Kelompok-kelompok umat kristiani, muslim dan Yahudi di Recklinghausen, Jerman memulai perayaan Abrahamsfest ke-20. Membangun toleransi antaragama menjadi inti perayaan ini.
Iklan
Puluhan acara termasuk kampanye, musik dan lokakarya diselenggarakan mulai pekan ini hingga tanggal 8 Desember mendatang, dalam perayaan Abrahamsfest atau Festival Ibrahim atau Abraham ke-20 di Recklinghausen, Jerman. Acara ini merupakan gerakan perdamaian dan wadah dialog antarumat beragama untuk membangun perdamaian.
Dikutip dari Domradio, festival kali ini bertajuk "Pemuda – aktif di antara kursi ", sebagaimana diumumkan penyelenggara di Marl, Recklinghausen. Kaum muda diharapkan berperan aktif dalam menjembatani perbedaan agama.
Hadir dalam perayaan untuk tahun ini adalah pianis Suriah, Aeham Ahmad, yang meninggalkan negara asalnya dan sekarang tinggal di Warburg, Jerman. Musisi tersebut akan tampil di konser pada tanggal 30 Oktober.
Hanya 30 tamu di lokasi acara pertama
Abrahamsfest ke-20 dimulai pada Minggu malam (06/09) dengan acara bertajuk "Hidup Bersama" di Sinagoge Recklinghausen. Hanya 30 tamu yang diperbolehkan hadir pada malam itu karena adanya protokol kesehatan terkait pandemi corona. Acara tersebut disiarkan langsung di YouTube dan Facebook.
Penyelenggara acara ini adalah Kelompok Kerja Kristen-Islam di Marl, Recklinghausen bekerja sama dengan gereja-gereja dan masjid-masjid, serta komunitas Yahudi di Recklinghausen, dewan integrasi Kota Marl. Kegiatan ini juga didukung termasuk Kementerian Integrasi North Rhein Westfallen, Gereja Injili Westfallen dan Keuskupan Münster.
Iklan
Tradisi dialog antaragama
Bukan hanya pada saat festival saja, kegiatan komunitas antaragama ini sudah sering dilakukan sebelumnya. Februari lalu, acara doa bersama untuk perdamaian juga diselenggarakan di distrik ini.
“Pada saat konflik politik semakin global, dan kelompok serta pelaku individu ingin membenarkan pembunuhan terhadap orang lain dengan mengatakan bahwa mereka berasal dari komunitas agama yang berbeda, perasaan takut dan tidak aman semakin sering muncul,” ujar Bernhard Lübbering pensiunan imam gereja di Recklinghausen. Ia dan mitranya tokoh-tokoh agama lain ingin melakukan sesuatu untuk mengatasi hal itu dan berkomitmen untuk membangun dialog antaragama.Demikian dikutip dari situs Kirche und Leben.
“Kerja sama komunitas agama lokal sangat penting,” kata Lübbering. Hidup bersama di Recklinghausen hanya bisa berhasil "jika kita berbicara satu sama lain dan belajar satu sama lain dengan rasa hormat".
Sejak tahun 2000, orang Yahudi, kristiani dan muslim berkumpul di Recklinghausen untuk bersama dan membangun budaya saling menghormati.
ap/vlz (domradio, kircheundleben)
Satu Rumah Tiga Agama
Sebuah proyek di Berlin ingin menyatukan tiga agama Samawi dalam satu atap. Nantinya umat Muslim, Kristen dan Yahudi saling berbagi ruang saat beribadah. The House of One bakal dibiayai murni lewat Crowdfunding.
Foto: Lia Darjes
Berkumpul di Bawah Satu Atap
Tidak lama lagi ibukota Jerman, Berlin, bakal menyambut sebuah rumah ibadah unik, yang menyatukan tiga agama Ibrahim, yakni Islam, Kristen dan Yahudi. Rencananya The House of One akan memiliki ruang terpisah untuk ketiga agama, dan beberapa ruang umum untuk para pemeluk buat saling bersosialiasi.
Foto: KuehnMalvezzi
Tiga Penggagas
Ide membangun The House of One diusung oleh tiga pemuka agama, yakni Pendeta Gregor Hohberg, Rabi Tovia Ben-Chorin dan seorang imam Muslim, Kadir Sanci. "Ketiga agama ini mengambil rute yang berbeda dalam perjalanannya, tapi tujuannya tetap sama," ujar Kadir Sanci. Menurutnya The House of One merupakan kesempatan baik buat ketiga agama untuk menjalin hubungan dalam kerangka kemanusiaan
Foto: Lia Darjes
Berpondasi Sejarah
Di atas lahan yang digunakan The House of One dulunya berdiri gereja St. Petri yang dihancurkan pada era Perang Dingin. Arsitek Kuehn Malvezzi memutuskan menggunakan pondasi gereja St. Petri untuk membangun The House of One. Sang arsitek mengakomodir permintaan masing-masing rumah ibadah, seperti Masjid dan Sinagoga yang harus mengadap ke arah timur.
Foto: Michel Koczy
Cerca dan Curiga
Awalnya tidak ada komunitas Muslim yang ingin terlibat dalam proyek tersebut. Namun, FID, sebuah kelompok minoritas Islam moderat yang anggotanya kebanyakan berdarah Turki mengamini. Kelompok tersebut harus menghadapi cercaan dari saudara seimannya lantaran dianggap menkhianati aqidah Islam. Namun menurut Sanci, perdamaian adalah rahmat semua agama.
Foto: KuehnMalvezzi
Dikritik Seperti Makam Firaun
Tidak jarang proyek di Berlin ini mengundang kritik tajam. Salah seorang tokoh agama Katholik Jerman, Martin Mosebach, misalnya menilai desain arsitektur The House of One tidak mencerminkan sebuah bangunan suci. Bentuk di beberapa bagiannya malah tampak serupa seperti makan Firaun. Tapi ketiga pemuka agama yang terlibat memilih acuh dan melanjutkan dialog terbuka untuk menggalang dukungan publik
Foto: Lia Darjes
Sumbangan Massa
Penggagas proyek The House of One menyadari betul pentingnya peran publik dalam pembangunan. Sebab itu mereka sepenuhnya mengandalkan pendanaan massa alias crowdfunding. Setiap orang bisa menyumbang uang buat membeli satu batu bata. Sebanyak 4,350.000 batu bata dibutuhkan buat menyempurnakan bangunan. Sejauh ini dana yang terkumpul sebesar 1 juta Euro dari 43 juta yang dibutuhkan
Foto: KuehnMalvezzi
Merajut Damai
Manajamen proyek berharap rumah baru ini bakal menjadi pusat pertukaran budaya antara ketiga pemeluk agama untuk saling menengenal dan saling menghargai. "Adalah hal baik buat mengenal lebih dekat jiran kita," ujar Imam Kadir Sanci.