Human Rights Watch wawancarai puluhan “pengantin jihad" di kamp penahanan di Suriah utara yang ingin kembali ke negara asal. Sebaliknya, beberapa negara meminta mantan anggota ISIS untuk diadili di Irak dan Suriah.
Iklan
Ratusan perempuan asing yang bergabung dengan kelompok militan ISIS dengan anak-anak mereka, telah ditangkap dalam beberapa bulan terakhir oleh pasukan Kurdi yang didukung pasukan Amerika Serikat di Suriah utara, demikian surat kabar Die Welt Jerman melaporkan pada hari Sabtu.
Harian Jerman mewawancarai direktur program terorisme dan kontraterorisme Human Rights Watch, Nadim Houry, yang berbicara dengan banyak perempuan saat berkunjung ke beberapa kamp penahanan di daerah yang dikuasai Kurdi di negara yang dilanda perang bulan lalu. "Sekitar 800 anggota perempuan ISIS dengan anak-anak berada di empat kamp ... mereka berasal dari sekitar 40 negara. Di antara mereka ada yang berasal dari Kanada, Prancis, Inggris, Tunisia, Yaman, Turki dan Australia," kata Houry seraya menambahkan bahwa 15 berasal dari Jerman.
Houry menggambarkan bagaimana perempuan dan anak-anak mereka ditahan di lokasi penahanan yang luas, di mana mereka memiliki sejumlah kebebasan, namun tidak diizinkan pergi.
Lara Tak Berbatas: Nasib Kaum Yazidi Irak
Ketika musim dingin menyapa, pengungsi menghadapi masa-masa sulit. UNHCR memperkirakan terdapat satu juta pengungsi domestik di Irak, kebanyakan kaum Yazidi yang terusir oleh Islamic State
Foto: DW/Andreas Stahl
Yang Terusir dan Mengungsi
Menurut badan PBB urusan pengungsi, UNHCR, Irak kini memiliki sekitar satu juta pengungsi domestik. Kebanyakan bergerak ke arah utara untuk mencari kehidupan baru di kawasan Kurdi.
Foto: DW/Andreas Stahl
Dalam Pelarian
Kebanyakan pengungsi domenstik di utara Irak adalah kaum Yazidi. Ketika geriliyawan Islamic State menyerang pegunungan Sinjar, yang selama puluhan tahun menjadi rumah kelompok minoritas itu, sebagian meninggalkan harta benda dan mencari tempat berlindung di utara.
Foto: DW/Andreas Stahl
Bertahan Hidup
Nyaris mustahil buat Lembaga Swadaya Masyarakat dan pemerintahan Kurdistan buat membantu semua pengungsi yang melarikan diri ke utara Irak sejak awal Agustus. Mereka yang tidak mendapatkan tempat di dalam kamp pengungsi, terpaksa bertahan hidup tanpa bantuan apapun.
Foto: DW/Andreas Stahl
Mencari Atap
Kelangkaan tempat di kamp pengungsi memaksa banyak warga Yazidi hidup dan tinggal di bangunan terbengkalai atau gedung-gedung sekolah di utara Irak.
Foto: DW/Andreas Stahl
Maut di Puncak Sinjar
Tidak semua orang cukup beruntung bisa melarikan diri ketika teroris Islamic State menyerang desa-desa di sekitar gunung Sinjar. Kebanyakan dieksekusi atau tewas ketika mencoba melawan militan bersenjata lengkap. Peristiwa berdarah itu dikenal dengan nama "pembantaian Sinjar"
Foto: DW/Andreas Stahl
Tanpa Uluran Tangan
Musim dingin yang sudah di depan mata bakal mempersulit situasi keluarga Yazidi yang hidup di bangunan terbengkalai. Ketiadaan uang untuk makan atau setidaknya membeli selimut adalah kekhawatiran terbesar. Bantuan internasional bisa menyelamatkan kehidupan yang terancam.
Foto: DW/Andreas Stahl
Rumah Seadanya
Bangunan kosong ini dijadikan rumah dan tempat berlindung oleh sekitar 40 keluarga Yazidi yang mengungsi usai pembantaian Sinjar
Foto: DW/Andreas Stahl
"Menunggu dan Berharap"
Pengungsi Yazidi dijanjikan akan mendapat kamp pengungsi baru. Namun hingga kini belum terlihat adanya upaya serius membangun tempat berlindung buat kaum terusir itu. "Satu-satunya yang bisa kami lakukan adalah menunggu dan berharap," kata salah seorang pengungsi.
Foto: DW/Andreas Stahl
'Binasakan Rumah Kami'
Sebagian besar kaum Yazidi mendesak AS dan koalisinya agar melancarkan serangan udara terhadap kampung halamannya sendiri yang diduduki kelompok teror IS. "Tolong, ledakan rumah saya," kata seorang Yazidi yang meyakini satu-satunya cara menghalau IS adalah dengan serangan udara.
Foto: DW/Andreas Stahl
Lindungi Masa Depan Mereka
Seorang bocah Yazidi bermain di sebuah area konstruksi di utara Irak. Masa depan mereka adalah salah satu kekhawatiran terbesar masyarakat internasional. Selama IS masih bergeliat, bocah-bocah ini masih akan hidup dalam pelarian tanpa kehidupan normal.
Foto: DW/Andreas Stahl
Terusir dari Tempat Pelarian
Seakan kondisi para pengungsi belum cukup mengenaskan, pemilik gedung tempat bernaung kaum Yazidi selama hampir tiga bulan, mengusir mereka keluar. "Kami tidak punya tujuan. Buat kami mustahil pergi hingga kamp pengungsi baru selesai dibangun," kata salah seorang pengungsi.
Foto: DW/Andreas Stahl
Tertinggal di Sinjar
Seorang remaja berpose di depan kamera. Banyak pengungsi Yazidi meninggalkan anggota keluarga dan sanak saudaranya di pedesaan Sinjar. Hingga kini tidak ada yang tahu nasib mereka.
Beberapa perempuan yang diwawancarai mengeluh bahwa mereka "dipukuli dan dipermalukan" selama interogasi dan dipaksa menjalani kondisi tidak higienis dengan bayi mereka yang baru lahir.
"Para perempuan ini berada dalam situasi yang sangat sulit. Terutama bagi anak-anak kecil, keadaannya sama sekali tidak baik," kata Houry kepada Die Welt.
Pakar terorisme mengatakan bahwa para perempuan itu sekarang ingin kembali ke negara asal mereka, bahkan jika itu berarti menghadapi tuntutan pidana.
WNI Simpatisan ISIS Ingin Pulang ke Indonesia
01:03
"Beberapa perempuan setidaknya ingin mengirim anak-anak mereka ke rumah," katanya kepada surat kabar tersebut. "Anak-anak tidak melakukan kejahatan apapun, mereka adalah korban perang dan seringkali orang tua mereka yang radikal," katanya. Houry mengatakan kepada Die Welt bahwa pihak berwenang Kurdi kurang ingin memindahkan mereka ke negara asal mereka.
Tidak diterima di negara asal
Namun pejabat Kurdi menghadapi perlawanan keras dari beberapa negara asal para perempuan itu, termasuk Perancis, Inggris dan Belgia, yang saat ini menangani ribuan pejuang jihad yang kembali dari Suriah dan Irak, yang dipenjara atau lolos dari konflik selama dua tahun terakhir.
Pemerintah Perancis, misalnya, telah meminta jihadis Prancis yang ditangkap di Suriah dan Irak untuk diadili di sana, jika mereka dapat jamin pengadilannya berlangsung adil.
5 Fakta mengenai ISIS
ISIS telah berkembang menjadi satu organisasi yang kuat, multinasional. Kelompok ini mampu menggelar operasi besar yang canggih bertaraf internasional. Berikut beberapa fakta mengenai kelompok ini.
Foto: picture alliance/AP Photo
Perekrutan Serdadu
Dideklarasikan pada 29 Juni 2014, saat ini ISIS sudah berhasil meningkatkan anggota pasukan perangnya. Menurut satu laporan, pada tahun 2015 ISIS berhasil merekrut lebih dari 20.000 orang yang berasal dari sekitar 90 negara.
Foto: picture-alliance/abaca/Yaghobzadeh Rafael
Dana dari Peninggalan Bersejarah
Banyak situs sejarah, terutama di Suriah, diduga telah dirusak oleh kelompok ISIS. Bangunan serta wilayah kuno, museum dan situs arkeologi dijarah. Hasil jarahan ini diduga dimanfaatkan ISIS untuk mendanai aksi mereka.
Foto: Fotolia/bbbar
Populer lewat Eksekusi Mati
Kebrutalan dan kekejaman ISIS bisa dilihat dan dibuktikan dari video-video eksekusi yang mereka buat dan publikasikan. Berbagai cara keji diterapkan ISIS untuk menyebarkan ketakutan penduduk penggal kepala, gorok leher atau bahkan bakar hidup-hidup tahanan.
Foto: picture-alliance/dpa
Tahu Teknologi
Media sosial dipergunakan kelompok teroris ini untuk mengkampanyekan propaganda mereka. Mereka juga piawai dalam membuat video. Berbeda dengan video milik Al-Qaeda, yang lebih amatiran, video produksi ISIS kadang dilengkapi dengan background musik, gambar aksi dan khotbah yang telah mampu membuat banyak orang "merasa terpanggil“ bergabung dengan ISIS.
Foto: picture-alliance/AP
Biaya Operasi Terjamin
ISIS mampu membiayai sendiri operasi militernya. ISIS berupaya membangun jaringan di antara penduduk untuk mengamankan kucuran "sumbangan“. ISIS diduga secara sistematis lakukan pemerasan. Yang dijadikan sasaran adalah pengusaha kecil atau juga perusahaan besar, dan jika isunya benar bahkan pemerintah di wilayah yang berhasil dikuasainya.
Foto: picture alliance/AP Photo
5 foto1 | 5
Bulan lalu, sebuah pengadilan Irak menjatuhkan hukuman mati kepada seorang perempuan Jermansetelah dia dinyatakan bersalah karena tergabung dalam kelompok jihad. Ini jadi kasus pertama yang melibatkan perempuan Eropa. Laporan sebelumnya telah mengungkapkan bagaimana ratusan perempuan Barat telah melakukan perjalanan ke Timur Tengah untuk bergabung dengan ISIS sejak kelompok radikal Islam tersebut mengumumkan kekhalifahannya di dua negara yang dilanda perang pada tahun 2014.
(Nik Martin/ap/ml/dpa)
Lima Negara Asia Penyumbang Terbesar Serdadu ISIS
Diperkirakan sebanyak 1000 orang asal Asia berperang di bawah bendera Islamic State. Indonesia dan Cina perlahan menjadi lahan subur buat perekrutan gerilayawan IS, dengan Malaysia sebagai persinggahan.
Foto: Graham Denholm/Getty Images
Cina
Sebanyak 300 warga Cina telah bergabung dengan ISIS, kata Meng Hongwei, Menteri Ketertiban Umum. Kebanyakan termasuk kelompok etnis minoritas muslim, Uighur. Uniknya, 'relawan' negeri tirai bambu itu berangkat ke Suriah lewat Malaysia. "Mereka menggunakan Malaysia sebagai terminal," ujar Meng.
Foto: Getty Images
Indonesia
Hingga akhir tahun lalu pemerintah di Jakarta mencatat 60 WNI yang diduga kuat hijrah ke Suriah demi ISIS. Baru-baru ini 16 orang dikabarkan menghilang dari rombongan wisata saat berkunjung ke Turki. Mereka pun diyakini sengaja memisahkan diri untuk menyebrang ke Suriah dan bergabung dengan ISIS.
Foto: Anwar Mustafa/AFP/Getty Images
Pakistan
Negeri di jantung Asia Selatan ini paling banyak menyumbangkan serdadu buat ISIS. Tercatat sebanyak 330 warga Pakistan bergabung dengan Islamic State di Suriah. NATO juga memastikan, ISIS banyak melakukan upaya perekrutan di wilayah kesukuan yang terletak di perbatasan Pakistan dan Afghanistan. Mereka terutama mendekati klan setempat atau bekas gerilayawan Taliban.
Foto: picture-alliance/dpa/J. Guez
Afghanistan
Hindukush sejatinya termasuk negara yang dihindari Islamic State lantaran keberadaan Taliban. Namun menurut laporan militer Amerika Serikat, belakangan kelompok teror pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi itu mulai merambah ke Afghanistan dengan merekrut kelompok pecahan Taliban. Hingga Desember tahun lalu pemerintah di Kabul mencatat 23 warganya hijrah ke Suriah demi ISIS.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Khaliq
Australia
Tahun lalu sebanyak 90 warga negara Australia terbang ke Suriah buat bergabung dengan ISIS, kata Jaksa Agung George Brandis. Secara keseluruhan, kontingen Australia yang bekerja untuk Islamic State berjumlah 250. Canberra berupaya mencegah eksodus warganya dengan memberlakukan undang-undang baru yang melarang warganya berpergian ke wilayah tertentu tanpa izin, antara lain Raqqa, Suriah.