Aceh Utara Larang Siswa Lelaki dan Perempuan di Satu Ruangan
Hendra Pasuhuk5 Mei 2015
Kabupaten Aceh Utara mengesahkan qanun yang melarang siswa laki-laki dan perempuan dalam satu ruangan kelas. Selain itu, lelaki dan perempuan yang tidak menikah dilarang berboncengan dengan sepeda motor.
Iklan
Badan Legislasi (Banleg) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Utara mengesahkan qanun (peraturan daerah) tentang kemaslahatan dan ketertiban umum. Qanun itu antara lain melarang laki-laki dan perempuan berboncengan dengan sepeda motor, dan juga melarang siswa laki-laki dan perempuan berada dalam satu ruangan kelas.
“Sebelumnya kita juga sudah uji coba di lapangan, dengan aturan (larangan) berboncengan antara lelaki dan perempuan yang bukan muhrim, melarang perempuan menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan aturan syariat Islam, dan ini sudah memasyarakat, tidak ada yang menentang,” kata Ketua Banleg DPRK Aceh Utara, Fauzan Hamzah kepada Kompas Online.
Qanun kemaslahatan dan ketertiban umum itu terdiri dari sembilan bab dan 34 pasal. Dalam Bab IV Pasal 17 ayat 2 mengatur larangan berboncengan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim dengan sepeda atau sepeda motor, kecuali dalam keadaan darurat/mudharat.
Pemisahan siswa laki-laki dan perempuan
Selanjutnya Fauzan Hamzah menjelaskan, dalam qanun ini juga diatur bahwa ruang belajar antara laki dan perempuan, mulai dari jenjang pendidikan SMP sederajat hingga bangku kuliah, harus dipisahkan. Para pengelola fasilitas wisata juga diminta memisahkan pengunjung wanita dan pria.
“Pemisahan seperti ini akan bisa menghindarkan anak-anak dari pergaulan yang melanggar etika dan melanggar syariat Islam,” ujarnya.
Qanun ini juga mengatur ruang gerak para pedagang. Para pedagang dilarang menjual pakaian yang melanggar syariat Islam, minuman keras, makanan haram dan yang mengandung bahan yang merusak kesehatan.
Selanjutnya dilarang memajang patung peraga yang menyerupai manusia dan hewan, kecuali bagi kepentingan pendidikan kesehatan, dan pedagang dilarang berjualan saat waktu shalat berjemaah.
Larangan acara pertunjukan dengan keyboard
“Dilarang juga menyelenggarakan pertunjukan keyboard, organ tunggal, dan karaoke di pesta perkawinan, kafe, sunatan, arisan, kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan kampus, kegiatan perkantoran, serta kegiatan bisnis atau promosi. Murid SD sampai SMA tidak boleh berkeliaran usai maghrib dan wajib mengikuti pengajian. Orang dewasa wajib mengikuti pengajian rutin,” kata Fauzan Hamzah, politisi dari Partai Aceh.
Tsunami Aceh Dulu dan Sekarang
Aceh adalah kawasan yang terparah diterjang tsunami 2004. Masyarakat internasional langsung menyalurkan bantuan. Bagaimana kemajuan pembangunan di sana? Bandingkan foto dulu dan sekarang.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Paling parah
Provinsi Aceh di utara Pulau Sumatra adalah kawasan terparah yang dilanda tsunami. Sedikitnya 130.000 orang tewas di kawasan ini saja. Gambar ini diambil 8 Januari 2005 di Banda Aceh, dua minggu setelah amukan tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Rekonstruksi
Sepuluh tahun kemudian, Banda Aceh bangkit kembali. Jalan-jalan, jembatan, pelabuhan sudah dibangun lagi. Bank Dunia menyebut Aceh sebagai "upaya pembangunan kembali yang paling berhasil". Gambar ibukota provinsi Aceh ini dbuat Desember 2014.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Pengungsi
Setelah diguncang gempa berkekuatan 9,1 skala Richter dan diterjang gelombang raksasa yang tingginya lebih sepuluh meter, banyak penduduk Aceh jadi pengungsi. Di seluruh Asia Tenggara, 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal. Gambar ini menunjukkan penduduk yang melihat puing-puing rumahnya beberapa hari setelah bencana tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Dibangun kembali
Bencana tsunami Natal 2004 mengundang perhatian besar warga dunia yang ramai-ramai memberikan bantuan. Banyak bangunan yang akhirnya diperbaiki, banyak kawasan yang berhasil dibangun kembali. Gambar ini dibuat Desember 2014 di Lampulo, Banda Aceh. "Kapal di atas rumah" jadi peringatan tentang peristiwa mengerikan itu.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Kehancuran di sekitar Masjid
Gelombang raksasa yang melanda Aceh menewaskan lebih dari 100 ribu orang dan mengakibatkan kerusakan parah. Gambar ini dibuat Januari 2005 dan menunjukkan kawasan Lampuuk di Banda Aceh yang hancur, kecuali Masjid yang bertahan dari terjangan air.
Foto: AFP/Getty Images/Joel Sagget
Sepuluh tahun kemudian
Masjid di Lampuuk dipugar dan kawasan sekitarnya dibenahi. Rumah-rumah penduduk dibangun kembali di sekitar Masjid. Gambar ini diambil sepuluh tahun setelah kehancuran akibat tsunami.
Foto: AFP/Getty Images/Chaideer Mahyuddin
Gempa bumi hebat
Sebelum tsunami muncul, gempa hebat mengguncang kawasan utara Sumatra, 26 Desember 2004. Gempa itu memicu munculnya gelombang raksasa yang mencapai sedikitnya 11 negara, termasuk Australia dan Tanzania. Gambar ini menunjukkan kerusakan di Banda Aceh.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Dibangun lebih baik setelah perdamaian
Bantuan internasional yang berdatangan ke Aceh membuka peluang bagi masyarakat membangun kembali kawasannya dengan lebih baik. Tahun 2005, perundingan antara pemerintah Indonesia dan kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menghasilkan kesepakatan damai, setelah ada mediasi dari Eropa.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Pemandangan mengerikan
Jurnalis AS Kira Kay menuliskan pengalamannya ketika tiba di Banda Aceh setelah tsunami: "Mayat-mayat bergelimpangan, terkubur di bawah reruntuhan. Lalu mayat-mayat itu diangkut dengan truk ke lokasi penguburan massal. Bau mayat menyengat". Gambar ini menunjukkan suasana Masjid Raya di Banda Aceh setelah tsunami.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
Masjid Raya
Suasana Masjid Raya sekarang. Aceh kini menikmati status sebagai daerah otonomi khusus, dengan wewenang luas melakukan pemerintahan sendiri. Berdasarkan kewenangan itu, Aceh kini menyebut dirinya Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan memberlakukan Syariat Islam.
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
10 foto1 | 10
Masyarakat yang melanggar qanun tersebut akan terkena sanksi setelah mendapat teguran. Mereka antara lain harus meminta maaf, mengikuti bimbingan, melakukan kerja sosial, dikucilkan dari kampung, pencabutan gelar adat, pencabutan izin usaha, denda, dan dikeluarkan dari kampung.
Dengan status otonomi khusus, parlemen tingkat provinsi dan kabupaten di wilayah Daerah Istimewa Aceh bisa memberlakukan aturan syariat yang mereka tentukan sendiri. Hal ini sering menimbulkan kontroversi, terutama dengan warga non Islam di kawasan itu.