Pernahkan Anda berpikir, betapa enaknya kita menikmati segala media sosial (medsos) secara gratis? Tapi, apakah benar segratis itu? Lebih umum lagi, apakah ada produk yang gratis di dunia ini? Ikuti opini Ananda Sukarlan
Iklan
Apa jawaban atas pertanyaan di atas tersebut? Jawabannya adalah: kalau suatu produk adalah gratis, berarti Andalah produk tersebut. Anda yang dijual oleh mereka. Nanti dulu. Anda? Kita semua? Jual ke siapa?
Begini. Setiap produk / jasa, tidak harus kita beli dengan uang. Contohnya, sewaktu saya kuliah di Belanda, dua kali seminggu saya mengamen di restoran selama 20 menit untuk mendapatkan kupon makan malam (kami para mahasiswa piano mendaftar jatah waktu main kita). Makan malam itu tidak gratis, tapi saya bisa membelinya dengan waktu (dan keahlian).
Kita hidup di era di mana kita sudah dibiasakan bahwa semua itu hanya bisa dibeli dengan uang. Padahal, ada hal lain yang kini jauh lebih berharga daripada uang (bukan, bukan moral, akhlak atau karakter!) yaitu DATA. Data kitalah yang kini dapat dijual ke pihak-pihak yang menjual barang. Medsos tidak meminta uang kita, "hanya" meminta data, dan kita semua memberinya dengan senang hati: tanggal lahir (umur) kita supaya teman-teman tidak lupa ulang tahun kita, kesukaan kita supaya teman-teman tahu kado apa yang cocok, dan kegiatan sehari-hari untuk aktualisasi diri.
Tapi bukan hanya data itu yang diketahui medsos. Medsos juga mengetahui di mana kita saat ini, apa saja yang Anda suka, siapa teman-teman Anda terdekat dan orientasi politik kita.
Perusahaan Yang Tinggalkan Facebook Setelah Skandal Data Pribadi
Beberapa perusahaan besar menyatakan mereka meninggalkan Facebook atau untuk sementara berhenti menggunakan media sosial ini. Tapi Facebook mengatakan, tidak banyak perusahaan yang ikut aksi #deletefacebook.
Foto: Getty Images/J. Kempin
Playboy Enterprises
Playboy Enterprises mengatakan telah menutup laman Facebook-nya saat skandal seputar media sosial itu berkembang. Playboy mengatakan, skandal privasi ini adalah insiden terakhir setelah lama mengalami kesulitan memposting ke situs tersebut karena aturan ketat Facebook. Sekitar 25 juta orang sebelumnya berinteraksi dengan halaman Facebook Playboy.
Foto: Getty Images/J. Kempin
SpaceX dan Tesla
Elon Musk, miliarder di belakang produsen mobil listrik Tesla dan program roket SpaceX, menulis di Twitter bahwa dia akan menghapus akun Facebook kedua perusahaannya. Keputusan itu tampaknya spontan setelah Musk menulis dia "tidak menyadari" bahwa SpaceX punya akun Facebook. Akun kedua perusahaan masing-masing memiliki sekitar 2,6 juta pengikut sebelum dihapus.
Foto: Reuters/T. Baur
Mozilla
Perusahaan di balik browser populer Firefox mengatakan dalam sebuah pernyataan, perusahaan itu "mengusahakan jeda" iklan Facebook-nya. Namun dikatakan, mereka tidak akan menghapus akun Facebook-nya, tetapi berhenti memposting pembaruan rutin pada akun. "Jika Facebook mengambil tindakan yang lebih tegas dalam cara berbagi data pelanggan... kami akan mempertimbangkan (langkah itu) kembali," katanya.
Foto: LEON NEAL/AFP/Getty Images
Sonos
Perusahaan AS yang khusus membuat sound system ini mengatakan, mereka menarik iklan-iklannya dari Facebook dan platform media sosial lainnya termasuk Instagram. Sonos mengatakan, apa yang terjadi akhir-akhir ini "membangkitkan tanda tanya", apakah Facebook serius ingin menjaga kerahasiaan data-data pribadi. Tapi Sonos tidak menghapus akun Facebooknya.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Sonos
Commerzbank
Salah satu bank terbesar Jerman, Commerzbank, menyatakan akan memberhentikan untuk sementara iklan di Facebook. Direktur Utama Commerzbank mengatakan kepada harian ekonomi Jerman Handelsblatt: Kami jeda dulu dari iklan di Facebook. Perlindungan data dan mempertahankan citra perusahaan sangat penting bagi kami." Commerzbank akan menanti perkembangan lebih jauh untuk menentukan langklah selanjutnya.
Foto: Daniel Roland/AFP/Getty Images
Dr. Oetker
Perusahaan makanan Jerman Dr. Oetker menyerahkan keputusan kepada pengikutnya di Twitter. "Kami akan menghapus halaman Facebook kami jika didukung 1.000 retweet," tulis perusahaan itu si Twitter, 21 Maret lalu. Hari itu juga akun Facebooknya di-nonaktif-kan. Namun hari berikutnya akun Facebook Dr. Oetker aktif lagi. Di Twitter mereka menulis, "tidak mungkin" melakukan promosi tanpa Facebook.
Foto: Dr. Oetker
Tanggapan dari Facebook
Mengenai mundurnya beberapa perusahaan dari Facebook, perusahaan media sosial itu mengatakan: "Sebagian besar perusahaan yang kami ajak bicara minggu ini senang dengan langkah-langkah yang telah kami canangkan untuk lebih melindungi data pribadi, dan mereka percaya bahwa kami akan menanggapi tantangan ini dengan baik dan menjadi mitra yang lebih baik." (Alexander Pearson/hp/yf)
Foto: picture-alliance/AP Photo/T. Camus
7 foto1 | 7
Caranya?
Sebuah instrumen sakti: Algoritme, yang definisinya cukup rumit sehingga saya suka sederhanakan sebagai "kecerdasan medsos mengolah data mentah menjadi masakan yang nikmat". Melalui analisa data yang canggih, medsos memperoleh wawasan untuk menginformasikan tindakan dan keputusan kita di masa datang. Hal inilah yang menjadi "skandal facebook" saat ini, di mana pendirinya, Mark Zuckerberg dipanggil para senator untuk mempertanggungjawabkan jutaan data yang "bocor" tersebut.
Data tersebut dijual kepada mereka yang membutuhkannya untuk memasarkan produknya sehingga promosinya bisa lebih terarah terhadap mereka yang memang berminat terhadap produk tersebut. Masalahnya, produk itu bisa juga berupa agama, pembentukan opini publik atau pemilihan tokoh pemimpin.
Algoritme jugalah yang membuat kita hidup "sekandang dengan jenis yang sama". Ini membuat kita menjadi "katak dalam tempurung", di mana kita hanya ditawarkan berita-berita yang kita sukai, dari teman-teman yang kita sukai karena algoritme telah memilih-milihnya untuk kita. Ini membuat wawasan kita menjadi sempit karena kita tidak ditawarkan perbandingan / alternatif dari kenyataan yang ada, karena memang tidak kita sukai dan tidak akan meng-klik berita itu.
Bukan hanya orang-orang yang berbeda pendapat itu menghilang dari linimasa kita, kita pun bisa dengan leluasa mem-blok orang tersebut, sehingga linimasa kita "bersih". Itu sebabnya pendukung Trump (di Amerika) dan Prabowo (di Indonesia) tidak bisa membaca opini dan berita dari pendukung Clinton dan Jokowi dan sebaliknya, sehingga masing-masing semakin yakin bahwa pilihannya (dan opininya) lah yang benar.
Untuk Apa Orang Gunakan Media Sosial?
Anda punya akun Facebook, Instagram, atau Twitter? Apa yang terutama Anda lakukan di media sosial? Institut peneliti pasar di Australia mengadakan riset bertema: untuk apa media sosial paling sering digunakan orang.
Foto: picture alliance/AP Photo/L.Sladky
Nomor 5: Memutus Hubungan
Dari 800 orang yang menjawab pertanyaan, 39% mengatakan, akan memutuskan hubungan secara "online". Memutus hubungan bukan hanya hubungan dengan pacar melainkan juga dengan "teman" di Facebook, yang akibat satu dan lain hal tidak disukai lagi.
Foto: Screenshot Facebook
Nomor 4: Membagi Foto Makanan
40% dari 800 orang yang ikut studi mengatakan kerap merasa ingin membuat foto makanan yang akan dimakan, dan menempatkannya di akun sosial media.
Foto: Astrid&Gastón
Nomor 3: Menempatkan Selfie
Membuat selfi rupanya disukai baik tua maupun muda, dan orang biasa maupun selebriti. Selain dinikmati sebagai foto biasa, foto-foto juga "di-share" di media sosial. Riset menunjukkan 45% menggunakan media sosial untuk membagikan foto dirinya sendiri.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Hase
Nomor 2: Membagi "Posting" Orang Lain
Aktivitas ini menduduki posisi kedua dalam rangkaian hal yang paling sering dilakukan orang di media sosial. Yang dibagi bisa foto-foto dari teman atau media. Tetapi juga artikel berita, dan video. Pada dasarnya orang membagi apa yang ingin ditunjukkan kepada "teman" di media sosial. 46% peserta riset menganggap ini alasan utama untuk menggunakan media sosial.
Nomor 1: Menonton Video
61% orang gunakan riset untuk melihat video yang dibuat pengguna media sosial lainnya. Misalnya video kesibukan anjing peliharaan, atau juga parodi musik. Foto: "Despacito" yang dinyanyikan Luis Fonsi dan Daddy Yankee. Menurut Universal Music Latin Entertainment Juli 2017 video resmi lagu ini ditonton 4,6 milyar kali setelah dirilis. Parodi lagu ini banyak tersebar di media sosial. Penulis: ml/hp
Foto: picture alliance/AP Photo/L.Sladky
5 foto1 | 5
Cari ‘likes‘?
Aktualisasi diri dan meminta pengakuan adalah alasan utama kenapa kita membagi data kita ke medsos. Ingatkah Anda, di masa lalu ketika kita punya buku harian yang sampai digembok supaya tidak dibaca orang?
Kini malah banyak yang "ngambek" ketika posting mereka tidak dibaca dan di-"like" sebanyak mungkin. Betapa bertolak-belakangnya dunia nyata dan dunia maya, bukan? Kalau Anda ke jalan raya dan bertanya kepada setiap orang "Apa Anda suka baju saya?" Anda akan dianggap gila, atau paling tidak narsis berat. Di dunia maya, Anda menanyakannya bahkan kepada orang yang tidak Anda kenal!
Tiap medsos sudah didesain untuk memaksimalkan potensi aktualisasi diri kita yang berbeda. Twitter menjual (bahasa halusnya: "menawarkan") perdebatan, yang di kaum kurang terpelajar menjadi makian dan hujatan. Instagram menjual kecemburuan sosial. Facebook menjual ... Anda seluruhnya. Kalau dalam psikologi, bisa dibilang Twitter menjual Id, Facebook menjual Ego, dan Instagram menjual Superego.
Bagaimana Media Sosial Ubah Otak Anda
Pernah merasa tidak bisa menyetop diri menggunakan media sosial? Media sosial memang asik dan disukai masyarakat luas. Tapi apa itu sehat buat otak Anda?
Foto: picture-alliance/dpa/S. Kahnert
Tidak Bisa Mengontrol Diri?
Menurut data yang dikumpulkan lembaga pendidikan TED (Technology, Entertainment, Desain) sepertiga penduduk dunia menggunakan media sosial. Lima sampai 10 persen pengguna internet menyatakan sulit mengontrol waktu saat menggunakan media sosial. Menurut hasil pemindaian otak, ada bagian otak yang alami gangguan, dan itu bagian yang sama seperti pada pengguna narkoba.
Foto: Imago/All Canada Photos
Menyebabkan Kecanduan
Bagian otak yang terganggu terutama yang mengontrol emosi, perhatian dan pengambilan keputusan. Orang merasa senang pada media sosial, karena segera memberikan "imbalan" tanpa perlu upaya besar. Oleh sebabnya itu otak ingin mendapat stimulasi makin banyak, dan akhirnya menyebabkan ketagihan. Seperti halnya ketagihan obat terlarang.
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Tampak Seperti Multi-Tasking
Orang tampaknya mampu melaksanakan multi-tasking antara pekerjaan dan berkomunikasi dengan teman atau membaca berita terakhir dari teman lewat media sosial. Itu tampaknya saja. Semakin banyak menggunakan media sosial menyebabkan semakin kurangnya kemampuan otak untuk menyaring "gangguan" dan menyebabkan otak tidak mampu menempatkan informasi dalam ingatan.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Klose
Bergetar Atau Tidak?
Sejalan dengan penggunaan medsos lewat ponsel pintar, muncul fenomena baru "phantom vibration syndrome". Orang merasa ponsel bergetar, tapi sebenarnya tidak. Menurut sebuat studi, 89% dari pengikut riset rasakan ini, sedikitnya sekali dalam dua minggu. Tampaknya: otak menerima rasa gatal dan mengubahnya menjadi getaran yang dirasakan tubuh. Sepertinya teknologi mulai mengatur ulang sistem syaraf.
Foto: Getty Images/AFP/W. Zhao
Makin Terfokus pada Diri Sendiri
Media sosial juga menyebabkan otak makin banyak melepas Dopamin, yang sebabkan tubuh merasa senang. Menurut ilmuwan, pusat pemberian imbalan pada otak menunjukkan aktivitas lebih tinggi, jika orang bicarakan pandangan mereka, daripada jika mendengarkan pendapat orang. Itu tidak mengherankan. Tapi dalam interaksi langsung, hanya 30-40% isinya mengenai diri sendiri. Sementara dalam media sosial 80%.
Foto: imago/Westend61
Imbalan untuk Bicara Tentang Diri Sendiri
Semua bagian otak yang berkaitan dengan orgasme, motivasi, cinta terstimulasi hanya dengan menggunakan media sosial. Dan itu lebih besar lagi dampaknya, jika Anda menyadari bahwa Anda punya "penonton". Misalnya jumlah "likes" di Facebook atau jumlah "followers" di Twitter tinggi. Jadi tubuh memberikan imbalan sendiri kepada kita, hanya karena membicarakan tentang diri sendiri lewat internet.
Sebaliknya dampak positif juga ada. Menurut studi hubungan pacaran terhadap sejumlah pasangan, sebagian besar cenderung lebih saling suka, jika awalnya berkenalan lewat jalur maya. Dibanding jika kenal lewat interaksi langsung. Kemungkinan ini disebabkan karena orang lebih bisa anonim di dunia virtual, dan lebih punya kesempatan mengemukakan tujuan yang ingin dicapai dalam hidup.
Foto: DW
7 foto1 | 7
Sama seperti waktu saya masih kuliah, saya menjual hidup saya 20 menit bermain piano di restoran untuk makan. Kini kita menjual hidup kita bukan hanya 20 menit, tapi berjam-jam. Tapi sampai sekarang, makanannya belum datang.
Penulis: Ananda Sukarlan (ap/ml)
Selain sebagai komponis & pianis, A.Sukarlan juga aktif sebagai blogger di Andy Skyblogger's Log , dan membuat vlog di Youtube channelnya Ananda Sukarlan. Twitter & Instagramnya @anandasukarlan bukan hanya mengulas tentang musik, tapi masalah sosial, budaya dan politik pada umumnya. Ia membagi waktunya antara Spanyol (di rumahnya di perbukitan di Cantabria) dan Indonesia (di apartemennya di Jakarta).
IG & twitter @anandasukarlan
Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis.
Inilah Pemimpin Dunia dengan 'Follower' Terbanyak di Facebook
Dengan 'follower' lebih dari 40 juta orang,PM India, Narendra Modi adalah pemimpin negara dengan pengikut Facebook terbanyak. Peringkat kedua ditempati Presiden AS Donald Trump. Siapa lagi yang populer di Facebook?
Foto: picture alliance/dpa/T.Maury
PM India Narendra Modi
Menurut hasil studi perusahaan PR Burson-Marsteller, PM Modi memiliki lebih dari 40 juta follower pada laman pribadinya. Ini mungkin hal yang tidak aneh, mengingat India memiliki lebih dari 1,2 milyar penduduk. Tapi CEO Facebook Zuckerberg tetapi menganggapnya sebagai contoh bagaimana media sosial membantu untuk mendekatkan pemerintah dengan warga.
Foto: Getty Images/K.Frayer
Presiden AS Donald Trump
Trump memiliki sekitar 20 juta follower pada laman pribadinya. Akun Twitter-nya lebih populer lagi dengan 25 juta pengikut. Studi Burson-Marsteller menganalisa aktivitas 590 laman Facebook kepala pemerintahan dan menteri luar negeri selama tahun 2016 menggunakan data agregat dari Crowdtangle Facebook.
Foto: Getty Images/AFP/N. Kamm
Ratu Rania dari Yordania
Ratu Rania, istri Raja Abdullah II, memiliki lebih dari 10 juta follower. Ini lebih banyak dari populasi keseluruhan Yordania. Ratu yang sangat populer ini menampilkan imej kebaratan perempuan Muslim Arab yang menarik bagi media barat,
Foto: picture alliance/dpa/Balkis Press
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Presiden Erdogan memiliki 9 juta follower. Tahun lalu ia adalah pemimpin dunia dengan follower terbanyak ketiga di Facebook. Setelah mantan presiden AS Barack Obama dan Modi.
Foto: Reuters/T. Schmuelgen
Presiden Mesir Abdel el-Sissi
Laman Facebook Presiden el-Sissi followernya mencapai 7 juta. Laporan studi berfokus pada seberapa sering ada postingan dan berapa banyak "interaksi total" (suka, komentari, dan bagikan) pada setiap posting.
Foto: Getty Images/AFP/M. El-Shahed
PM Kamboja Hun Sen
Studi juga menganalisa interaksi media sosial para pemimpin dunia dengan orang lain. Menurut laporan studi, akun Facebook PM Kamboja Hun Sen menggalang lebih dari 58 juta interaksi, dan menempatkannya di posisi ketiga setelah Modi.
Foto: Getty Images/AFP/T.C.Sothy
Obama Tetap Terpopuler
Walau tidak lagi menjadi pemimpin negara di tahun 2017, akun Facebook mantan Presiden AS Barack Obama masih memiliki 54 juga follower - hampir setara dengan jumlah keseluruhan follower semua pemimpin dunia saat ini.