1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikAsia

Afganistan-Pakistan Kembali Sepakati Gencatan Senjata

Arnd Riekmann Sumber: AFP, Reuters, dpa
20 Oktober 2025

Konflik berkepanjangan antara Afganistan dan Pakistan yang disertai bentrokan mematikan antara militer kedua negara diharapkan mereda lewat perundingan yang dimediasi Qatar dan Turki.

Perwakilan Qatar, Afghanistan, Pakistan, dan Turki dalam negosiasi gencatan senjata
Perwakilan Qatar, Afghanistan, Pakistan, dan Turki dalam negosiasi gencatan senjataFoto: Qatar MFA

Untuk kedua kalinya dalam beberapa hari terakhir, Afganistan dan Pakistan menyepakati gencatan senjata demi menyudahi konflik militer antara kedua negara. Setelah bentrokan yang berlangsung selama berhari-haridan menewaskan banyak orang serta melukai ratusan lainnya, gencatan senjata dicapai setelah negosiasi yang ditengahi Qatar.

Menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Qatar pada Minggu(19/10) dini hari, perwakilan kedua negara dalam perundingan di ibu kota Doha sepakat melakukan "gencatan senjata segera dan membentuk mekanisme untuk memperkuat perdamaian dan stabilitas yang berkelanjutan.”

Saling jamin keamanan

Setelah pembicaraan di ibu kota Qatar, Menteri Pertahanan Pakistan Khawaja Asif menyatakan bahwa kedua "negara tetangga akan saling menghormati keutuhan wilayah teritorial masing-masing.” Pertemuan lanjutan dijadwalkan pada Sabtu (25/10) di kota Istanbul, Turki, untuk membahas "isu-isu secara lebih merinci,” jelas Asif.

Juru bicara pemerintahan Taliban Afghanistan, Sabihullah Mujahid, mengonfirmasi perkembangan ini. Ia menyatakan bahwa para pemimpin di Kabul "tidak akan mendukung kelompok mana pun yang melakukan serangan terhadap pemerintah Pakistan”.

Perundingan penting Sabtu(18/10) di Doha dimediasi oleh Qatar dan Turki. Baik Afghanistan maupun Pakistan menyampaikan terima kasih kepada kedua negara tersebut. Menurut Kementerian Luar Negeri Qatar, tujuan pertemuan lanjutan di Istanbul adalah "menjamin keberlangsungan gencatan senjata serta memantau implementasinya secara tepat dan berkelanjutan.”

Gencatan senjata pertama hanya bertahan selama dua hari

Gencatan senjata pertama diberlakukan di pertengahan minggu lalu untuk meredam situasi. Sebelumnya, kedua belah pihak terlibat pertempuran darat menggunaan artileri dan senjata berat. Namun, gencatan senjata ini hanya berlangsung selama dua hari.

Pada Jumat(17.10) sebuah serangan bom bunuh diri terjadi di wilayah perbatasan Pakistan utara, Waziristan. Tujuh anggota pasukan keamanan Pakistan tewas. Hal ini memicu eskalasi baru. Menurut pemerintah Islamabad, kelompok Hafis Gul Bahadur asal Afganistan terlibat dalam serangan tersebut.

Sebagai balasan, Angkatan Udara Pakistan melancarkan serangan di wilayah perbatasan Afghanistan. Menurut Taliban, militer Pakistan membombardir tiga lokasi di provinsi Paktika. Kantor berita DPA melaporkan bahwa sedikitnya 17 warga sipil tewas dalam serangan udara tersebut.

Pemakaman korban serangan udara di Khundar (18/10)Foto: Stringer/Anadolu Agency/IMAGO

Menurut aparat keamanan Pakistan  "serangan udara presisi” tersebut menargetkan kelompok Hafis Gul Bahadur, kelompok yang diduga memiliki keterkaitan dengan Tehreek-e-Taliban Pakistan (TTP). Pemerintah Pakistan telah lama menghadapi eskalasi serangan dari TTP.

Konflik telah berlangsung selama empat tahun

Taliban membantah memberikan perlindungan bagi kelompok militan yang menyerang Pakistan. Sebaliknya, pemerintah di Kabul menuduh militer Pakistan sengaja menyebarkan informasi palsu dan merusak stabilitas Afghanistan. Sejak Taliban kembali berkuasa pada Agustus 2021, bentrokan militer kedua negara telah berulang kali terjadi.

Kedua negara tetangga ini berbagi perbatasan sepanjang sekitar 2.400 kilometer, yang ditetapkan pada tahun 1893 antara Inggris India saat itu dan Emirat Afghanistan. Garis perbatasan ini dikenal sebagai "Garis Durand”, yang hingga kini statusnya masih menjadi perselisihan kedua negara.

Ketidakpercayaan mendalam antar kedua negara serta sengketa yang belum terselesaikan terkait kelompok militan di perbatasan diperkirakan akan terus membebani hubungan kedua negara yang dulunya bersekutu ini.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Sorta Caroline

Editor: Rizki Nugraha

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait