Ada Indikasi Navalny Diracun dengan Zat Pelumpuh Saraf
25 Agustus 2020
Rumah sakit yang merawat Alexei Navalny di Berlin mengatakan, tes awal menunjukkan indikasi dia diracuni dengan pelumpuh saraf. Kanselir Jerman Angela Merkel mendesak Rusia melakukan penyelidikan rinci dan transparan.
Iklan
Rumah sakit Charite di Berlin mengatakan dalam sebuah pernyataan hari Senin (25/8), data-data laboratorium Alexei Navalny menunjukkan dia diracun dengan zat kimia pelumpuh saraf. Tetapi zat apa yang digunakan masih belum bisa diidentifikasi secara tepat.
Namun efek bahan kimia pelumpuh saraf pada Alexei Navalny telah "ditunjukkan beberapa kali dalam pemeriksaan di laboratorium terpisah," kata rumah sakit Charite. Zat kimia itu punya dampak menghambat cholinesterase (CHE), enzim yang dibutuhkan tubuh sebagai penghubung sinyal-sinyal saraf (neurotransmitter).
Zat penghambat saraf yang sering disebut anti cholinesterase itu misalnya digunakan untuk pestisida dan agen saraf. Turunnya kegiatan cholinesterase secara ekstrem bisa membuat organ-organ tubuh tidak berfungsi dan dapat mengakibatkan kematian.
Rumah sakit Charite: "Kondisi pasien serius, tapi tidak membahayakan nyawa"
"Pasien berada di unit perawatan intensif dan masih dalam keadaan koma. Kondisi kesehatannya serius tetapi saat ini tidak ada bahaya akut bagi hidupnya, '' kata rumah sakit Charite. Tetapi masih belum jelas, apa dampak bawaan yang akan diderita Alexei Navalny dari keracunan itu.
"Dampak dari penyakit dan efek sampingnya masih belum pasti, terutama gangguan di area sistem saraf tidak dapat dikesampingkan saat ini," kata tim dokter Charite dalam pernyataan itu.
Pemerintah Jerman mengatakan, Alexei Navalny saat ini berada di bawah perlindungan kepolisian federal Jerman, Bundeskriminalamt (BKA). "Jelas bahwa setelah kedatangannya, tindakan pengamanan harus diambil," kata juru bicara pemerintah, Steffen Seibert.
Pemerintah Rusia belum mengomentari status kesehatan Navalny atau menanggpi pernyataan Charite bahwa dia diracun.
Tim dokter Rusia yang menangani Navalny sebelumnya mengatakan hari Senin (24/8), dua laboratorium tidak menemukan zat beracun dalam tubuh pasien. "Jika kami menemukan keracunan yang dikonfirmasi oleh sesuatu, itu akan jauh lebih mudah bagi kami," kata Anatoly Kalinichenko, wakil kepala dokter di Rumah Sakit Omsk, tempat Alexei Navalny awalnya dirawat. Tim dokter di Oms menolak tuduhan bahwa mereka mungkin ditekan aparat keamanan Rusia untuk menyembunyikan keracunan tersebut.
Jerman tuntut penyelidikan "hingga detail terakhir"
Kanselir Jerman Angela Merkel dan Menteri Luar Negeri Heiko Maas dalam sebuah pernyataan bersama mengatakan kasus dugaan peracunan Alexei Navalny harus "diselidiki sepenuhnya oleh otoritas di Rusia".
Para Pengkritik Pemerintah Ini Telah Merasakan Pahitnya Racun
Tindakan meracuni orang telah digunakan badan intelijen selama lebih dari satu abad. Racun yang dimasukan ke dalam makanan/minuman sering jadi senjata pilihan, seperti dalam kasus pembunuhan Munir, 2004.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Alexei Navalny
Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny dilarikan ke rumah sakit di Siberia, setelah merasa tidak enak badan dalam penerbangan ke Moskow. Para ajudannya menuduh bahwa Navalny diracun sebagai balas dendam atas kampanyenya melawan korupsi. Mantan pengacara (44) itu menenggak teh hitam sebelum lepas landas dari bandara Omsk. Timnya meyakini teh tersebut mengandung racun yang membuatnya koma.
Foto: Getty Images/AFP/K. Kudrayavtsev
Pyotr Verzilov
Pada 2018, aktivis keturunan Rusia-Kanada, Pyotr Verzilov dilaporkan dalam kondisi kritis setelah diduga diracun di Moskow. Peristiwa itu terjadi tak lama setelah dia mengkritik sistem hukum Rusia dalam sebuah wawancara TV. Verzilov, juru bicara tak resmi untuk grup band feminis Pussy Riot ini akhirnya dipindahkan ke rumah sakit di Berlin. Dokter mengatakan "sangat mungkin" dia telah diracuni.
Foto: picture-alliance/dpa/Tass/A. Novoderezhkin
Sergei Skripal
Mantan mata-mata Rusia berusia 66 tahun, Sergei Skripal, ditemukan tak sadarkan diri di bangku yang terletak di luar pusat perbelanjaan di kota Salisbury, Inggris. Ia disebut terpapar racun saraf Novichok. Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, menyebut situasi itu "tragis", tetapi berkata "Kami tidak punya informasi tentang apa yang menjadi penyebab" insiden itu.
Foto: picture-alliance/dpa/Tass
Kim Jong Nam
Saudara tiri Kim Jong Un ini tewas pada 13 Februari 2018 di bandara Kuala Lumpur, setelah dua perempuan diduga mengoleskan racun saraf kimia VX di wajahnya. Pada bulan Februari, pengadilan Malaysia mendengar bahwa Kim Jong Nam telah membawa selusin botol penawar racun saraf mematikan VX di tasnya pada saat keracunan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Kambayashi
Alexander Litvinenko
Mantan mata-mata Rusia, Alexander Litvinenko pernah bekerja untuk Dinas Keamanan Federal (FSB) sebelum ia membelot ke Inggris. Ia lalu menjadi jurnalis dan menulis dua buku tuduhan terhadap FSB dan Putin. Ia jatuh sakit setelah bertemu dengan dua mantan perwira KGB dan meninggal pada 23 November 2006. Penyelidikan menemukan, ia dibunuh oleh radioaktif polonium-210 yang dimasukkan ke dalam tehnya.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Kaptilkin
Viktor Kalashnikov
Pada November 2010, dokter di rumah sakit Charité Berlin menemukan kadar merkuri yang tinggi di dalam tubuh pasangan pengkritik pemerintah Rusia. Terdapat 3,7 mikrogram merkuri di tubuh Kalashnikov, seorang jurnalis lepas dan mantan kolonel KGB. Sementara di tubuh istrinya terdapat 56 mikrogram merkuri. Kalashnikov mengatakan kepada majalah Jerman Focus, bahwa "Pemerintah Rusia meracuni kami."
Foto: picture-alliance/dpa/RIA Novosti
Viktor Yushchenko
Pemimpin oposisi Ukraina Yushchenko jatuh sakit pada September 2004 dan didiagnosis dengan pankreatis akut yang disebabkan infeksi virus dan zat kimia. Penyakit itu mengakibatkan kerusakan wajah, perut kembung akibat gas berlebih dan penyakit kuning. Dokter mengatakan perubahan pada wajahnya berasal dari chloracne, akibat dari keracunan dioksin. Yushchenko mengklaim, agen pemerintah meracuninya.
Foto: Getty Images/AFP/M. Leodolter
Aktivis HAM Munir diracun dalam penerbangan ke Amsterdam tahun 2004
Munir Said Thalib, aktivis KONTRAS tewas diracun dengan arsenium dalam penerbangan ke Amsterdam dengan pesawat Garuda, September 2004. Kasusnya sampai sekarang belum terungkap tuntas, sekalipun ada tertuduh yang diadili dan dijatuhi hukuman penjara. Pemerintahan Jokowi hingga kini menolak mengusut kembali kasus ini.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Khaled Meshaal
Pada 25 September 1997, badan intelijen Israel berusaha membunuh pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, di bawah perintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dua agen menyemprotkan zat beracun ke telinga Meshaal saat dia masuk ke kantor Hamas di Amman, Yordania. Upaya pembunuhan tersebut tidak berhasil dan tidak lama kemudian kedua agen Israel tersebut ditangkap.
Foto: Getty Images/AFP/A. Sazonov
Georgi Markov
Pada 1978, pengkritik pemerintah Bulgaria, Georgi Markov, merasakan tusukan di pahanya saat sedang menunggu di halte bus. Dia membalikkan badan dan melihat seorang pria membawa payung. Setelahnya sebuah benjolan kecil muncul di pahanya dan empat hari kemudian dia meninggal. Otopsi menemukan dia dibunuh dengan zat 0,2 miligram risin. Banyak yang percaya panah beracun itu ditembakkan dari payung.
Foto: picture-alliance/dpa/epa/Stringer
Grigori Rasputin
Pada 30 Desember 1916, Grigori Rasputin yang dipercaya punya kekuatan mistik tiba di Istana Yusupov di St Petersburg atas undangan Pangeran Felix Yusupov. Di sana, Rasputin memakan kue yang telah dicampur dengan kalium sianida. Kemudian Rasputin juga menenggak anggur yang gelasnya telah dilapisi sianida. Tidak berhasil diracun, Rasputin akhirnya ditembak dan dibunuh.
Foto: picture-alliance/ IMAGNO/Austrian Archives
11 foto1 | 11
"Mengingat peran penting Saudara Navalny dalam kalangan oposisi politik Rusia, ada tuntutan mendesak pada otoritas lokal untuk menyelidiki kejahatan ini hingga detail terakhir, dan melakukannya dalam transparansi penuh," kata Angela Merkel dan Heiko Maas dalam pernyataan itu. "Mereka yang bertanggung jawab harus diidentifikasi dan dimintai pertanggungjawaban."
Perwakilan Tinggi Uni Eropa Josep Borrell juga mengatakan ada "keharusan" bagi pihak berwenang Rusia untuk meluncurkan "penyelidikan yang independen dan transparan."