Para pengunjuk rasa di Thailand menentang imbauan pemerintah yang menandai peringatan revolusi 1932, di mana sistem monarki absolut berakhir. Mereka mengatakan pihak berwenang menghilangkan simbol revolusi.
Iklan
Para aktivis politik pro demokrasi mengadakan aksi unjuk rasa pada hari Rabu (24/6) untuk menandai peringatan revolusi Siam 1932 yang menggulingkan monarki absolut Thailand. Lebih dari 100 orang berkumpul di Monumen Demokrasi Bangkok sejak pagi hari. Rekaman tentang revolusi Siam ditayangkan melalui sebuah layar putih.
"88 tahun yang lalu hari ini sekitar fajar, Partai Rakyat merebut kekuasaan dan mengubah sistem pemerintahan menjadi demokrasi," kata aktivis pro-demokrasi Anon Nampa pada rapat umum tersebut.
Aktivis pro-demokrasi terkemuka lainnya Chonthicha Jangrew mengatakan kepada kantor berita Associated Press bahwa pihak berwenang berusaha untuk menghapus revolusi dari sejarah "danbetapa pentingnya demokrasi di Thailand."
Apakah pihak berwenang mengizinkan demonstrasi?
Polisi telah memasang tanda larangan masuk di monumen itu, tetapi pada akhirnya memperbolehkan para aktivis untuk menggelar demonstrasi selama sekitar 15 menit.
Para aktivis juga memajang replika plakat peringatan yang dipasang pada tahun 1936 di tempat proklamasi itu berlangsung. Acara ini masih dianggap ilegal berdasarkan peraturan COVID-19, yang mengatur jarak sosial.
Protes lain direncanakan berlangsung di dekat istana, dan polisi mengatakan mereka sedang memantau aksi unjuk rasa di 12 provinsi lainnya.
Pemerintah dan polisi telah membuat peringatan sebelumnya, menjelaskan bahwa kegiatan seperti itu akan dianggap subversif dan merusak monarki konstitusional negara, tetapi tidak melakukan tindakan nyata yang secara langsung menghentikan protes.
Mengapa peringatan itu penting?
Thailand, yang sebelumnya dikenal sebagai Siam, telah mengalami kemunduran demokrasi dan menghapus simbol-simbol yang berkaitan dengan Revolusi 1932 dalam beberapa tahun terakhir. Raja saat ini memiliki kekuatan besar dan tindakan mengkritik keluarga kerajaan dapat dihukum 15 tahun penjara.
Pemerintahan dipimpin oleh komandan militer Prayuth Chan-ocha sejak ia merebut kekuasaan dalam kudeta militer tahun 2014. Ia terpilih secara demokratis pada 2019 dalam pemilihan yang digambarkan bebas namun tidak adil.
Banyak dari mereka yang menghadiri rapat umum itu adalah pengkritik vokal Prayuth dan percaya bahwa raja dan militer masih memiliki kekuatan besar, bukan adil atau legal dalam monarki konstitusional.
Prayuth tidak secara langsung berbicara kepada para pengunjuk rasa tetapi mengatakan kepada warga "jangan melanggar monarki, jangan melanggar hukum."
(AP, dpa, Reuters) ha/as
Wajib Militer: Mimpi Buruk Transgender di Thailand
Dalam antrian perekrutan pria yang harus ikut wajib militer di Thailand selalu tampak sosok-sosok feminin. Mereka dari kelompok transgender yang tetap harus ikut wamil jika tak punya surat pembebasan.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Wajib milter semua pria di atas 21 tahun
Semua pria di Thailand yang telah berusia 21 tahun, diharuskan ikut wajib militer. Para transgender juga tak terkecuali. Thailand tak memperbolehkan warganya mengganti identitas jenis kelamin di kartu tanda penduduk, transgender yang tercatat lahir sebagai laki-laki tetap diwajibkan ikut wajib militer.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Mereka yang disebut 'kathoey'
Data Univesitas Hong Kong yang dikutip PRI menulis 1 dari 165 pria di Thailand menjadi transgender. Beberapa tahun silam, militer Thailand menganggap transgender mengalami gangguan kejiwaan. Namun setelah proses hukum di pengadilan, kini militer anggap tubuh mereka tidak konsisten dengan jenis kelamin mereka saat lahir. Kaum transgender bisa meminta surat pembebasan wamil.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Sertifikat bebas wamil
Pengecualian dari wajib militer ini hanya bisa diperoleh transgender yang sudah memiliki sertifikat pembebasan wajib militer yang diurus melalui proses hukum. Masalahnya tidak semua transgender memiliki surat pembebasan tersebut. Para aktivis hak asasi manusia terus berjuang agar transgender memperoleh pengakuan dari negara.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Tetap wajib hadir
Meski punya sertifikat pembebasan dari wajib militer, kaum transgender tetap harus datang di hari penyaringan wajib militer dan menunjukan surat pembebasan itu. Barulah para petugas percaya dan mereka tak harus ikut dalam penyaringan wamil. Sementara yang tak punya surat itu, tetap harus ikut dalam proses penyaringan.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Bersama-sama dengan pria
Penentuan wajib militer biasanya diadakan tiap bulan April. Karena banyaknya transgender di Thailand, sudah biasa terlihat para transgender yang tak punya surat pembebasan, berada di jejeran para pria yang antri dalam pemeriksaan kesehatan untuk ikut wajib militer. Sejumlah trangender mengaku sangat stres dengan kewajiban tersebut.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Pemeriksaan kesehatan
Banyak kaum transgender yang panik dalam penyaringan itu, antara lain karena dalam pemeriksaan kesehatan, pakaian mereka harus dilucuti. Seorang dokter akan membawa mereka ke ruangan tertutup atau di balik dinding. Dokter akan melihat apakah kaum transgender itu mengalami banyak perubahan fisik atau tidak.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Dipilih lewat lotre
Pendaftaran wajib militer di Thailand dilakukan dengan sistem undian. Di dalam guci tertutup mereka harus mengambil kartu. Ada dua jenis kartu di dalamnya. Kartu merah dan kartu hitam. Jika mendapat kartu merah, artinya mereka langsung langsung diproses untuk ikut wamil, sedangkan jika mendapat kartu hitam, mereka tak harus ikut wajib militer di tahun itu.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Dua tahun jalani tugas militer
Setiap tahunnya jumlah pria yang ikut wajib militer di Thailand sekitar 100 ribu orang. Mereka menjalani wajib milter selama dua tahun. Setelahnya, warga bisa kembali menjalani kehidupan biasa. Seorang warga dalam foto ini histeris, ketika berhasil lolos tidak harus menjalani wamil tahun ini.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Perjuangan mendapatkan pengakuan
Kanphitcha Sungsuk memegang foto masa kecilnya. Para pegiat HAM di Thailand terus berusaha agar transgender mendapatkan pengakuan resmi dari pemerintah. Jika perjuangan mereka berhasil, maka negara gajah putih itu akan mengikuti jejak India, yang 2014 telah memberi pengakuan pada jenis kelamin ketiga.
Foto: Reuters/A. Perawongmetha
Hentikan diskriminasi !
Ronnapoom Samakkeekarom pegiat HAM Transgender Alliance for Human Rights menyerukan semua pihak agar berhenti memperlakukan transgender sebagai bahan lelucon, termasuk saat mereka antri wamil. Menurutnya para trangender ini merasa tertekan karena kerap didiskriminasi, dilecehkan dan mengalami tindak kekerasan. Ed: ap/as(bbg sumber)