Kedutaan Rusia di Jakarta menampik keterlibatan Rusia untuk mempengaruhi pemilihan presiden Indonesia, setelah capres petahana Joko Widodo menyebutkan pihak opisisi berupaya menyebar ‘propaganda Rusia‘.
Iklan
Lewat akun media sosialnya, Kedutaan Besar Rusia di Jakarta menanggapi penggunaan istilah 'propaganda' Rusia yang dilontarkan capres nomor urut 01, Joko Widodo pada hari Sabtu (02/02).
Akun @RusEmbJakarta, lewat tiga cuitan berantainya menyebutkan Negeri Beruang Putih itu tidak campur tangan dalam pemilihan presiden Indonesia 2019.
Lebih lanjut, kedutaan Rusia mengatakan istilah 'propaganda Rusia' pertama kali muncul pada saat kampanye pemilu Presiden Amerika Serikat tahun 2016. Meski penyelidikan masih berlangsung di AS atas dugaan keterlibatan Rusia dalam kampanye di Negeri Paman Sam tersebut, kedutaan yang terletak di Jalan Rasuna Said itu mengatakan ‘propaganda Rusia‘ adalah rekayasa dan tidak berdasarkan realitas.
Skandal kedekatan sejumlah orang terdekat Donald Trump dengan Rusia mendominasi penyelidikan FBI atas intervensi Kremlin terhadap pemilu kepresidenan AS. Inilah kronologi hubungan gelap antara Trump dan Moskow.
Foto: picture-alliance/AP Photo/J.S. Applewhite
2013: Trump Dekati Russia
Pada 18 Juni 2013 Donald Trump berkicau di Twitter: "Kontes kecantikan Miss Universe akan disiarkan langsung dari MOSKOW, Rusia. Ini akan semakin mendekatkan dua negara." Ia kemudian menambahkan, "Apakah anda kira Putin akan hadir - jika ya, apakah ia akan menjadi sahabat baru saya?" Pada Oktober di tahun yang sama Trump mengakui telah melakukan "banyak bisnis dengan Rusia."
Foto: picture-alliance/dpa/V. Prokofyev
September 2015: Dugaan Serangan Siber
Seroang agen FBI mewanti-wanti Komite Nasional Partai Demokrat (DNC) ihwal serangan siber. Pada 18 Mei 2016 James Cloapper, Direktur Komunitas Intelijen, mengatakan ada "sejumlah indikasi" serangan siber terhadap salah satu tim kampanye pemilu kepresidenan. Sebulan kemudian DNC mengaku menjadi korban serangan siber oleh peretas Rusia.
Foto: picture alliance/MAXPPP/R. Brunel
20 Juli 2016: Kislyak Isyaratkan Dukungan
Senator Jeff Sessions yang sejak awal mendukung Donald Trump dan memimpin Komite Penasehat Keamanan Nasional milik kandidat Partai Republik itu bertemu dengan Duta Besar Rusia Sergey Kislyak dan sekelompok duta besar lain di sela-sela Konvensi Nasional Partai Republik. Sessions awalnya sempat membantah bertemu Kislyak. Tapi Gedung Putih kemudian mengakui kebenaran kabar tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/B. Smialowski
22 Juli 2016. Assange Terlibat
Di tengah masa kampanye situs WikiLeaks milik Julian Assange memublikasikan 20.000 email milik petinggi partai Demokrat yang dicuri dari server DNC. Kumpulan email tersebut mengungkap bagaimana petinggi partai lebih mengunggulkan Hillary Clinton, ketimbang pesaingnya Senator Bernie Sanders.
Foto: Reuters/N. Hall
25 Juli 2016: FBI Turun Tangan
Menyusul unggahan WikiLeaks Badan Investigasi Federal AS (FB) mengumumkan pihaknya membuka penyelidikan terhadap serangan siber pada masa kampanye. "Kebocoran semacam ini selalu kami anggap serius," ujar Direktur James Comey. Penyelidikan FBI lalu memicu kritik tajam atas kecerobohan tim kampanye Hillary Clinton dalam menyimpan informasi rahasia.
Foto: Getty Images/AFP/B. Smialowski
8 November 2016: Trump Terpilih
Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat mesi kalah jumlah suara, namun menang dalam jumlah delegasi. Uniknya pada 9 November parlemen Rusia merayakan kabar kemenangan Trump dengan bertepuk tangan di sela-sela sidang.
Foto: Reuters/K. Lamarque
10 November 2016: Gedung Putih Membantah
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Rybakov mengakui adanya "kontak" antara pemerintah Rusia dengan tim kampanye Trump selama pemilihan umum kepresidenan. "Tentu saja kami mengenal sebagian besar anggota tim kampanyenya," kata Rybakov. Trump membantah klaim tersebut.
Foto: Imago/Itar-Tass
18 November 2016: Flynn Datang dan Pergi
Trump mengangkat Jendral Michael Flynn sebagai penasehat keamanan nasional. Bekas kepala Dinas Intelijen Militer itu pernah menjadi penasehat kebijakan luar negeri selama masa kampanye. Flynn mengundurkan diri bulan Februari setelah tergerus isu kedekatannya dengan Rusia. Ia antara lain pernah bertemu dengan Presiden Vladimir Putin dalam sebuah acara pribadi di Moskow.
Foto: Reuters/C. Barria
26 Januari 2017: Surat Maut dari Jaksa Agung
Jaksa Agung AS Sally Yates mengabarkan Gedung Putih bahwa Flynn berbohong mengenai pertemuannya dengan Duta Besar Rusia Kislyak. Ia meyakini Rusia memiliki rahasia yang bisa digunakan untuk memeras Flynn. Tidak lama kemudian Trump memecat Yates dan menunjuk Jeff Sessions sebagai penggantinya.
Foto: Getty Images/P. Marovich
2 Maret 2017: Sessions Tunduk
Trump mengatakan ia memiliki "kepercayaan penuh" pada Jaksa Agung Jeff Sessions. Tokoh konservatif itu lalu mengatakan ia tidak akan terlibat dalam semua investigasi yang berkaitan dengan hubungan antara tim kampanye Trump dengan Rusia.
Foto: Getty Images/S.Loeb
20 Maret 2017: FBI Usut Trump
Direktur FBI James Comey mengkonfirmasikan kepada parlemen bahwa lembaganya memulai investigasi dugaan hubungan ilegal antara Rusia dan tim kampanye Trump. Pada hari yang sama Presiden Trump menyerang pemberitaan tentang investigasi Rusia lewat Twitter.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/J. S. Applewhite
9 Mei 2017: Trump Pecat Comey
Menyusul penyelidikan oleh FBI, Trump lalu memecat James Comey. "Meski saya menghargai sikap anda mengabarkan saya dalam tiga kesempatan bahwa saya tidak sedang diselidiki, saya tetap mendukung penilaian Departemen Kehakiman bahwa anda tidak mampu memimpin FBI dengan efektif," tulis Trump dalam surat pemecatan Comey.
Foto: Reuters/J. Ernst/K. Lamarque
17 Mei 2017: Mueller Tiba, Trump Meradang
Menyusul konflik kepentingan yang memaksa Jaksa Agung Jeff Sessions menarik diri dari investigasi Rusia, wakilnya Rod Rosenstein menunjuk bekas Direktur FBI Robert Mueller sebagai penyidik khusus kasus dugaan intervensi Rusia. Langkah tersebut tidak diambil tanpa keterlibatan Gedung Putih. Awal Juni Mueller menempatkan Trump sebagai tokoh kunci dalam penyelidikan tersebut.
Foto: picture-alliance/AP Photo/J.S. Applewhite
13 foto1 | 13
Semburan berita bohong
Hari Sabtu (02/02), capres petahana di hadapan pereserta Forum Alumni Jawa Timur di Surabaya mengatakan bahwa ada tim sukses yang menyiapkan propaganda ala Rusia. Jokowi mengatakan perpolitikan di Indonesia dipenuhi banyak fitnah dan kabar bohong alias hoax.
"Problemnya adalah ada tim sukses yang menyiapkan propaganda Rusia! Yang setiap saat mengeluarkan semburan-semburan dusta, semburan hoax, ini yang segera harus diluruskan Bapak-Ibu sebagai intelektual," ungkap Joko Widodo, Minggu (3/2) seperti dikutip dari Detik News.
Beberapa waktu lalu, capres opisisi Prabowo menyebutkan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo terlalu longgar dalam meminjam uang dari negara dan lembaga asing. Prabowo menyebut Kementerian Keuangan di bawah Sri Mulyani sebagai lembaga pencetak utang bagi Indonesia.
Ia bisa memicu konflik, menggulingkan pemerintahan dan memecah belah satu bangsa: kabar bohong alias Hoax sejak lama ikut menggerakkan sejarah peradaban manusia. Inilah kisahnya:
Foto: Fotolia
Fenomena Beracun
Kabar bohong kembali mengalami kebangkitan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada hakikatnya, berita palsu yang marak di media-media sosial saat ini tidak berbeda dengan propaganda hitam yang disebar buat memicu perang dan kebencian pada abad silam. Fenomena itu mengandalkan jumlah massa untuk membumikan sebuah kebohongan. Karena semakin banyak yang percaya, semakin nyata juga sebuah berita
Foto: Fotolia/svort
Oplah Berganda buat Hearst
Pada 1889 pengusaha AS William Hearst ingin agar AS mengobarkan perang terhadap Spanyol di Amerika Selatan. Untuk itu ia memanfaatkan surat kabarnya, Morning Journal, buat menyebar kabar bohong dan menyeret opini publik, antara lain tentang serdadu Spanyol yang menelanjangi perempuan AS. Hearst mengintip peluang bisnis. Karena sejak perang berkecamuk, oplah Morning Journal berlipat ganda
Kebohongan Memicu Perang Dunia
Awal September 1939, Adolf Hitler mengabarkan kepada parlemen Jerman bahwa militer Polandia telah "menembaki tentara Jerman pada pukul 05:45." Ia lalu bersumpah akan membalas dendam. Kebohongan yang memicu Perang Dunia II itu terungkap setelah ketahuan tentara Jerman sendiri yang membunuh pasukan perbatasan Polandia. Karena sejak 1938 Jerman sudah mempersiapkan pendudukan terhadap jirannya itu.
Foto: Getty Images/H.Hoffmann
Kampanye Hitam McNamara
Kementerian Pertahanan AS mengabarkan bahwa kapal perang USS Maddox ditembaki kapal Vietnam Utara pada 2 dan 4 Agustus 1964. Insiden di Teluk Tonkin itu mendorong Kongres AS menerbitkan resolusi yang menjadi landasan hukum buat Presiden Lyndon B. Johnson untuk menyerang Vietnam. Tapi tahun 1995 bekas menhan AS, Robert McNamara, mengakui insiden tersebut adalah berita palsu.
Foto: NATIONAL ARCHIVES/AFP/Getty Images
Kesaksian Palsu Nariyah
Seorang remaja putri Kuwait, Nariyah, bersaksi di depan kongres AS pada 19.10.1990 tentang kebiadaban prajurit Irak yang membunuh puluhan balita. Kesaksian tersebut ikut menyulut Perang Teluk. Belakangan ketahuan Nariyah adalah putri duta besar Kuwait dan kesaksiannya merupakan bagian dari kampanye perusahaan iklan, Hill & Knowlton atas permintaan pemerintah Kuwait.
Foto: picture alliance/CPA Media
Operasi Tapal Besi
April 2000 pemerintah Bulgaria meneruskan laporan dinas rahasia Jerman tentang rencana pembersihan etnis ala Holocaust oleh Serbia terhadap etnis Albania dan Kosovo. Buktinya adalah citra udara dari lokasi kamp konsentrasi. Laporan tersebut menggerakkan NATO untuk melancarkan serangan udara terhadap Serbia. Rencana yang diberi kode "Operasi Tapal Besi" itu tidak pernah terbukti hingga kini.
Foto: Yugoslav Army/RL
Bukti Kosong Powell
Pada 5 Februari 2003 Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, mengklaim memiliki bukti kepemilikan senjata pemusnah massal oleh Irak pada sebuah sidang Dewan Keamanan PBB. Meski tak mendapat mandat PBB, Presiden AS George W. Bush, akhirnya tetap menginvasi Irak buat meruntuhkan rejim Saddam Hussein. Hingga kini senjata biologi dan kimia yang diklaim dimiliki Irak tidak pernah ditemukan.
Foto: AFP/Getty Images
7 foto1 | 7
Reaksi netizen
Menanggapi pernyataan dari Kedutaan Besar Rusia tersebut, banyak netizen yang mengkritik balik tentang isu penyebaran informasi tidak benar. Akun @JackVardan menyebutkan bahwa isu adanya campur tangan Rusia dalam pemilu di AS masih belum menemui titik terang, akibatnya pernyataan Jokowi dianggap bisa membuat Indonesia mendapat sorotan dunia internasional.
Akun @jayanantaqkalah juga menyayangkan penyebutan negara lain dalam orasi politik menjelang pemilihan presiden di Indonesia.
Putin Tertawa Geli Tanggapi Usulan Ekspor Babi ke Indonesia