Alat kontrasepsi masih tabu di Afghanistan, negara dengan angka kelahiran tertinggi di Asia. Banyak perempuan memilih aborsi secara ilegal agar tidak dikucilkan dan mencegah membengkaknya keluarga.
Iklan
"Saya menenggak obat-obatan untuk mengaborsi bayi saya," tutur Lina (bukan nama sebenarnya) dengan suara lemah. Ia tidak menyesali keputusannya karena ia yakin ia tidak mempunyai pilihan lain. "Suami saya dipenjara setelah dituding terlibat dalam sebuah serangan. Saya sudah hamil saat ia ditangkap."
"Keluarga saya merasa malu dan mengatakan orang-orang akan bertanya itu anak siapa," tambahnya.
Kepada DW Lina mengaku mengenal banyak perempuan lainnya yang juga melewati aborsi. "Cukup datang ke dokter, minta pil-pil yang sesuai dari apotek dan tak lama setelah mengkonsumsi pil, bayinya meninggal."
Aborsi tetap ilegal
Namun aborsi di Republik Islam Afghanistan tetap dianggap ilegal kecuali hidup sang ibu terancam atau ada risiko bayinya lahir dengan cacat serius. Hukuman penjara dan denda adalah ganjaran standar bagi aborsi.
Perkosaan dan inses tidak dianggap sebagai alasan yang cukup untuk aborsi, kata Malika Paygham, seorang dokter di Herat. "Apabila ibu hamil atau anak dalam kandungan punya masalah kesehatan, seorang ginekolog dan tiga dokter lainnya dapat melakukan aborsi setelah sebuah sesi konseling." Itupun setelah datang izin dari dokter dan dewan pemuka agama.
Aborsi di Argentina – Menentang Tabu
Presiden Argentina Alberto Fernandez ajukan undang-undang (RUU) yang melegalkan aborsi ke kongres. Dulu karena ilegal, beberapa perempuan yang terpaksa menggugurkan kandungan, melakukannya sendiri dengan nekad.
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
Pria menderita juga
Aborsi bukan hanya masalah perempuan, sebagai karya yang ditunjukkan fotografer Lisa Franz, Guadalupe Gomez Verdi dan Lea Meurice. Pedro, 24 tahun, mendukung keputusan pacarnya untuk melakukan aborsi pada tahun 2012. Dia tidak bisa berbicara dengan teman-temannya tentang hal itu. "Kami merasa seperti penjahat."
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
Untuk kebebasan pribadi
Dulu meski dilarang, setiap tahun sekitar setengah juta perempuan menjalani prosedur, seperti yang dilakukan Camilla. Setelah aborsi, dia membuat tato di lehernya, dengan tulisan: "Libertad ", yang artinya: kebebasan.
Foto: Goméz Verdi, Franz, Meurice
Aborsi di Tahun Baru
Mara, dulu hamil pada usia 21 tahun. Keluarga pacarnya mengancam, "Jika kamu melakukan aborsi, kami akan melaporkanmu." Tapi kemudian, pacarnya meninggalkan dia dalam keadaan berbadan dua. Setelah hampir hamil 12 minggu, dia menceritakan nasibnya pada ibunya dan melakukan aborsi di klinik ilegal, pada Malam Tahun Baru 2002.
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
Aborsi di rumah
Gantungan baju, jarum rajut, pukulan di perut - kurangnya informasi dan tidak ada pilihan lain menyebabkan banyak perempuan nekad melakukan aborsi sendiri. Hal ini sering berakibat fatal.
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
100 kematian setiap tahun
Menurut data dari Departemen Kesehatan Argentina, setiap tahun antara 60.000 dan 80.000 perempuan dengan komplikasi akut dan perdarahan akibat aborsi, dirawat di rumah sakit dan diinapkan dalam apa yang disebut "kamar syok". Sekitar 100 perempuan meninggal dunia akibat luka atau prosedur aborsi Yang salah. Kasus-kasus seperti ini sangat umum di daerah-daerah termiskin di negara itu.
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
Aborsi untuk dua puluh juta
Bisnis aborsi ilegal berkembang. Dokter memungut biaya sekitar 20 juta Rupiah untuk prosedur ilegal ini. Salah satu kritikus dari praktik ilegal ini adalah ahli bedah German Cardoso--anggota asosiasi yang dokter Argentina. Ia berkomitmen untuk melegalkan aborsi. Dia sendiri melakukan prosedur itu. Biayanya bervariasi, disesuaikan dengan pendapatan pasien.
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
Bantuan dari perempuan untuk perempuan
"Ambil rosario Anda keluar dari indung telur kita! " demikian tuntut asosiasi perempuan Argentina "La Revuelta", salah satu dari banyak LSM yang memperjuangkan legalisasi aborsi. Di provinsi Patagonian dari Neuquen, mereka memberi nasihat dan menemani perempuan yang ingin melakukan aborsi.
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
Tidak ada pedoman
Eluney, 21 tahun usianya. Gadis dari Neuquenini ditemani oleh badan amal La Revuelta ketika terpaksa melakukan aborsi. "Saya ingin memutuskan sendiri kapan harus menjadi seorang ibu," katanya. Namun, jika aborsi kimia tidak dilakukan dengan benar, maka bisa berbahaya. Dokter sering menjual obat tanpa informasi tentang bagaimana obat-obatan itu harus digunakan.
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
Aborsi di Penjara
Terpaksa bekerja sebagai pelacur, Sonia Sanchez lima kali aborsi - semua dilakukan di penjara. Dia ditahan untuk kasus ‘prostitusi ilegal". Ia dihamili oleh pelanggan yang membayar pemilik rumah bordil untuk melakukan seks tanpa kondom. Pada tahun 2012, aborsi dilegalkan, khusus untuk kasus pemerkosaan atau jika mengancam nyawa perempuan hamil.
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
Dalam keheningan
"Ini tubuh saya," kata Monica. Fotografer Lisa Franz, Guadalupe Gomez Verdi dan Lea Meurice ingin menggunakan proyek foto mereka untuk memecah keheningan persoalan aborsi di Argentina, hal yang selama ini tabu untuk dibicarakan.
Foto: Lisa Franz, Guadalupe Gómez Verdi, Léa Meurice
10 foto1 | 10
Afghanistan memiliki angka kelahiran tertinggi di Asia. Rata-rata perempuan mempunyai lima anak. Menurut pemikiran tradisional, sebuah keluarga besar menjamin keberlangsungan hidup keluarga - anak lelaki terutama dihargai.
Namun banyak orangtua yang lebih memilih anak sedikit atau tidak sama sekali. Sayangnya kurangnya informasi mengenai kontrasepsi menghambat kemungkinan ini. Statistik UNICEF menunjukkan bahwa 79 persen perempuan Afghanistan tidak menggunakan kontrasepsi. "Aborsi adalah satu-satunya bentuk kontrasepsi yang mereka ketahui," menurut Adela Mubasher dari WHO di Afghanistan.
"Namun karena dianggap ilegal, umumnya ibu hamil memilih bidan tradisional dan ini sangat berisiko karena seringkali mereka tidak berpendidikan dan tidak tahu bagaimana cara mengatasi pendarahan atau komplikasi," jelas Mubasher.
Meningkatkan kesadaran
Meski ada sejumlah upaya pemerintah untuk memperbaiki situasi, struktur bagi kesehatan perempuan Afghanistan masih jauh dari memadai. Di seluruh penjuru Afghanistan, setiap dua jam seorang perempuan meninggal dunia dengan penyebab terkait kehamilan, menurut statistik UNICEF. Di bawah kondisi sekarang, kira-kira satu dari 50 perempuan Afghanistan berisiko meninggal akibat kehamilan.
"Jumlah staf medis yang ada tidak mencukupi," kritik kali ini datang dari Severine Caluwaerts, seorang ginekolog dari Dokter Lintas Batas. "Seorang ginekolog lelaki tidak diterima dan dokter perempuan jumlahnya sangat sedikit."
Itulah mengapa Caluwaerts dan para koleganya berusaha meningkatkan kesadaran. "Kami menawarkan konseling kepada perempuan Afghanistan mengenai kesehatan dan keluarga berencana karena kami tahu ini dapat membantu menyelamatkan nyawa mereka dan anak-anak mereka."
Lina setuju bahwa perdebatan harus lebih banyak digelar. Tabu sosial seharusnya tidak menjadi alasan untuk begitu banyak aborsi di Afghanistan. "Saya ingin media dan otoritas Islam di negara saya untuk lebih banyak membicarakan keluarga berencana," tegas Lina.