1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Aktivis Turki Tuntut Pengusutan Pembunuhan Perempuan

Daniel Derya Bellut | Burcu Karakas
10 Desember 2019

Seorang perempuan muda Turki baru-baru ini dibunuh secara brutal dalam perjalanan pulang - satu dari 430 perempuan yang terbunuh di tahun 2019 saja. Kelompok hak-hak perempuan menuntut perlindungan lebih baik.

Proteste von Frauenorganisationen in Ankara
Foto: DW/H. Köylü

Minggu yang lalu, seorang mahasiswi seni berusia 20 tahun, Ceren Ozdemir, sedang dalam perjalanan pulang setelah ikut kelas balet. Tanpa dia sadari, seorang pria mengikutinya sampai ke pintu rumah. Di sana pria itu mengeluarkan pisau dan menikamnya berkali-kali. Perempuan itu meninggal karena luka-lukanya di rumah sakit.

Tersangka pembunuh sudah pernah terkena sanksi berbagai kasus kriminal, seperti pembunuhan bayi dan perampokan. Dia berhasil melarikan diri dari penjara, lalu membunuh lagi. Sehari kemudian, pria itu ditangkap di sebuah halte bus. Penyelidikan kasusnya masih berlangsung.

Pembunuhan brutal minggu yang lalu segera menyulut berbagai aksi protes dan kecaman. Para politisi teras juga mengeluarkan pernyataan belasungkawa dan mengumumkan bahwa harus ada konsekuensi. Publik mempertanyakan, mengapa seorang pembunuh dengan mudahnya lari dari penjara.

"Itu telah melukai kita semua dengan sangat dalam. Kami berharap kasus-kasus seperti ini tidak pernah terjadi lagi. Kejaksaan Negeri sedang menyelidiki semua aspek dari kasus ini," kata Menteri Kehakiman Abdulhamit Gul dari partai konservatif AKP. Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu juga menyatakan belasungkawa yang dalam.

Istanbul women protest violence

01:45

This browser does not support the video element.

Biasanya tidak diperhatikan

Biasanya, pemerintah dan lembaga peradilan Turki tidak memperhatikan kasus pembunuhan perempuan dan cenderung menyembunyikannya. Organisasi "We Will Stop Femicide" mengatakan, tahun 2019 saja telah terdaftar sebanyak 430 kasus pembunuhan perempuan.

Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah tindakan kekerasan ekstrem menjadi berita utama di media, dan dengan jelas menunjukkan bahwa sering kali tidak ada tindakan yang diambil ketika perempuan menjadi korban kekerasan.

Pembunuhan lain menimpa Sule Cet yang berusia 23 tahun juga sempat menyulut kemarahan luas. Perempuan muda itu diperkosa di kantornya oleh dua pria mabuk, salah satunya adalah bosnya sendiri. Dia kemudian dilempar keluar jendela.Tetapi para pelaku mengatakan kepada polisi, Sule Cet melakukan bunuh diri dengan melompat keluar jendela.

Penyidik kemudian menemukan bahwa korban memiliki substansi narkoda dalam darahnya. Juga ada sobekan di daerah sekitar anusnya. Namun para pemeriksa medis dan pengacara yang membela tersangka menggambarkan kasus itu sebagai "hubungan seks suka sama suka." Setelah melakukan hubungan seks, Cet "memutuskan untuk minum alkohol dengan salah satu pria," kata mereka.

Foto: Reuters/M. Sezer

Sidang pengadilan kasus ini berlangsung selama setengah tahun, diiringi aksi demonstrasi dan pernyataan solidaritas dari kelompok perempuan. Minggu yang lalu, pengadilan di Ankara mengumumkan putusannya: satu pelaku dijatuhi hukuman seumur hidup, pria yang lain dijatuhi hukuman penjara hampir 19 tahun.

Struktur patriarki

Gokce Yazar dari asosiasi Sanliurfa melihat struktur keluarga yang patriarkal dan tradisi menjadi masalahnya. "Adalah normal bagi seorang perempuan yang diancam oleh suaminya untuk mencari perlindungan dari negara. Aturan hukumnya jelas. Walaupun begitu, para perempuan sering dinasehati: Kembalilah ke suamimu."

Pada Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang jatuh tanggal 25 November lalu, sekitar 2.000 perempuan berkumpul di Istanbul  untuk memrotes pembunuhan terhadap perempuan. Polisi membubarkan aksi unjuk rasa itu dengan menembakkan gas air mata dan peluru plastik. 

Ed: hp/ae