Tekanan pengungsi membuat politik di Jerman mengkategorikan Afghanistan sebagai negara aman. Sebuah kegilaan yang lepas dari realita. Opini Florian Weigand
Iklan
Berita menakutkan yang kini beredar: Jerman akan mengusir massal pengungsi yang ditolak permohonan suakanya. Sekitar 7.200 pengungsi asal Afghanistan termasuk diantaranya, karena tokoh politik di Jerman kini mengkategorikan Afghanistan sebagai negara aman.
Memang harus diakui, ada yang memohon suaka tanpa benar-benar terancam bahaya maut, dan hanya sekedar untuk memperbaiki taraf ekonomi. Tapi siapapun tahu, tanpa bimbang dan ragu, bahwa di Afghanistan mengancam bahaya maut. Orang tidak perlu jadi aktifis politik atau pekerja NGO yang dibiayai luar negeri untuk jadi target pembunuhan. Seorang perempuan yang kuliah saja sudah cukup jadi alasan menumpahkan darah.
Tentu saja politik Jerman juga tahu situasinya. Tapi arah dari pengetatan hak bermukim di Jerman tidak memandang masalah etnis, melainkan murni masalah logistik dan adminstratif. Menghadapi tekanan arus pengungsi, Jerman sudah kewalahan. Solusi, juga yang paling drastis, jadi makin populer. Dengan latar belakang ini, kelihatannya jadi logis untuk menetapkan negara yang berbahaya seperti Afghanistan, menjadi kawasan yang "relatif" aman. Agar dengan tenang, pengungsi dapat dideportasi.
Pertanyaannya, di mana kawasan "relatif" aman itu? Taliban menguasi hampir seluruh Afghanistan. Kini hanya tinggal noktah kecil yang bisa dianggap "relatif aman". Kunduz? Kota yang bekas markas tentara Jerman dalam penugasan ISAF, dulu dapat dianggap 'relatif" aman. Tapi baru-baru ini dalam tempo singkat bisa jatuh ke tangan Taliban. Ibukota Kabul? Bahkan di zona keamanan paling ketat sekalipun, seperti gedung parlemen dan hotel mewah Serena, terbukti Taliban bisa beraksi lancarkan serangan pembunuhan.
Bahkan secara resmi Menteri Urusan Pengungsi Sayyed Hussain Alemi Balkhi mengatakan dalam wawancara dengan DW, Eropa harus memperhatikan situasi di Afghanistan, dan jangan sekali-kali mengusir pulang pengungsi ke Afghanistan. Ini ibaratnya pengakuan bangkrut dari pemerintah di Kabul. Tapi di balik itu, juga terdapat tudingan terhadap Barat, yang bersalah memicu situasi semacam ini. Karena Barat tidak menepati janjinya untuk memberikan dana bantuan serta pembangunan. Singkatnya, Afghanistan tetap berstatus berbahaya, maut mengancam di mana-mana, sulit diprediksi dan di segala lini aparat tidak berfungsi.
Petualangan Maut Bundeswehr di Afghanistan Dilanjutkan?
Jerman pertimbangkan perpanjangan penugasan militer di Afghanistan. Pemicunya, perubahan Politik AS dan situasi kacau di Kunduz, bekas kawasan penugasan Bundeswehr. Dampingan internasional berlanjut sampai akhir 2016.
Foto: picture alliance / JOKER
Misi Bundeswehr Akan Dilanjutkan?
Pemerintah Jerman membuka opsi bagi perpanjangan misi militer Bundeswehr di Kunduz. Kebijakan ini merupakan reaksi atas perubahan politik Amerika Serikat di Afghanistan. Namun pemerintah di Berlin menegaskan, mandat penugasan serdadu Jerman akan lebih difokuskan pada pelatihan mitra tentara dan polisi Afghanistan, bukan sebagai pasukan tempur.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Gambarini
Pendidikan Aparat Keamanan
Saat ini masih ada 870 serdadu Jerman di Afghanistan, dengan tugas mendidik aparat keamanan lokal. Hingga akhir penugasan resmi 2014 lebih dari 60.000 polisi dan serdadu menjalani pendidikan militer di empat lokasi yang tersebar di seluruh negeri. Untuk itu pemerintah di Berlin telah mengeluarkan dana sedikitnya 380 juta Euro.
Foto: picture-alliance/dpa
Situasi Keamanan Tetap Gawat
Kendati mendapat hibah pangkalan militer dan berbagai persenjataan dari NATO, militer Afghanistan tetap kewalahan menghadapi rongrongan Taliban. Gelombang serangan bom bunuh diri yang tidak berhenti dilancarkan membuat penduduk di utara negara itu khawatir atas stabilitas keamanan.
Foto: AFP/Getty Images/J. Eisele
Dukungan hingga 2016
Misi lanjutan ISAF di Afghanistan yang diberi nama "Resolute Support" akan diikuti oleh maksimal 13.000 serdadu asing hingga akhir 2016. Tugas mereka adalah menjadi konsultan dan mengawal jalannya pendidikan militer buat tentara Afghanistan. Jerman berkontribusi dengan mengirimkan 850 serdadu untuk mengikuti misi tersebut.
Foto: John Thys/AFP/Getty Images
Misi Pertama di Luar Eropa
Pada 11 Januari 2002, angkatan bersenjata Jerman Bundeswehr mendaratkan 70 serdadu di Kabul. Itu adalah misi militer pertama Jerman di luar Eropa setelah berakhirnya Perang Dunia II. Pada masa puncak, Jerman menugaskan 5350 tentara di Afghanistan dan tercatat sebagai kontingen terbesar ketiga setelah Amerika Serikat dan Inggris.
Foto: picture-alliance/dpa/dpaweb
Korban Pertama
Pada Maret 2002, dua tentara Jerman dan tiga serdadu Denmark tewas akibat ledakan sebuah bom di Kabul. Hingga akhir 2014, Bundeswehr mencatat 55 serdadu yang tewas selama mengawal perdamaian di Afghanistan.
Foto: picture-alliance/dpa
Misi di Tempat yang Tenang
Bundeswehr tergolong beruntung karena mendapat provinsi Kundus di Utara yang relatif tenang. Dengan cara itu pemerintah di Berlin tidak cuma berhasil meredam kekhawatiran warga Jerman, tetapi juga memenuhi kewajiban internasionalnya. Sejak 2006 Jerman bertanggungjawab atas stabilitas keamanan di semua provinsi di utara Afghanistan.
Foto: picture-alliance/dpa
Membangun dan Melindungi
Jerman tidak cuma menurunkan kekuatan militer, melainkan juga terlibat dalam pembangunan sipil Afghanistan. Program tersebut termasuk strategi ganda NATO, yakni membangun dan melindungi. Jerman akan tetap mengucurkan dana bantuan sipil setelah penarikan mundur militer dari Afghanistan.
Foto: picture-alliance/Joker
Hari Gelap buat Bundeswehr
September 2009 Kolonel Georg Klein memerintahkan serangan udara terhadap dua truk minyak di Kundus yang diduga dibajak dan dikuasai oleh Taliban. Serangan itu akhirnya menewaskan 91 warga sipil. Klein kemudian dibebaskan dari tuduhan kejahatan perang.
Foto: picture-alliance/dpa
Mundur Teratur
Sesuai kesepakatan dengan NATO, Jerman menarik mundur semua pasukannya hingga akhir 2014. Penarikan mundur sebenarnya sudah dimulai sejak 2010. Pangkalan militer yang tadinya digunakan Bundeswehr pun diserahkan kepada militer Afghanistan. Termasuk di antaranya pusat operasi Camp Marmal di dekat kota Masar-i Sharif di utara.
Foto: picture-alliance/dpa/Bundeswehr
Pintu Terakhir di Camp Marmal
Camp Marmal menjadi stasiun terakhir buat serdadu Jerman. Dari sini, Bundeswehr mengorganisir pemulangan pasukan. Camp Marmal secara resmi dialihkan kepada Afghanistan, namun tetap digunakan oleh militer Jerman buat pendidikan pasukan. Setelah penarikan mundur, Bundeswehr masih menyediakan 650 tenaga pelatih di Camp Marmal.