1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aksi Penembakan di Kampus AS Jadi Rutinitas?

2 Oktober 2015

Penembakan massal yang menewaskan 9 siswa di Oregon adalah ekses dari peraturan pemilikan senjata api yang longgar. Presiden Obama kembali imbau warga untuk menekan legislator memperketat aturan senjata api.

USA Schießerei Umpqua Community College Oregon PK
Foto: picture-alliance/Aaron Yost/Roseburg News-Review via AP

Aksi penembakan massal di Amerika Serikat kembali mencuat jadi kepala berita. Sedikitnya 9 siswa di Umpqua Community College di Roseburg, Oregon, tewas dan 20 mahasiswa lainnya dilaporkan terluka dalam aksi amuk itu. Pelakunya, seorang lelaki berusia 26 tahun yang diidentifikasi sebagai Chris Harper Mercer, dilaporkan berhasil ditembak mati oleh polisi. D

ata yang dilansir kelompok advokasi "Everytown for Gun Safety" serta harian The Boston Globe menunjukan, sejak penembakan di Newton, Connecticut yang menewaskan 20 siswa dua tahun silam, tercatat terjadi 141 kasus penembakan di sekolah, alias rata-rata satu kasus kekerasan bersejata per minggu.

Presiden Barack Obama yang sudah berusaha menerapkan regulasi pemilikan senjata lebih ketat pasca serangan di Newmont, kembali menyerukan aksi untuk meredam kekerasan bersenjata di sekolah-sekolah. Ia mengkhawatirkan aksi penembakan semacam itu akan jadi hal rutin di kampus-kampus AS. Sejauh ini upaya Obama itu terutama dihadang kelompok lobby senjata dan perhimpunan warga serta partai oposisi Republik, hingga tenggelam gaungnya.

Cek kesehatan mental

Jonathan Metzl pakar tindak kekerasan bersenjata dan kesehatan mental dari Vanderbilt University di Tenesse mengungkapkan kepada DW, peristiwa penembakan massal semacam itu adalah ekses dari peraturan pemilikan senjata yang longgar di AS. Dan tren menunjukan kasus makin sering. Metzl menambahkan, seharusnya ada aturan ujian dan "screening" seperti pada pembuatan surat izin mengemudi, agar orang-orang dengan rekam jejak kekerasan bersenjata dicegah memperoleh senjata. "Namun ada loby kuat berlatar kepentingan bisnis yang menghambat aturan itu," ujar pakar kesehatan mental dari AS itu.

Sejauh ini polisi masih mengusut motif dari aksi penembakan massal itu. Dari para saksi mata dan korban cedera diperoleh informasi bahwa pelaku menanyakan agama korbannya, sebelum ia melakukan eksekusi berdarah dingin. "Sasaran penembakan adalah mereka yang beragama Kristen." kata seoran mahasiswi yang mengalami luka tembak dan berhasil diselamatkan karena pura-pura mati. Pelaku juga sudah mengumumkan niatnya lewat akun pribadinya di internet.

as/yf (rtr,afp,ap,dpa)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait