1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aktivis Jerman Ajukan Rezim Suriah ke Pengadilan

Lisa Ellis
23 Juni 2020

Kekerasan seksual di penjara-penjara Suriah sangat brutal dan terjadi secara luas. Aktivis kemanusiaan sekarang mengajukan gugatan ke pengadilan Jerman atas nama ribuan tahanan perempuan Suriah.

Türkei Protest International Conscience Convoy in Hatay
Foto: picture-alliance/AA/E. Turkoglu

Bagi kebanyakan perempuan, kekerasan seksual sudah dimulai sejak penangkapan mereka. Para serdadu pria meraba-raba tubuh mereka seenaknya, di penjara mereka dipaksa menanggalkan seluruh pakaian, banyak dari mereka yang kemudian diperkosa.

Bagi ribuan perempuan yang permah ditahan di penjara rezim Suriah, inilah awal penderitaan panjang dan kehancuran. Setelah dilepaskan dari mereka, mereka sering dikucilkan oleh keluarga dan komunitas mereka.

Pakar hukum internasional dan aktivis kemanusiaan Alexandra Lily Kather mengatakan, kekerasan seksual berdasarkan gender adalah salah satu kejahatan yang paling sering terjadi di fasilitas penahanan pemerintah Suriah. Pada saat yang sama, itulah kejahatan yang paling jarang dilaporkan oleh korban.

Alexandra Lily Kather (kiri) dan Joumana Sei dari ECCHR di BerlinFoto: ECCHR

"Ada hal yang tidak cukup disorot oleh media”

"Kita tahu banyak tentang serangan udara, kekerasan senjata, penyiksaan, kebrutalan ISIS," kata Alexandra Lily Kather yang bekerja untuk Pusat Konstitusi dan Hak Asasi Manusia Eropa ECCHR, di Berlin.

"Tapi ada hal yang tidak cukup disorot, baik di media maupun dalam hal pengusutan pelaku untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, yaitu kekerasan seksual (di penjara pemerintah Suriah), meskipun kejahatan itu menyebabkan kehancuran, baik bagi korban maupun bagi masyarakat secara keseluruhan," lanjutnya.

Minggu lalu, ECCHR mengambil langkah yang mereka harapkan akan mengubah situasi. Mereka mengajukan pengaduan pidana ke pengadilan Jerman atas kekerasan seksual terhadap perempuan di Suriah untuk diadili sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.

Prinsip yurisdiksi universal untuk kejahatan kemanusiaan

Jerman adalah negara pertama yang mengadili pelaku kejahatan asal Suriah. Dua mantan perwira intelijen Suriah diadili kota Koblenz atas kejahatan perang yang mereka lakukan di negaranya. Gugatan ini dimungkinkan karena Jerman menerapkan prinsip yurisdiksi universal untuk kejahatan perang, yang berarti pengadilan di Jerman bisa mengadili kejahatan kemanusiaan yang terjadi di luar negeri dan dilakukan oleh warga asing.

Pengadilan di Koblenz mengadili dua mantan perwira intelijen Suriah atas gugatan kejahatan kemanusiaan, 4 Juni 2020Foto: Reuters/T. Lohnes

Namun ECCHR menyayangkan, sampai sekarang Jerman belum memasukkan kekerasan seksual sebagai kejahatan kemanusiaan.

"Dari bukti-bukti yang kami miliki," ujar Alexandra Lily Kather, "jelas terlihat bahwa kekerasan seksual adalah bagian dari serangan sistematis dan meluas terhadap penduduk sipil, dan karenanya harus dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan."

Dewan HAM PBB setuju dengan penilaian ini. Dalam sebuah laporan yang diterbitkan pada tahun 2018, badan dunia itu merinci kejahatan yang terjadi berdasarkan kesaksian dari hampir 500 orang saksi dan korban yang selamat. Dari semua pihak yang bertikai di Suriah, pasukan pemerintah Suriah dan milisi pro pemerintah disebut sebagai pihak yang paling sering melakukan penyerangan seksual dan pemerkosaan terhadap perempuan.

"Ini adalah rezim yang menggunakan tubuh perempuan untuk tujuan politik mereka, untuk menindas dan meneror,” kata Alexandra Lily Kather. "Dan kami menuntut keadilan dari kejaksaan Jerman."

hp/rap