Hampir semua korban pemerkosaan di Indonesia takut melaporkan ke kepolisian karena khawatir stigma masyarakat. Catatan muram tersebut diungkap dalam sebuah jajak pendapat.
Iklan
Bahwa korban pemerkosaan di Indonesia cendrung bungkam karena rasa malu atau tekanan sosial, kini dipastikan oleh sebuah jajak pendapat. Lebih dari 90 persen kasus pemerkosaan di tanah air tidak dilaporkan ke kepolisian.
Survei tersebut dipublikasikan pekan lalu, ketika pemerintah berniat membangun pusat pengaduan untuk korban pemerkosaan. Langkah tersebut disambut aktivis perempuan karena dinilai bisa membantu mencegah tindak pemerkosaan.
Dari 25,213 responden online, sekitar 6,5% atau 1.636 orang mengatakan pernah diperkosa. Namun lebih dari 93 persen korban takut melaporkan ke polisi karena khawatir reaksi keluarga dan lingkungan sosial.
Menurut data yang ada sekitar sepertiga korban pemerkosaan berusia di bawah 18 tahun. Survey tersebut digelar oleh LSM anti kekerasan seksual, Lentera Sintas Indonesia, majalah Magdalene dan situs petisi online Change.org.
Direktur Lentera Sintas, Dr. Sophia Hage, menilai tingginya angka kasus pemerkosaan yang tidak dilaporkan cuma "pucuk gunung es" dan "mencerminkan betapa pekanya isu tersebut dan masyarakat cendrung menjadikannya tabu," tuturnya kepada Reuters.
"Salah satu alasan kenapa mereka tidak mengungkapnya adalah karena stigma sosial dan korban takut disalahkan. Jadi ada pembiaran dalam isu ini," imbuhnya. Sekitar 58% responden mengklaim pernah mengalami pelecehan seksual secara verbal. Sementara 25% lainnya mengaku pernah dilecehkan secara fisik, termasuk diraba dan dicium.
Pekan lalu pemerintah mengatakan sedang berencana membangun pusat statistik untuk mencatat kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak-anak. Lembaga tersebut diharapkan sudah bisa bekerja awal tahun 2017.
Aktivis perempuan mengeluhkan minimnya data statistik berdampak negatif pada pendidikan dan pencegahan kekerasan seksual. "Kami mendukung keputusan tersebut. Tapi pusat statistik harus ramah terhadap semua korban kekerasan seksual," kata Dr. Sophia Hage.
Hukum Perkosaan di Berbagai Negara
Trauma berkepanjangan, hancurnya semangat hidup, bahkan berujung kematian, banyak kepahitan dialami korban perkosaan. Sudah saatnya semua negara memperbaiki perlindungan hukum terhadap korban kekerasan seksual.
Foto: Fotolia/Artem Furman
Jerman: No Means No
Tahun 2016 definisi perkosaan diperluas. Jika korban mengatakan 'TIDAK‘ terhadap aktivitas seksual, dan pihak lain tetap memaksa, maka pihka yang memaksa dapat diajukan ke pengadilan. Hukum Jerman sebelumnya terkait kekerasan seksual amat lemah. Sebuah kasus dianggap pemerkosaan hanya jika sang korban secara fisik mencoba melawan pelaku.
Foto: dapd
Perancis: Verbal pun Dapat Dihukum
Istilah "pemerkosaan" mencakup kegiatan seksual tanpa kesepakatan pihak yang terlibat atau adanya unsur pemaksaan. Pelanggar bisa mendapat ancaman vonis hingga 20 tahun penjara. Orang yang berulang kali secara verbal melecehkan orang lain secara seksual dapat dijatuhi vonis denda tinggi - atau bahkan hukuman penjara sampai dua tahun.
Foto: picture alliance/Denkou Images
Italia: Suami pun Bisa Dipenjara
Pada tahun 1996, Italia memperluas hukum kejahatan seks, mencakup pemaksaan aktivitas seksual dalam pernikahan. Ancaman bagi seseorang yang memaksa pasangannya berhubungan seks, sementara pasangannya menolak, bisa terancam hukuman 10 tahun penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Swiss: Penetrasi Vagina
Swiss membatasi definisi pemerkosaan dengan kegiatan penetrasi pada vagina. Serangan pelecehan seksual lainnya dapat dikategorikan sebagai pemaksaan seksual – jika korban menolak, baik secara fisik maupun verbal. Hukuman untuk semua pelanggaran bisa divonis hingga 10 tahun penjara. Sejak tahun 2014, perkosaan dalam pernikahan dapat dikenai hukuman.
Foto: Fotolia/Ambelrip
Swedia: Korban terpaksa karena takut
Di bawah hukum pidana Swedia, membuka paksa baju orang lain dapat dikenai hukuman hingga 2 tahun penjara. Eksploitasi seks terhadap orang dalam "kondisi tak berdaya," seperti tertidur atau di bawah pengaruh obat/alkohol, termasuk pemerkosaan. Sejak 2013, perkosaan juga termasuk serangan terhadap orang yang tidak menolak karena takut, hingga tercipta kesan terjadinya hubungan seks konsensual.
Foto: Fotolia/Gerhard Seybert
Amerika Serikat: Bahkan terjadi di kampus
Definisi kekerasan seksual bervariasi dari satu negara bagian ke negara bagian lain. Di Kalifornia, misalnya kedua pihak pasangan harus secara jelas menyetujui tindakan seksual, jika tak mau dianggap sebagai perkosaan. Aturan ini juga berlaku untuk mahasiswa di kampus-kampus, di mana dilaporkan meluasnya kekerasan seksual dalam beberapa tahun terakhir
Foto: Fotolia/Yuri Arcurs
Arab Saudi: Melapor malah dihukum
Negara ini menetapkan hukuman mati bagi pemerkosaan, meski masih sulit menjerat pelaku yang memperkosa istri mereka. Ironisnya perempuan yang melaporkan perkosaan malah bisa dihukum jika dianggap "aktif" berkontribusi dalam perkosaan. Misalnya, perempuan yang bertemu dengan laki-laki yang kemudian memperkosa mereka, dapat dihukum karena dianggap mau bertemu dengan lelaki itu.