Kasus penganiayaan dan kekerasan fisik kepada wartawan paling banyak tercatat dilakukan oleh kepolisian. Demikian menurut Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Sementara, kasus kekerasan paling marak terjadi di luar Jakarta
Iklan
Setelah sempat melonjak enam peringkat 2017 silam, Indonesia tahun ini gagal memperbaiki posisi dalam Indeks Kebebasan Pers yang dirilis organisasi nirlaba Reporters Sans Frontières. Salah satu penyebabnya, menurut Aliansi Jurnalis Independen, adalah buruknya iklim politik dan maraknya tindak kekerasan terhadap wartawan.
AJI mencatat, antara Mei 2017 hingga Mei 2018 setidaknya 75 kasus kekerasan terjadi di 25 provinsi, di antaranya 24 kasus melibatkan tindak penganiayaan fisik. "Kasus kekerasan kedua terbanyak adalah pengusiran. Pengusiran dilakukan baik oleh aparatur negara ataupun anggota security atau satpam,” kata Ketua Umum AJI, Abdul Manan, kepada awak media dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/5).
Seperti dilaporkan Tirto.id, AJI mengklaim kekerasan fisik yang dialami jurnalis antara lain berupa pemukulan, baik dengan tangan atau dengan benda tumpul, penyeretan hingga pengeroyokan oleh oknum. Kepolisian menjadi lembaga negara yang paling banyak mencatat kasus kekerasan terhadap wartawan, yakni dengan 24 kasus. Disusul pejabat pemerintah atau eksekutif dengan 16 kasus.
"Sudah bertahun-tahun polisi menjadi pelaku terbanyak kekerasan terhadap jurnalis, khususnya di luar Jakarta,” imbuh Abdul Manan.
Atmosfir kerja, gaji, peluang karir dan stres jadi empat kriteria utama tentukan pekerjaan mana yang kondisinya paling buruk di Amerika Serikat. Kerja yang kelihatannya bergengsi realitanya sering tidak begitu.
Foto: Colourbox
10. Pemadam Kebakaran
Jadi petugas pemadam kebakaran adalah impian kebanyakan anak-anak di Amerika atau Eropa. Tapi realitanya profesi ini tergolong buruk kondisinya. Gajinya memang menggiurkan 46.000 USD setahun. Tapi faktor stresnya paling tinggi dan atmosfIr kerjanya tidak nyaman.
Foto: Getty Images/J. Sullivan
9. Sopir Taksi
Pendapatan sopir taksi hanya separuh petugas pemadam kebakaran, yakni 23.000 USD setahun. Tapi faktor stresnya tinggi, risiko keamanan dari ancaman kejahatan juga besar. Tidak ada atmosfir kerja dan tak ada peluang berkarir lebih tinggi.
Foto: picture alliance/dpa/D. Gammert
8. Marketing Iklan
Tampilannya harus selalu necis dan gajinya sekitar 47.000 USD setahun. Tapi atmosfir kerjanya tak nyaman dengan persaingannya keras dan faktor stresnya tinggi. Peluang berkarir nyaris tidak ada, dan saat ini tidak ada harapan naik gaji, bahkan ada kemungkinan gaji turun hingga 3 persen.
Foto: Fotolia
7. Pramuniaga
Pegawai ritel alias pramuniaga harus selalu berpakaian necis, tapi gajinya untuk ukuran rata-rata AS tergolong rendah, sekitar 21.000 USD per tahun. Kerjanya tidak menyenangkan, peluang berkarir tidak banyak, faktor stres tinggi. Yang positif, pekerja sektor ritel bisa mengharap kenaikan gaji hingga 7 persen.
Foto: picture-alliance/dpa/Xinhua/T.Jin
6. Pembasmi Wabah
Petugas pembasmi dan pengendali wabah punya risiko tinggi tertular penyakit mematikan dengan gaji relatif rendah hanya 30.000 USD setahun. Profesi dengan kadar stres tinggi, atmosfir kerja tak nyaman dan tidak ada peluang berkarir. Harapan naik gaji tak ada, bahkan bisa turun sekitar 1 persen.
Foto: picture-alliance/dpa/N. Sangnak
5. Anggota Militer Rendahan
Para prajurit di AS gajinya berkisar pada 28.000 USD setahun. Karirnya tidak terlalu cerah, dan biasanya berhenti di kisaran pangkat tamtama. Stres tinggi, atmosfír kerja tegang dan nyaris tak ada harapan naik gaji.
Foto: picture-alliance/dpa/K. Kallinikov
4. Disc Jockey
Tampilannya selalu keren dan trendy. Tapi gajinya hanya sedikit di atas sopir taksi sekitar 29.000 USD setahun. Kerjanya tak nyaman dan penuh stres karena biasanya malam hari. Atmosfirnya bagus, tapi tak ada peluang berkarir. Pendapatan mereka bahkan cenderung turun drastis hingga 11 persen.
Foto: maxoidos/Fotolia
3. Penyiar Radio
Penyiar radio kedengarannya profesi keren. Realitanya ini kerja penuh stres, walau atmosfir kerjanya relatif menyenangkan. Peluang berkarir nyaris tak ada. Walau gajinya lumayan untuk ukuran AS, yakni 37.000 UDS setahun, namun harapan naik gaji tak ada. Justru kemungkinan turun gaji hingga 9 persen.
Foto: IIPM – International Institute of Political Murder/Daniel Seiffert
2. Penebang Kayu
Kerja berbahaya tanpa persepektif karir. Atmosfir kerja membosankan dan penuh stres. Kisaran gajinya lumayan menurut ukuran AS, yakni 35.000 USD per tahun, tapi kini kecenderungannya turun gaji hingga
Foto: picture-alliance/dpa/W. Rudhart
1. Wartawan Surat Kabar
Walau predikatnya cukup bergengsi, selama 3 tahun berturut-turut profesi wartawan koran menjadi pemuncak ranking pekerjaan paling tidak menyenangkan. Gajinya hanya sedikit diatas penebang kayu, yakni 37.000 USD per tahun. Risiko kerja tinggi hingga bisa terbunuh, stres juga tinggi. Ironisnya tingkat gaji berpeluang turun sekitar 9 persen.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Vennenbernd
10 foto1 | 10
Ia mengeluhkan kepolisian terkesan setengah hati menindak kasus kekerasan terhadap jurnalis. Salah satu contohnya adalah kasus penganiayaan terhadap wartawan Radar Maduria, Ghinan, yang dikeroyok oleh pegawai negeri sipil di Kabupaten Bangalan, 2016 silam.
"Dalam beberapa kasus, pimpinan polisi setempat meminta maaf kepada jurnalis. Namun dalam lebih banyak kasus lain, pelaku belum mendapatkan hukuman yang sepatutnya,” tutur Abdul Manan.
Kesimpulan serupa ditulis Reporters Sans Frontières dalam laporan tahunan kebebasan pers di Indonesia. RSF mengritik pemerintahan Joko Widodo yang gagal melindungi wartawan yang meliput di Papua. "Wartawan asing dan lokal bisa dipenjara jika mereka berusaha mendokumentasikan kasus pelanggaran oleh oknum TNI di sana," tulis organisasi Perancis itu dalam laporannya.
RSF juga menyayangkan kecendrungan sensor diri wartawan Indonesia yang mengkhawatirkan presekusi oleh organisasi kemasyarakatan Islam dan dakwaan dengan pasal anti penodaan agama atau Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Peringkat Kebebasan Pers Negara Muslim
Benarkah radikalisme agama ikut mengancam kebebasan pers? Berikut peringkat negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar dalam Indeks Kebebasan Pers Internasional versi Reporters Sans Frontières.
Foto: picture-alliance/dpa
Kekuasaan Musuh Kebebasan
Kekhawatiran bahwa gerakan radikal Islam membatasi kebebasan pers hampir sulit dibuktikan. Kebanyakan penindasan yang terjadi terhadap awak media di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dilakukan oleh pemerintah, bukan ormas atau masyarakat, kecuali di kawasan konflik seperti Irak, Suriah atau Libya. Berikut peringkat kebebasan pers sejumlah negara muslim terbesar.
Foto: picture-alliance/ZB/J. Büttner
#120 Afghanistan
Wartawan di Afghanistan memiliki banyak musuh, selain Taliban yang gemar membidik awak media sebagai sasaran serangan, pemerintah daerah dan aparat keamanan juga sering dilaporkan menggunakan tindak kekerasan terhadap jurnalis, tulis RSF. Namun begitu posisi Afghanistan tetap lebih baik ketimbang banyak negara berpenduduk mayoritas muslim lain.
Foto: Getty Images/AFP/M. Hossaini
#124 Indonesia
Intimidasi dan tindak kekerasan terhadap wartawan dilaporkan terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta. Terutama kelompok radikal seperti FPI dan GNPF-MUI tercatat terlibat dalam aksi pemukulan atau penangkapan terhadap awak media. Namun begitu kaum radikal bukan dianggap ancaman terbesar kebebasan pers di Indonesia, melainkan militer dan polisi yang aktif mengawasi pemberitaan di Papua.
Foto: Getty Images/AFP/W. Kurniawan
#139 Pakistan
Wartawan di Pakistan termasuk yang paling bebas di Asia, tapi kerap menjadi sasaran serangan kelompok radikal, organisasi Islam dan dinas intelijen, tulis Reporters sans frontières. Sejak 1990 sudah sebanyak 2,297 awak media yang tewas. April silam, Mashal Khan, seorang wartawan mahasiswa tewas dianiaya rekan sekampus lantaran dianggap menistakan agama.
Foto: Getty Images/AFP/F. Naeem
#144 Malaysia
Undang-undang Percetakan dan Penerbitan Malaysia memaksa media mengajukan perpanjangan izin terbit setiap tahun kepada pemerintah. Regulasi tersebut digunakan oleh pemerintahan Najib Razak untuk membungkam media yang kritis terhadap pemerintah dan aktif melaporkan kasus dugaan korupsi yang menjerat dirinya. Selain itu UU Anti Penghasutan juga dianggap ancaman karena sering disalahgunakan.
Foto: Getty Images/R. Roslan
#155 Turki
Perang melawan media independen yang dilancarkan Presiden Recep Tayyip Erdogan pasca kudeta yang gagal 2016 silam menempatkan 231 wartawan di balik jeruji besi. Sejak itu sebanyak 16 stasiun televisi, 23 stasiun radio, 45 koran, 15 majalah dan 29 penerbit dipaksa tutup.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Baumgarten
#161 Mesir
Enam tahun setelah Revolusi Januari, situasi kebebasan pers di Mesir memasuki masa-masa paling gelap. Setidaknya sepuluh jurnalis terbunuh sejak 2011 tanpa penyelidikan profesional oleh kepolisian. Saat ini paling sedikit 26 wartawan dan awak media ditahan di penjara. Jendral Sisi terutama memburu wartawan yang dicurigai mendukung atau bersimpati terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin.
Foto: Reuters/A.A.Dalsh
#165 Iran
Adalah hal ironis bahwa kebebasan pers menjadi salah satu tuntutan revolusi yang menanggalkan kekuasaan Shah Iran pada 1979. Namun janji itu hingga kini tidak ditepati. Iran masih menjadi kuburan dan penjara terbesar bagi awak media, tulis Reporters Sans Frontières. Saat ini tercatat 29 wartawan dipenjara dan belasan media independen diberangus oleh pemerintah.
Foto: MEHR
#168 Arab Saudi
Berada di peringkat 168 dari 180 negara, Arab Saudi nyaris tidak mengenal pers bebas. Internet adalah satu-satunya ranah media yang masih menikmati sejumput kebebasan. Namun ancaman pidana tetap mengintai blogger yang nekat menyuarakan kritiknya, seperti kasus yang menimpa Raif Badawi. Ia dihukum 10 tahun penjara dan 10.000 pecutan lantaran dianggap melecehkan Islam. (rzn/yf - sumber: RSF)