Serangan Militan di Tempat Pelatihan Bidan di Jalalabad
28 Juli 2018
Ledakan dan serangan senjata terdengar di sekitar pusat pelatihan bidan di kota Jalalabad. Beberapa pekan belakangan, kota itu jadi kancah serangan, yang menyebabkan puluhan orang tewas.
Iklan
Warga militan menyerang pusat pelatihan bidan di daerah timur Afghanistan hari ini, Sabtu 28/07/2018, demikian dinyatakan pemerintah. Serangkaian serangan yang terjadi di kota itu adalah serangkaian kekerasan terakhir yang terjadi di Afghanistan.
Sabtu pagi dilaporkan terdengar sejumlah serangan dan tembakan senjata di sekitar asrama bidan di Jalalabad, ibukota provinsi Nangarhar.
Jurubicara pemerintah lokal, Attaullah Khogyani mengatakan, sebagian pelajar berhasil dievakuasikan. Sejauh ini belum jelas apakah ada korban cedera. Ketika serangan, sedikitnya 67 orang berada di pusat pelatihan tersebut, termasuk pelajar dan guru.
Kebangkitan Taliban Bayangi Afghanistan
Enam belas tahun setelah invasi AS, Afghanistan kembali tenggelam dalam jerat terorisme kelompok Islam. Serangkaian serangan teror baru-baru ini semakin memperkuat pengaruh Taliban dan ISIS.
Foto: picture alliance/Photoshot
Stabilitas Yang Rapuh
Rangkaian serangan teror di Afghanistan selama beberapa bulan terakhir menempatkan negeri tersebut dalam posisi pelik dan menggarisbawahi kegagalan pemerintah memperbaiki kondisi keamanan pasca penarikan mundur pasukan perdamaian internasional.
Foto: Reuters/M. Ismail
Kampanye Tanpa Hasil
Serangan tersebut juga menjadi catatan muram kampanye militer Amerika Serikat selama 16 tahun di Afghanistan. Meski serangan udara terhadap Taliban meningkat tiga kali lipat selama 2017, kelompok teror tersebut mampu menggandakan kekuasaannya dan kini aktif di 70% wilayah Afghanistan. Islamic State yang terusir dari Suriah mulai giat menebar teror di negeri tersebut.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Hossaini
Darah di Musim Semi
Pekan lalu Taliban mendeklarasikan dimulainya serangan musim semi yang sekaligus menampik tawaran perdamaian dari Presiden Ashraf Ghani. Kaum militan itu beralasan meningkatnya intensitas kampanye bersenjata adalah reaksi terhadap strategi militer AS yang lebih agresif. Pentagon ingin mendesak Taliban agar menerima perundingan damai dengan meningkatkan serangan udara.
Foto: Reuters
Janji Donald Trump
Tahun lalu Presiden AS Donald Trump mengumumkan strategi baru dengan menambah jumlah pasukan untuk melatih militer Afghanistan. Saat ini sekitar 11.000 pasukan AS bertugas sebagai pelatih atau konsultan keamanan. Trump juga berjanji akan membantu Afghanistan memerangi Taliban dan mempertahankan keberadaan pasukan AS selama dibutuhkan.
Foto: Getty Images/AFP/B. Smialowski
Damai yang "Konspiratif"
Meski mendapat tawaran perundingan damai "tak bersyarat" dari Presiden Ghani Februari silam, Taliban tetap bergeming dan malah menyebut upaya perdamaian sebagai "konspirasi." Pengamat meyakini kelompok teror tersebut tidak akan bersedia mengikuti perundingan damai selama mereka masih lemah. Wilayah kekuasaan Taliban saat ini jauh lebih besar ketimbang sebelum berkecamuknya perang 2001 silam.
Foto: Getty Images/AFP/N. Shirzad
Sikap Ambigu Pakistan
Pakistan mendapat tekanan dari Kabul dan Washington agar tidak lagi melindungi militan dari Afghanistan. Islamabad sejauh ini menepis tudingan tersebut dan mengklaim pengaruhnya di wilayah perbatasan telah banyak berkurang. Situasi tersebut menambah ketegangan antara Pakistan dan Afghanistan.
Foto: DW/H. Hamraz
Nasib Bangsa di Tangan Penguasa Daerah
Selain Taliban, penguasa daerah alias warlords memiliki pengaruh besar di Afghanistan. Tahun lalu, pemimpin Hizb-i-Islami Gulbuddin Hekmatyar kembali ke arena politik di Kabul setelah masa pengasingan selama 20 tahun. Kembalinya Hekmatyar adalah berkat perjanjian damai dengan pemerintah Afghanistan yang ditandatangani pada September 2016. Langkahnya diharapkan dicontoh oleh warlords lain.
Foto: Reuters/O.Sobhani
Sikap Galau Asraf Ghani
Di tengah konflik kekuasaan tersebut, popularitas Presiden Ghani terus menyusut di mata penduduk. Maraknya korupsi dan cekcok tanpa henti di tubuh pemerintah mempersulit upaya Afghanistan menanggulangi terorisme. Terkait serangan Taliban, Ghani mengatakan kelompok teror tersebut "sudah melampaui batas," meski tetap membuka pintu perundingan damai.
Foto: Reuters/K. Pempel
8 foto1 | 8
"Serangan mungkin masih berlangsung"
Seorang saksi yang berada di dekat tempat pelatihan bidan mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa ia mendengar letusan senjata secara sporadis, dan menduga, serangan mungkin masih berlangsung.
Seorang saksi menggambarkan mendengar sejumlah ledakan. Ia kemudian melihat tiga pria bersenjata memasuki jalan di mana tempat pelatihan bidan berlokasi.
Sampai berita diturunkan, sedikitnya tiga orang dinyatakan cedera dan tembak-menembak berlangsung dengan aparat keamanan. Demikian keterangan saksi dan pejabat pemerintah.
Jokowi Jadi Presiden Kedua yang Kunjungi Afghanistan Setelah Sukarno
Setelah 57 tahun, Presiden Republik Indonesia kembali melawat ke Afghanistan.
Foto: Bey Machmudin
Setelah Sukarno
Presiden Joko Widodo dan Ibu Negara Iriana tiba di Bandara Internasional Hamid Karzai, Kabul, Afghanistan, Senin 29 Januari 2018 pukul 11.40 waktu setempat. Kunjungan Kenegaraan Presiden Jokowi ke Afghanistan merupakan kunjungan kedua Presiden Republik Indonesia ke Afghanistan setelah Kunjungan Kenegaraan Presiden Sukarno pada tahun 1961.
Foto: Bey Machmudin
Hujan salju
Udara dingin bahkan hujan salju yang selimuti Kabul tidak mengurangi hangatnya penyambutan yang dilakukan pemerintah Afghanistan. Pejabat Afghanistan yang menyambut: Wakil Presiden Sarwar Danish, Menteri Luar Negeri Salahudin Rabbani, Menteri Keuangan Eklil Hakimi, Dubes Afghanistan untuk Indonesia Roya Rahmani, Gubernur Kabul Mohammad Yaqoub Haidan, Walikota Kabul Abdullah Habibzal.
Foto: Bey Machmudin
Kunjungan pasca teror
Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengucapkan terima kasih kepada pemimpin Indonesia atas kunjungannya dan belasungkawa yang diungkapkan Widodo untuk korban rangkaian serangan di Kabul sebelum kedatangannya.
Foto: Bey Machmudin
Soal keamanan
Joko Widodo mengadakan pembicaraan dengan para pejabat tinggi tingkat tinggi lainnya di Afghanistan dan membahas masalah bilateral. Ghani mengatakan bahwa dia berharap Afghanistan dapat memanfaatkan pengalaman Indonesia dalam mendapatkan dukungan para ulama untuk menghadapi ekstremisme.
Foto: Bey Machmudin
Konflik berkepanjangan
Afghanistan dililt konflik berkepanjangan. Ledakan bom di penghujung Januari ini bahkan menewaskan lebih dari 100 orang. Baru-baru ini delegasi Dewan Perdamaian Tinggi Afganistan, yang bertugas mempromosikan upaya perdamaian dengan Taliban dan kelompok gerilyawan lainnya, melakukan perjalanan ke Indonesia. Indonesia menegaskan kembali dukungan terhadap proses perdamaian Afghanistan.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Gul
5 foto1 | 5
Jalalabad jadi lokasi terjadinya beberapa serangan beberapa bulan belakangan ini, yang menyebabkan terbunuhnya puluhan orang.
Kelompok militan yang menyebut diri Islamis State (IS) menyatakan bertanggung jawab atas sebagian besar serangan. Namun di kawasan Nangarhar, bukan IS saja yang aktif, melainkan juga Taliban.
ml/ap (AFP, Reuters)
Bacha Bazi: Tradisi Pedofilia Penguasa Afghanistan
Selama bertahun-tahun Afghanistan merahasiakan sisi tergelapnya, yakni tradisi memelihara bocah di bawah umur untuk kepuasan seksual. Banyak bocah yang mati dibunuh setelah mencoba melarikan diri.
Foto: Getty Images/AFP/W. Kohsar
Aib Terselubung Afghanistan
Pada 2017 silam Departemen Pertahanan AS sukses mencegah publikasi laporan independen tentang situasi sosial politik di Afghanistan. Di dalamnya termuat sebuah rahasia gelap yang mengakar lama di negeri yang kerap disebut sebagai kuburan kerajaan itu, yakni tradisi pedofilia kaum penguasa dan bertahta.
Foto: Imago
Musuh dalam Selimut
Laporan tersebut menyimpan bom waktu. Koalisi barat membutuhkan bantuan para warlords dan pemuka suku. Namun kebiasaan mereka memelihara bocah Bacha Bazi alias bocah penari untuk dijadikan budak seks menempatkan militer AS dalam posisi pelik. Pentagon tidak berdaya menggusur praktik yang telah mendarah daging tersebut tanpa memicu amarah para penguasa lokal.
Foto: Getty Images/AFP/W. Kohsar
Kebiadaban Sebagai Status Sosial
Keberadaan Bacha Bazi erat berkaitan dengan status sosial di Afghanistan. Mereka tidak dipandang terlarang atau homoseksual dalam masyarakat yang cendrung misoginik, melainkan sebagai budak seks yang halal. Para bocah itu pandai menari dan tidak jarang mengalami penindasan atau kekerasan dari para patronnya. Dalam beberapa kasus, bocah Bacha Bazi dibunuh dan disiksa ketika mencoba melarikan diri.
Foto: AFP/Getty Images
Dosa Kolektif Afghanistan
Tahun 2013 silam Komisi Independen Hak Azasi Manusia membuat laporan mendalam tentang budaya tercela itu. Menurut AIHRC sebanyak 56% pelaku pedofilia yang melibatkan Bacha Bazi berusia antara 31 hingga 50 tahun. Meski diklaim sebagai tradisi penguasa, 64% pelaku Bacha Bazi merupakan warga biasa.
Foto: Getty Images/AFP/W. Kohsar
Petaka Dipaksakan
Ironisnya pelaku diuntungkan oleh situasi muram pendidikan dini di Afghanistan. Sekitar 87% bocah Bacha Bazi mengaku tidak bersekolah dan 58% tidak bisa membaca. Hampir semua bocah mengklaim dipaksa melakukan hubungan seksual. Sekitar 90% korban berusia antara 13 hingga 18 tahun.
Foto: Getty Images/AFP/A. Karimi
Simalakama Moral Serdadu AS
Seorang perwira militer AS dikabarkan dipecat lantaran memukul seorang komandan militer Afghanistan ketika ia menemukan seorang bocah diborgol di atas ranjang pribadi sang komandan. Kisah serupa menimpa sejumlah perwira lain yang ditugaskan mengawal militer Afghanistan pasca penarikan mundur pasukan AS di Afghanistan.
Foto: Getty Images/AFP/W. Kohsar
Duit Lancarkan Praktik Sesat
Sejak 2017 pemerintah Afghanistan mulai aktif memburu para pelaku pedofilia, antara lain dengan mengharamkan Bacha Bazi. Namun menurut laporan UNICEF, proses penyidikan sering berakhir kosong tanpa dakwaan. Berbagai pihak mencurigai maraknya praktik nepotisme dan korupsi mempersulit upaya mengakhiri praktik sesat tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Karimi
Masa Depan Suram
Sebagian besar korban Bacha Bazi ditolak oleh keluarga lantaran dianggap membawa aib. Banyak yang melarikan diri sebagai pengungsi, sementara yang lain berusaha mencari nafkah lewat satu-satunya kemampuan yang mereka pelajari sebagai Bacha Bazi, yakni menari. (rzn/yf - vice, hindustan, thejournal, unicef, aihrc, nypost)