Pawai tradisional kaum LGBT Singapura Pink Dot jadi ajang atraktif bagi sejumlah perusahaan. Tahun ini, penyelenggara mencatat rekor dana dari sponsor, sekalipun aturan pemerintah diperketat.
Iklan
Penyelenggara pawai LGBT "Pink Dot SG" berhasil mengumpulkan dana sponsor hingga 253.000 dolar Singapura, atau senilai 183.000 dolar AS. Ada lebih dari 100 perusahaan Singapura yang mensponsori pawai akbar yang tahun ini diselenggarakan pada 1 July 2017 di pusat kota.
Tahun lalu, baru 18 perusahaan yang memberikan dana sponsor, 13 di antaranya adalah perusahaan multinasional seperti Alphabet Inc's Google dan Facebook. Tahun ini, pemerintah Singapura melarang perusahaan asing mensponsori acara itu atau berpartisipasi dalam pawai Pink Dot SG.
Selama ini, pawai tahunan yang pertama kali digelar tahun 2009 itu hanya bisa diikuti oleh warga Singapura, karena aturan pemerintah melarang partisipasi warga asing. Sehingga banyak warga asing yang datang sebatas sebagai "pengamat" acara tersebut.
Namun bulan Oktober lalu, pemerintah Singapura memperketat peraturan dan menghapus perbedaan antara "peserta" dan "pengamat". Penyelenggara menyatakan, mereka "tidak punya pilihan lain" kecuali melarang partisipasi warga asing.
Darius Cheung, seorang eksekutif Singapura yang mengkoordinasi pendanaan, mengatakan bahwa acara akbar LGBT itu kini makin mendapat pengakuan dan sponsor tahun ini sebagian besar datang dari perusahaan kecil dan menengah.
Asia Perlahan Rangkul LGBT
Beberapa negara di Asia, perlahan mulai membuat langkah-langkah kecil dalam merangkul kalangan lesbian, gay, biseksual dan transjender(LGBT).
Foto: picture-alliance/dpa/R. B. Tongo
Taiwan
Mahkamah Konstitusi Taiwan membuka jalan yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Parlemen punya waktu dua tahun untuk ubah undang-undang yang sebelumnya melarang pernikahan sesama jenis. Keputusan itu menjadikan Taiwan sebagai negara Asia yang tergolong paling toleran bagi kelompok LGBT.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Chiang Ying-ying
Thailand
Thailand sejak lama dipandang sebagai benteng toleransi LGBT di Asia Tenggara. Negara ini telah mencabut larangan terhadap gay yang bertugas di militer. Sejak 1956, LGBT dilegalkan. Tidak ada larangan hukum untuk adopsi anak di antara pasangan gay. 2016, pasangan gay AS menangkan hak asuh atas bayi yang dilahirkan ibu penyewa rahim di Thailand, yang batal serahkan bayinya, saat tahu mereka gay.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Sangnak
Vietnam
Tahun 2013, Vietnam menghapus denda yang dikenakan pada pernikahan homoseksual dan mengizinkan pasangan sesama jenis untuk tinggal bersama. Dua tahun kemudian, Vietnam melegalkan pernikahan sesama jenis. Vietnam juga melegalkan pergantian kelamin bagi kalangan transjender.
Foto: picture-alliance/dpa
Cina
Menjadi gay tidak ilegal di Cina dan sejak tahun 2001, homoseksualitas sudah tidak lagi diklasifikasikan sebagai gangguan mental. Meski demikian, prasangka dan diskriminasi terhadap kaum LGBT masih terus berlanjut.
Foto: picture-alliance/dpa/Imagechina/Q. Peng
Jepang
Seks homoseksual legal sejak 1880, meski di masyarakat secara umum LGBT masih dianggap tabu. Pasangan gay menikmati hak serupa hetereseksual, seperti kemudahan untuk menyewa apartemen. Survei tahun 2015 dari Universitas Hiroshima Shudo: 51% dari 1.300 responden dukung perubahan undang-undang negara untuk mengizinkan pernikahan sesama jenis.
Foto: DW/S. Assimenios
Kamboja
Tidak ada hukum yang melarang aktivitas LGBT di Kamboja. Sejak 2003, aktivis mulai gelar acara merayakan hak LGBT, dengan festival film dan pameran seni.
Meski demikian, kritikus mengatakan bahwa kaum gay dan lesbian masih terpinggirkan secara sosial. Bahkan tahun 2007, Perdana Menteri Hun Sen mengatakan dia "kecewa" bahwa anak angkatnya adalah seorang lesbian.
Foto: Getty Images
Korea Selatan
Homoseksualitas tidak ilegal di Korea Selatan, namun tidak ada undang-undang yang melarang diskriminasi. Tahun 2013, seorang sutradara film gay dari Korea Selatan secara simbolis menikahi pasangan jangka panjangnya dalam upaya untuk menyampaikan pesan bahwa minoritas seksual harus diberi hak yang sama.
Foto: Reuters/K. Hong-Ji
Nepal
Berabad-abad berstatus monarki religius, Nepal merangkul demokrasi dan sekularisme. Meski berjuang melawan kemiskinan dan lemahnya infrastruktur, bangsa yang konservatif secara sosial dan mayoritas Hindu ini melangkah maju dengan mengakui hak-hak gay dan minoritas, menjadi negara Asia Selatan pertama yang melegalkan homoseksualitas tahun 2007.
Foto: picture alliance/AP
Israel
Israel merupakan negara pertama di Asia yang mengeluarkan peraturan anti-diskriminasi untuk LGBT. Israel sangat melindungi kaum minoritas ini. Pasangan LGBT dapat mengadopsi anak dan melakukan inseminasi buatan. Namun hal ini menggusarkan kelompok Yahudi konsevatif. Tahun 2015 pernah terjadi serangan terhadap parade gay di Israel. (Ed: ap/as/rtr/berbagai sumber)
Foto: picture-alliance/AP Photo/O. Balilty
9 foto1 | 9
"Yang lebih penting adalah melibatkan perusahaan lokal untuk akhirnya memperkuat posisi komunitas LGBT agar dihormati dan diterima di sini dan saya pikir kami berhasil melakukannya," kata Darius Cheung kepada kantor berita Reuters.
Pawai Pink Dot SG menghadirkan peserta yang berpakaian warna pink menyala dan dihiasi lampu-lampu yang menyinarkan warna pink. Berdasarkan hukum Singapura, hubungan seks antara laki-laki bisa diganjar hingga dua tahun penjara. Namun aturan itu jarang sekali diterapkan.
Warga Singapura Adeline Yeo mengatakan, dia kecewa karena dia kali ini pacarnya dari Polandia tidak bisa hadir.
"Saya merasa kecewakan ... kami sebenarnya merencanakan kehadiran bersama," kata perempuan Singapura itu.
"Tapi acara ini pasti membuat kami lebih kuat," katanya, mengacu pada posisi komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) di Singapura.
Gerakan LGBT di beberapa negara Asia lain tahun ini menghadapi tekanan. Di Indonesia, dua pria pekan lalu dihukum cambuk secara terbuka setelah divonis bersalah oleh pengadilan syariah di Provinsi Aceh karena dituduh terlibat dalam kegiatan homoseksualitas. Polisi Indonesia juga telah membentuk tim khusus untuk memantau aktivitas LGBT.
Wajib Militer: Mimpi Buruk Transgender di Thailand
Dalam antrian perekrutan pria yang harus ikut wajib militer di Thailand selalu tampak sosok-sosok feminin. Mereka dari kelompok transgender yang tetap harus ikut wamil jika tak punya surat pembebasan.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Wajib milter semua pria di atas 21 tahun
Semua pria di Thailand yang telah berusia 21 tahun, diharuskan ikut wajib militer. Para transgender juga tak terkecuali. Thailand tak memperbolehkan warganya mengganti identitas jenis kelamin di kartu tanda penduduk, transgender yang tercatat lahir sebagai laki-laki tetap diwajibkan ikut wajib militer.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Mereka yang disebut 'kathoey'
Data Univesitas Hong Kong yang dikutip PRI menulis 1 dari 165 pria di Thailand menjadi transgender. Beberapa tahun silam, militer Thailand menganggap transgender mengalami gangguan kejiwaan. Namun setelah proses hukum di pengadilan, kini militer anggap tubuh mereka tidak konsisten dengan jenis kelamin mereka saat lahir. Kaum transgender bisa meminta surat pembebasan wamil.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Sertifikat bebas wamil
Pengecualian dari wajib militer ini hanya bisa diperoleh transgender yang sudah memiliki sertifikat pembebasan wajib militer yang diurus melalui proses hukum. Masalahnya tidak semua transgender memiliki surat pembebasan tersebut. Para aktivis hak asasi manusia terus berjuang agar transgender memperoleh pengakuan dari negara.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Tetap wajib hadir
Meski punya sertifikat pembebasan dari wajib militer, kaum transgender tetap harus datang di hari penyaringan wajib militer dan menunjukan surat pembebasan itu. Barulah para petugas percaya dan mereka tak harus ikut dalam penyaringan wamil. Sementara yang tak punya surat itu, tetap harus ikut dalam proses penyaringan.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Bersama-sama dengan pria
Penentuan wajib militer biasanya diadakan tiap bulan April. Karena banyaknya transgender di Thailand, sudah biasa terlihat para transgender yang tak punya surat pembebasan, berada di jejeran para pria yang antri dalam pemeriksaan kesehatan untuk ikut wajib militer. Sejumlah trangender mengaku sangat stres dengan kewajiban tersebut.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Pemeriksaan kesehatan
Banyak kaum transgender yang panik dalam penyaringan itu, antara lain karena dalam pemeriksaan kesehatan, pakaian mereka harus dilucuti. Seorang dokter akan membawa mereka ke ruangan tertutup atau di balik dinding. Dokter akan melihat apakah kaum transgender itu mengalami banyak perubahan fisik atau tidak.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Dipilih lewat lotre
Pendaftaran wajib militer di Thailand dilakukan dengan sistem undian. Di dalam guci tertutup mereka harus mengambil kartu. Ada dua jenis kartu di dalamnya. Kartu merah dan kartu hitam. Jika mendapat kartu merah, artinya mereka langsung langsung diproses untuk ikut wamil, sedangkan jika mendapat kartu hitam, mereka tak harus ikut wajib militer di tahun itu.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Dua tahun jalani tugas militer
Setiap tahunnya jumlah pria yang ikut wajib militer di Thailand sekitar 100 ribu orang. Mereka menjalani wajib milter selama dua tahun. Setelahnya, warga bisa kembali menjalani kehidupan biasa. Seorang warga dalam foto ini histeris, ketika berhasil lolos tidak harus menjalani wamil tahun ini.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Perjuangan mendapatkan pengakuan
Kanphitcha Sungsuk memegang foto masa kecilnya. Para pegiat HAM di Thailand terus berusaha agar transgender mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah. Jika perjuangan mereka berhasil, maka negara gajah putih itu akan mengikuti jejak India, yang 2014 telah memberi pengakuan pada jenis kelamin ketiga.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Hentikan diskriminasi !
Ronnapoom Samakkeekarom pegiat HAM Transgender Alliance for Human Rights menyerukan semua pihak agar berhenti memperlakukan transgender sebagai bahan lelucon, termasuk saat mereka antri wamil. Menurutnya para trangender ini merasa tertekan karena kerap didiskriminasi, dilecehkan dan mengalami tindak kekerasan. Ed: ap/as(bbg sumber)
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
10 foto1 | 10
Polisi Cina akhir minggu lalu secara singkat menahan sembilan aktivis gay, setelah mereka mencoba melaksanakan konferensi tentang hak-hak kaum gay, kata seorang aktivis kepada Reuters.
Tapi pengadilan di Taiwan, untuk pertama kalinya di Asia pernikahan sesama jenis disahkan minggu yang lalu.
Pink Dot SG 2017 akan diselengarakan 1 Juli di Speakers' Corner di taman Hong Lim Park, pusat kota Singapura.
hp/rn (rtr, straitstimes.com)
Taiwan, Pertama di Asia Akui Pernikahan Sesama Jenis
Mahkamah konstitusional Taiwan mendukung pernikahan sesama jenis- Ini menjadikan Taiwan tempat pertama di Asia yang mengakui pernikahan sesama jenis. Keputusan penting itu mengubah hidup kaum LGBT di negara itu.
Foto: Reuters/T.Siu
Daphne & Kenny: 'Begitu undang-undang lolos, kita dapat perlindungan hukum
Daphne dan Kenny akan menikah pada akhir tahun 2017, lima bulan setelah Kenny berlutut di hadapan Daphne melamarnya, tepat pada saat digelarnya demonstrasi lesbian, gay, biseksual dan transgender di boulevard terbesar di Taipei. Keduanya mencoba pakaian pernikahan. Sampai saat ini, pasangan sesama jenis di Taiwan hanya dapat mendaftar sebagai pasangan hidup.
Foto: Reuters/T.Siu
Daniel Cho dan Chin Tsai: 'kita akan jadi yang pertama dalam antrean'
Hak-hak mereka seringkali terbatas dibandingkan pasangan suami istri heteroseksual. "Daniel pindah ke New York karena pekerjaan, tapi karena pemerintah Taiwan tidak mengakui hubungan kami, saya tidak dapat ajukan visa pasangan untuk pergi bersamanya ke NY. Jika undang-undang tersebut lolos, kami yang pertama antre mendaftar perkawinan." ujarnya.
Foto: Reuters/T.Siu
Hare Lin & Cho Chia-lin: 'Taiwan dapat berubah'
Hare Lin, berprofesi sebagai penerbit. Cho Chia-lin, seorang penulis. Keduanya percaya pada dunia yang berpikiran terbuka: "Ketika saya pertama kali mengadakan parade gay tahun 2003, hanya ada sekitar seribu orang peserta, namun beberapa tahun kemudian, pawai dihadiri 60 ribu orang," kata Lin."Juga ada artis, politisi, anggota dewan dan calon presiden yang gay. Saya percaya dunia bisa berubah."
Foto: Reuters/T.Siu
Aktivis hak LGBT, Chi Chia-wei: 'akan melanjutkan perjuangan'
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen, yang dalam kabinetnya juga terdapat menteri transgender, menulis di Twitter: "Menyelesaikan perbedaan adalah awalnysa, lalu dibutuhkan semakin banyak dialog dan pemahaman."Aktivis hak-hak Gay Chi Chia-wei setuju: "Jika Taiwan menolak ke arah perbaikan, kami akan melanjutkan usaha kami dan membuat negara pelangi, bahkan sebuah revolusi."
Foto: Reuters/T.Siu
Wang Yi & Meng Yu-mei: 'Taiwan adalah negara demokratis'
Taiwan terkenal dengan parade gay tahunannya yang memamerkan semangat komunitas lesbian, gay, biseksual dan transgender. Seniman Wang Yi berkata, "Anda pikir kami ingin lewati proses berat ini? Kami memiliki hubungan yang sulit dengan orang tua kami. Tapi saya merasa diskusi tentang pernikahan sesama jenis harus dilakukan di bawah payung aturan hukum."
Foto: Reuters/T.Siu
Huang Chen-ting & Lin Chi-xuan: 'berjuang untuk perlakuan yang adil'
Huang Chen-ting dan Lin Chi-xuan: "Kami sama dengan pasangan heteroseksual. Diskriminasi ada dalam banyak bentuk, dari warna kulit, sampai orientasi seksual, tapi kita semua adalah manusia. Kita semua berjuang untuk perlakuan yang adil," kata Chi-xuan. Jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan mayoritas penduduk Taiwan mendukung pernikahan sesama jenis.
Foto: Reuters/T.Siu
Leber Li dan Amely Chen: 'cinta antara kami kuat‘
Leber Li menyetir mobil membawa Amely Chen dan putra mereka Mork. "Adalah impian kami untuk bisa memiliki anak, kami memiliki anak melalui inseminasi buatan, tapi hanya satu dari kita yang bisa terdaftar menjadi ibu. Ini sangat tidak adil. Bayi itu memiliki cinta dua ibu. Keluarga terbentuk asalkan ada cinta," kata Chen.
Foto: Reuters/T. Siu
Huang Zi-ning dan Kang Xin: 'Kami adalah generasi penerus'
Pelajar Huang Zi-ning dan Kang Xin berpose selfie di Taoyuan. "Kelompok anti perkawinan sejenis mengatakan bahwa mereka menentang, karena ingin melindungi generasi berikutnya Tapi saya adalah generasi berikutnya Mengapa mereka mendengarkan orang-orang yang akan meninggal dunia dan bukan suara kami? Kita perlu keluarkan pendapat," Kata Zi-ning. (Ed: Nadine Berghausen/ap/as)