1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialJerman

Aktivis Transfobik Jerman Ini Dituduh Manfaatkan Celah Hukum

28 Agustus 2025

Seorang narapidana ekstremis sayap kanan dan transfobik Jerman mengidentifikasi diri sebagai transpuan dan menuntut dipindahkan ke penjara perempuan. Hal ini memicu perdebatan hukum soal identitas gender di Jerman.

Jerman 2025 | Ekstremis sayap kanan Marla-Svenja Liebich di Pengadilan
Liebich telah lama aktif dalam kelompok sayap kanan ekstrem di Jerman timur Foto: Sebastian Willnow/dpa/picture alliance

"Trans-fasisme" dan "parasit masyarakat". Itulah retorika yang kerap digunakan oleh seorang ekstremis sayap kanan selama puluhan tahun sebagai pemimpin kelompok neo-Nazi “Blood and Honor” di Jerman. Ia kini mengidentifikasi diri sebagai Marla-Svenja Liebich.

Pada 2023, Liebich dinyatakan bersalah atas penghasutan kebencian rasial dan pencemaran nama baik, serta beberapa kejahatan lainnya. Setelah kehabisan upaya hukum untuk menghindari penjara, ia dijatuhi hukuman 18 bulan. Namun, hanya beberapa minggu setelah Undang-Undang Penentuan Nasib Sendiri diberlakukan pada November 2024, Liebich secara resmi mendaftarkan diri sebagai perempuan.

Minggu lalu, seorang hakim di Sachsen telah memerintahkan Liebich untuk mulai menjalani hukumannya di Penjara Perempuan JVA di kota Chemnitz. Jaksa mengatakan ia memiliki waktu dua minggu untuk melapor, atau terancam mendapat hukuman tambahan.

Para aktivis progresif dan pemerintahan baru Jerman yang konservatif sama-sama mencurigai Liebich telah memanfaatkan UU baru terkait identitas gender itu untuk mendapatkan kondisi penjara yang lebih menguntungkan.

Menteri Dalam Negeri Alexander Dobrindt dari Uni Kristen Sosialis (CSU) pun memutuskan untuk mengevaluasi ulang UU baru itu. Ia mengatakan kepada majalah Stern bahwa kasus Liebich bisa menjadi contoh buruk penyalahgunaan hukum bagi ekstremis yang ingin mengejek pemerintah.

Günter Krings, yang membawahi portofolio hukum Kanselir Friedrich Merz dari Uni Kristen Demokrat (CDU) di parlemen juga menilai bahwa prosedur mengubah gender secara legal di Jerman terlalu mudah.

Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Seputar UU Penentuan Nasib Sendiri

Undang-Undang Penentuan Nasib Sendiri di Jerman memungkinkan orang dewasa mengubah gender mereka secara resmi dengan membuat deklarasi di kantor catatan sipil. UU ini menggantikan “Transsexuals Act” (TSG) tahun 1980, yang sebelumnya dianggap diskriminatif oleh komunitas trans, karena adanya prosedur sesi konseling dan pemeriksaan medis yang dirasa merendahkan.

Regulasi hukum ini dirilis oleh pemerintahan koalisi sebelumnya, yakni koalisi Partai Sosial Demokrat (SPD), Partai Hijau, dan Partai Liberal Demokrat (FDP). Regulasi ini mendapat apresiasi besar sebagai suatu langkah maju bagi hak-hak kelompok trans.

Theresa Richarz, ahli hukum dari Federasi Keberagaman Queer Jerman (LSVD), menyebutnya sebagai “perubahan yang sudah seharusnya dilakukan sejak lama.” Meski begitu, Richarz menyayangkan, kasus Liebich justru digunakan untuk memperkuat "diskursus kebencian" seputar regulasi ini.

“Undang-Undang Penentuan Nasib Sendiri seharusnya memperkuat hak asasi manusia dan hak-hak dasar kelompok trans dan non-biner. Sebaliknya, kasus ini justru meremehkan hak penentuan gender atau menunjukkannya sebagai sesuatu yang berbahaya. Ini membahayakan demokrasi," ujarnya.

Aktivis kritik seruan pemerintah untuk mengevaluasi UU

Bagi Richarz dan aktivis lainnya, seruan CDU/CSU untuk mengevaluasi UU ini justru seolah memanfaatkan kasus Liebich untuk membatasi hak yang sudah diperjuangkan.

“Membatasi hak fundamental orang trans, inter, dan non-biner hanya karena satu orang yang menyalahgunakan hukum, adalah hal yang memprihatinkan," kata Nyke Slawik dari Partai Hijau kepada Der Spiegel.

Pertanyaannya, apakah Liebich berpotensi membahayakan sesama narapidana, mengingat rekam jejaknya yang kerap menyebarkan pernyataan kebencian?

Terkait risiko keamanan di penjara, otoritas JVA Chemnitz menjelaskan bahwa setiap narapidana baru akan menjalani pemeriksaan dengan dokter dan konselor, yang bisa merekomendasikan pemindahan jika diperlukan. Tanpa rekomendasi tersebut, Liebich akan tetap berada di penjara perempuan.

Richarz menekankan, kerentanan orang trans di penjara membuat identitas gender mereka menjadi hal yang amat krusial, meski ada oknum yang mungkin menyalahgunakan aturan.

“Tidak ada registrasi gender yang menguntungkan bagi orang trans,” kata Richarz.

Ia menyoroti diskriminasi yang masih tersebar luas, termasuk misogini, femisida, dan ketidakadilan bagi pasangan sesama jenis. Menurutnya, kasus seorang neo-Nazi seperti Liebich seharusnya tidak dijadikan alasan untuk membatasi hak minoritas yang rentan.

Data pemerintah menunjukkan kejahatan kebencian terhadap komunitas queer dan minoritas seksual meningkat hampir sepuluh kali lipat antara 2010 dan 2023.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Adelia Dinda Sani

Editor: Prihardani Purba

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait