Sudah tradisi bahwa setiap tahunnya perwakilan RI di luar negeri menyelenggarakan resepsi diplomatik untuk memperingati hari kemerdekaan. Kali ini acara di Berlin mendapat pujian istimewa karena lokasi yang unik.
Iklan
Sekitar 300 undangan dari kalangan pemerintah Jerman, korps diplomatik negara-negara asing serta mitra-mitra KBRI lainnya, menghadiri acara resepsi diplomatik Indonesia di Berlin pada hari Senin (24/09). Acara yang setiap tahunnya digelar dalam rangka memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia ini untuk pertama kalinya tidak diselenggarakan di hotel, melainkan di Museum Telekomunikasi Berlin.
Duta Besar RI bagi Jerman Arif Havas Oegroseno menjelaskan, bahwa museum yang didirikan pada tahun 1898 tersebut dipilih bukan hanya karena keindahan arsitekturnya, tetapi juga karena nilai sejarah yang dimiliki gedung ini bagi negara Jerman. Bangunan yang masih memampang jejak peluru dari masa Perang Dunia ini berlokasi sekitar 500 meter dari Checkpoint Charlie, yaitu titik penyeberangan bersejarah antara Berlin Timur dan Berlin Barat ketika Tembok Berlin masih berdiri. "Museum komunikasi ini juga sesuai dengan konteks komunikasi yang ingin dilakukan Indonesia dengan bangsa Jerman," tambah Dubes Oergroseno.
Di malam ini, gedung bersejarah dengan ukiran khas Eropa ini dihias dengan sentuhan dan cita rasa Indonesia. Berbagai ragam kuliner dan budaya Indonesia diperkenalkan kepada para tamu untuk mengenal Indonesia lebih dekat. Dibuka dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dinyanyikan dengan iringan pemain piano berbakat asal Indonesia, para hadirin juga dapat menikmati tari Cendrawasih dari Bali serta pertunjukan angklung dan gamelan. Tepuk tengan meriah selalu terdengar di akhir pertunjukan.
Getuk lindri, sate lilit, ayam betutu, urap, selat solo dan putu ayu tersaji di acara resepsi. "Saya sangat menikmati makanan-makanan yang disajikan. Semuanya enak, dan kebetulan saya juga suka pedas, dan makananannya cocok dengan lidah saya," ujar pejabat Divisi Kebudayaan dan Humas Kemlu Jerman.
Ketika Tari Indang Badinding dan Bajidor Kahot Memukau Orang Jerman
Warga negara Indonesia yang tergabung dalam komunitas "Freunde Indonesiens e.V" memperkenalkan kuliner dan tarian tradisional Indonesia dalam acara Festival Budaya Friedrichshafen di Jerman Selatan.
Foto: One
Festival Antar Budaya Friedrichshafen
Festival tahunan yang digelar pemerintah kota Friedrichshafen ini telah memasuki tahun ke 27. Sesuai namanya, pengunjung festival bisa menikmati berbagai macam suguhan kuliner dan atraksi budaya dari seluruh dunia. Kebanyakan partisipan festival adalah komunitas budaya di kota Friedrichshafen dan sekitarnya. Indonesia diwakili oleh komunitas "Freunde Indonesiens".
Foto: One
Aktif memperkenalkan budaya Indonesia
Komunitas "Freunde Indonesiens" sejak didirikan tahun 2017 langsung aktif ikut serta dalam Festival Antar Budaya Friedrichshafen pada 1 dan 2 Juli 2017. Organisasi nirlaba ini berdiri atas prakarsa 9 perempuan Indonesia, yang tinggal di kota-kota sekitar danau Bodensee di selatan Jerman.
Foto: One
Kuliner Indonesia
Sajian makanan khas tentu menjadi hal wajib hadir pada setiap festival budaya. Di kota Friedrichshafen, stand kuliner Indonesia menarik banyak minat pengunjung festival, yang penasaran dengan makanan khas Indonesia. Rendang, sate dan gado-gado adalah menu andalan yang ditawarkan di warung Indonesia ini.
Foto: A. Padmadinata
Mengudap di bawah tenda merah putih
Pengunjung festival menikmati kuliner Indonesia dibawah tenda yang dihias dengan warna merah putih. Tenda dipenuhi pengunjung festival yang dengan antusias menjajal makanan khas Indonesia, seperti rendang atau gado-gado. Kuliner Indonesia biasanya sulit didapat di kota Friedrichshafen.
Foto: One
Gebrakan tarian tradisional
Selain kuliner khas nusantara, komunitas diaspora Indonesia juga memperkenalkan tarian tradisional Indonesia di Festival Antar Budaya Friedrichshafen. Tari Indang Badinding dari Sumatra Barat memukau penonton dengan iringan musik yang semakin cepat serta gerakan yang juga cepat dan sinkron dari para penari.
Foto: A. Padmadinata
Agen pertukaran budaya
Acara-acara budaya seperti festival di kota Friedrichshafen ini menjadi ajang yang dimanfaatkan oleh "Freunde Indonesiens" untuk menjembatani pertukaran budaya Jerman-Indonesia serta memudahkan integrasi bagi masyarakat Indonesia yang hidup di Jerman.
Foto: A. Padmadinata
Kemeriahan Bajidor Kahot
Tari Bajidor Kahot dengan kostumnya yang warna-warni, sebelum naik panggung saja sudah menarik perhatian banyak pengunjung yang ingin berfoto bersama penari. Ketika tarian ditampilkan, iringan musik gamelan Sunda dan Bali serta liuk gerakan penari membuat penonton bertepuk tangan riuh.
Foto: One
7 foto1 | 7
Komentar senada juga disampaikan dari para diplomat Amerika Serikat, Australia dan Filipina yang memberikan apresiasi atas cara penyajian yang menarik dari makanan-makanan tersebut. Disajikannya bir bintang sebagai pengganti minuman anggur yang biasanya disajikan di acara resepsi diplomatik lainnya juga dipuji oleh diplomat AS.
Selama acara berlangsung dapat ditonton tampilan video loop yang menunjukkan menyajikan informasi tentang pariwisata, pembangunan infrastruktur dan kemajuan-beberapa kota di Indonesia.
"Video ini juga menunjukkan kemampuan manufakturing teknologi Indonesia. Banyak teman-teman yang bertanya, oh ternyata Indonesia bisa membuat tank dan pesawat. Dan itu tidak diregister oleh masyarakat secara umum, bahkan para duta besar negara-negara lain," ujar Dubes Oegroseno. "Kita ingin memberikan gambaran, bahwa Indonesia itu bukan hanya tempat ramah, bagus untuk dikunjungi, tetapi juga sebuah negara yang mempu menguasai teknologi tinggi," lanjutnya.
Pilihan lokasi resepsi dan aneka mata acara ini menuai pujian dari para hadirin yang memadati acara dan betah menetap, sampai akhirnya petugas museum harus memberikan kode agar acara segera diakhiri. Sebagai kenangan manis, setiap tamu mendapatkan bingkisan coklat yang dikemas dengan beragam ikon wisata Indonesia sebagai buah tangan untuk dibawa pulang.
Tembok Berlin Menembus Batas di Kalijodo
Tembok Berlin berdiri kokoh di taman kota Jakarta. 11 ribu kilometer jarak membentang antara asal tembok itu dengan Jakarta. Apa gerangan tembok yang menjadi simbol persatuan Jerman itu dihadirkan di ibu kota Indonesia?
Foto: Privat
Empat Tembok Warna-warni
Seniman Teguh Osternik berpose di depan batu pecahan Tembok Berlin. Ia menamai instalasi ini sebagai "Patung Menembus Batas". Tembok yang didatangkan Teguh dari Jerman 27 tahun lalu tersebut dihiasinya dengan aneka grafiti penuh warna. Bentuk huruf khas tahun 1970-an digunakan saat menulis penggalan sajak milik Reiner Maria Rilke.
Foto: Privat
Dompet Pribadi
Teguh Osternik pernah kuliah seni lukis di Jerman. Sepanjang tahun 1976 dan 1980-an, ia kerap melukis grafiti di Tembok Berlin. Dua minggu setelah tembok runtuh, ia terbang ke Jerman untuk membeli pecahan tembok bersejarah itu dari Limex GmbH, perusahaan yang ditunjuk resmi pemerintah Jerman. 4 pecahan tembok dibelinya dengan harga DM 18.000 (mata uang Jerman Barat) atau sekitar Rp 162 juta.
Foto: Gino Franki Hadi
Patung Manusia Baja
Tak sekadar tembok berlukis, Teguh Osternik juga melengkapi instalasinya dengan 14 patung berbahan baja seberat 700 kilogram. Belasan patung tersebut merupakan figur manusia besi yang mengungkap semangat manusia yang sekeras baja. Meski keras, ia tetap dapat bergerak luwes di atas pasar putih. Ini dihadirkan sebagai simbol gersangnya suatu pertentangan dan kemampuan menembus batas pemisah.
Foto: Privat
Menebus Batas
Saat kembali ke Indonesia tahun 1988, Teguh menyadari persatuan Indonesia sangat rapuh. "Persatuan seharusnya dilakukan lewat pendekatan budaya. Hal yang rapuh adalah antara saya orang Jawa dengan orang Sunda dan Batak, ada tembok Berlin. Itu yang harus ditembus," kata Teguh. Kata menembus dipakai Teguh mengantikan bahasa Jerman "Grenzüberwindung", yang sebenarnya lebih berdimensi emosional.
Foto: Privat
Gelegar Persatuan
Peresmian "Patung Menembus Batas" dilakukan pada tanggal 3 Oktober 2017. Di hari yang sama, warga Jerman memperingati hari runtuhnya tembok Berlin. Hari yang memperingati sekokoh apapun tembok pemisah yang ada di tengah masyarakat, namun tetap dapat dipecahkan. Pada saat peresmian Tembok Berlin di Jakarta, grup band Slank turut hadir mendendangkan pesan sosial lewat lantuntan lagu.
Foto: Privat
Tak Ada Sekat di Kalijodo
RPTRA Kalijodo menjadi satu-satunya tempat yang memiliki potongan tembok Berlin di Asia Tenggara. Teguh Ostenrik harus menunggu waktu yang cukup lama hingga akhirnya menemukan tempat dan waktu yang tepat. "Tugas seniman adalah untuk merefleksikan kondisi masyarakat saat ini...Kita ingin bersuara lantang melawan keseragaman...Tanpa Bhineka Tunggal Ika, Indonesia tidak eksis," kata Teguh. Ed: ts/hp