bisa berolahraga memanjat, mereka belajar bahwa iman jadi sumber kekuatan dan keyakinan diri.
Foto: picture-alliance/dpa
Apakah Benar Iman Tidak Penting Lagi?
Sekitar dua pertiga orang Jerman menyatakan percaya kepada Tuhan. Di Jerman Timur, karena sejarah ateis di masa Jerman Timur, jumlahnya lebih sedikit daripada di Jerman Barat. Banyak orang yang percaya kepada Tuhan tidak jadi anggota kedua gereja Jerman terbesar. Mereka memilih jadi anggota organisasi gereja yang lebih kecil. Selain itu, berdoa juga bisa dilakukan sendirian.