1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Abdala, Vaksin Buatan Kuba Pesaing Pfizer dan Moderna

29 Juni 2021

Abdala, vaksin COVID-19 buatan Kuba telah terbukti 92% efektif melawan virus corona dalam uji klinis, demikian disampaikan otoritas kesehatan Kuba pekan ini. DW mencoba melihat lebih dekat.

Vaksin Abdala buatan Kuba
Nama vaksin Abdala diambil dari puisi ciptaan pahlawan kemerdekaan Jose MartiFoto: Joaquin Hernandez/Xinhua/picture alliance

Kuba tengah berupaya menjadi negara yang mandiri dalam memenuhi kebutuhan vaksin COVID-19. Salah satu vaksin produksi dalam negerinya dinamai Abdala, yang diambil dari sebuah syair terkenal karya pahlawan kemerdekaan dan ikon nasional Kuba bernama Jose Marti.

Bagi kebanyakan warga Kuba, nama tersebut dianggap sempurna menggambarkan bagaimana negara kecil berpenduduk 11 juta orang itu tidak dapat dikalahkan oleh sebuah virus mematikan dan blokade ekonomi Amerika Serikat (AS) selama 60 tahun. Karena di dalam syair, Abdala yang merupakan seorang pahlawan muda, juga berjuang mempertahankan tanah airnya dengan penuh semangat patriotik, tanpa peduli seberapa kuat musuh yang menghadang di depan.

Kuba juga memiliki ilmuwan-ilmuwan hebatnya sendiri. Salah satunya adalah Gerardo Enrique Guillen Nieto yang menjabat sebagai Direktur Penelitian Biomedis di Pusat Rekayasa Genetika dan Bioteknologi (CIBG) di Havana, tempat Abdala dikembangkan.

"Kami tidak pernah berhenti bekerja sejak awal pandemi, setiap Sabtu, setiap Minggu, dari pagi hingga larut malam, tanpa istirahat sedikit pun,” ujar Guillen Nieto dalam sebuah klip di televisi. "Dan kami sangat gembira karena hasilnya melebihi semua harapan kami,” tambah ilmuwan berusia 58 tahun itu merujuk pada hasil uji klinis yang baru saja diumumkan.

Kuba memetakan jalannya sendiri

Abdala telah terbukti sekitar 92,28% efektif melawan COVID-19 dalam uji klinis, demikian menurut BioCubaFarma, perusahaan biotek yang dikelola oleh negara. Angka ini menempatkan Abdala di jajaran yang sama dengan vaksin paling efektif saat ini, yaitu BioNTech-Pfizer dan Moderna.

Abdala disebut sebagai sebuah vaksin protein, bukan vaksin vektor ataupun vaksin dengan teknologi mRNA. Vaksin tersebut membawa sebagian protein spike yang digunakan oleh virus untuk mengikat sel manusia. Ia merapat ke reseptor protein spike dari virus itu sendiri, sehingga memicu reaksi kekebalan. Untuk domain pengikat reseptornya, para ilmuwan menggunakan ragi.

Guillén Nieto mengatakan dia mengumpulkan peneliti dari semua bidang untuk mengembangkan vaksin AbdalaFoto: Televisión Cubana.

Meskipun uji klinis fase ketiga belum selesai, pemerintah Kuba telah meluncurkan program vaksinasinya pada pertengahan Mei dengan menggunakan Abdala dan vaksin lokal kedua bernama Soberana 2. Vaksin-vaksin ini adalah vaksin pertama di negara itu sejak Kuba menolak mengimpor vaksin dari Rusia ataupun Cina. Kuba juga telah memutuskan untuk tidak bergabung dengan inisiatif COVAX yang didukung PBB.

"Kami tahu pada akhirnya kami harus selalu mengandalkan diri sendiri, pada kekuatan dan kemampuan kami sendiri,” kata Guillen Nieto, menyinggung isolasi politik yang disebabkan oleh embargo AS.

"Hasilnya adalah sistem perawatan kesehatan yang tidak hanya bebas biaya tapi juga dikendailkan secara terpusat. Selain itu, hal ini juga telah menyempurnakan kemampuan kami untuk merespons bencana dengan cepat, baik itu dalam uji klinis, kampanye vaksinasi atau bahkan produksi vaksin,” tambahnya.

Vaksin Abdala untuk menahan laju infeksi COVID-19

Vaksin Abdala diberikan dalam tiga dosis, dengan selang waktu dua minggu di setiap suntikannya.

Menurut Guillen Nieto, 2,2 juta orang di Kuba telah menerima dosis pertama. Sementara, 1,7 juta orang telah menerima dosis kedua, dan 900 ribu orang telah menerima dosis ketiga. Berdasarkan rencana ambisius pemerintah Kuba, 70% dari populasi negara harus sudah divaksin pada bulan Agustus mendatang.

Kuba saat ini berpacu dengan waktu karena jumlah infeksi baru terus meningkat dengan lebih dari 2.000 kasus per hari. Hampir 1.200 orang telah meninggal dunia akibat COVID-19 di Kuba.

Meski begitu, Guillen Nieto mengatakan bahwa Kuba mengandalkan kampanye vaksinasi dalam perang melawan virus.

"Di sini ada tingkat kepercayaan yang belum pernah terjadi sebelumnya pada sistem kesehatan Kuba,” kata Guillen Nieto. "Kami tidak pernah kesulitan menemukan sukarelawan dalam hal uji klinis. Di Kuba, orang sangat ingin divaksinasi. Tidak ada satu orang pun di sini yang berpikir untuk tidak divaksin karena semua orang tahu betapa pentingnya vaksinasi,” tambahnya.

Kuba meluncurkan kampanye vaksinasi COVID-19 pada pertengahan MeiFoto: Ramon Espinosa/AP/picture alliance

Panel ahli independen di Havana sekarang akan meneliti vaksin Abdala tersebut, dan persetujuan darurat resmi diperkirakan akan keluar dalam dua minggu ke depan. Setelah itu, Kuba dapat mengajukan permohonan ke WHO agar Abdala disetujui untuk penggunaan internasional. Bolivia, Jamaika, Venezuela, Argentina, dan Meksiko telah mengisyaratkan minatnya pada vaksin Abdala.

WHO berbagi optimisme

Jose Moya, seorang dokter asal Peru yang memulai karirnya sebagai seorang epidemiologi 30 tahun lalu turut berbagi pandangannya terkait vaksin Abdala.

Moya yang selama dua tahun terakhir menjadi perwakilan dari PAHO (Pan American Health Organization) di Kuba – yang merupakan sebuah organisasi regional WHO dengan 27 kantor negara – menyatakan percaya pada angka efikasi vaksin Abdala.

"Institut Penelitian CIGB memiliki pengalaman 30 tahun dalam penelitian vaksin. Saya percaya hasil yang telah dipublikasikan itu. Ini adalah studi serius, dengan partisipasi para peneliti dan lembaga yang berkomitmen pada sains,” kata Moya yang juga pernah bekerja untuk Doctors Without Borders di Guatemala, Mozambik, dan Nigeria itu.

Bukti terbaik adalah fakta bahwa 80% dari semua vaksin Kuba diproduksi di dalam negeri, lanjut Moya. Baginya efikasi tinggi vaksin Abdala bukan sesuatu yang mengherankan. Itu hanyalah konsekuensi logis dari sistem perawatan kesehatan yang telah berkinerja baik selama beberapa dekade, tambahnya.

Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel di sisi lain tidak ingin berkomentar banyak terkait hasil uji klinis dari vaksin Abdala. Baginya, dorongan negara untuk mengejar solusi dalam negeri daripada mengimpor vaksin asing adalah sebuah kemenangan bagi industri biotek Kuba.

"Keberhasilan ini hanya bisa dibandingkan dengan kebesaran pengorbanan kita. Ini adalah contoh kebanggaan sebuah negara memperlakukan industri farmasinya, yang telah hidup dengan embargo ekonomi AS sejak tahun 1962,” katanya.

(gtp/ha)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Oliver Pieper Reporter meliput isu sosial dan politik Jerman dan Amerika Selatan.
Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait