Aktivis Turki Tuntut Pengusutan Pembunuhan Perempuan
10 Desember 2019Minggu yang lalu, seorang mahasiswi seni berusia 20 tahun, Ceren Ozdemir, sedang dalam perjalanan pulang setelah ikut kelas balet. Tanpa dia sadari, seorang pria mengikutinya sampai ke pintu rumah. Di sana pria itu mengeluarkan pisau dan menikamnya berkali-kali. Perempuan itu meninggal karena luka-lukanya di rumah sakit.
Tersangka pembunuh sudah pernah terkena sanksi berbagai kasus kriminal, seperti pembunuhan bayi dan perampokan. Dia berhasil melarikan diri dari penjara, lalu membunuh lagi. Sehari kemudian, pria itu ditangkap di sebuah halte bus. Penyelidikan kasusnya masih berlangsung.
Pembunuhan brutal minggu yang lalu segera menyulut berbagai aksi protes dan kecaman. Para politisi teras juga mengeluarkan pernyataan belasungkawa dan mengumumkan bahwa harus ada konsekuensi. Publik mempertanyakan, mengapa seorang pembunuh dengan mudahnya lari dari penjara.
"Itu telah melukai kita semua dengan sangat dalam. Kami berharap kasus-kasus seperti ini tidak pernah terjadi lagi. Kejaksaan Negeri sedang menyelidiki semua aspek dari kasus ini," kata Menteri Kehakiman Abdulhamit Gul dari partai konservatif AKP. Menteri Dalam Negeri Suleyman Soylu juga menyatakan belasungkawa yang dalam.
Biasanya tidak diperhatikan
Biasanya, pemerintah dan lembaga peradilan Turki tidak memperhatikan kasus pembunuhan perempuan dan cenderung menyembunyikannya. Organisasi "We Will Stop Femicide" mengatakan, tahun 2019 saja telah terdaftar sebanyak 430 kasus pembunuhan perempuan.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah tindakan kekerasan ekstrem menjadi berita utama di media, dan dengan jelas menunjukkan bahwa sering kali tidak ada tindakan yang diambil ketika perempuan menjadi korban kekerasan.
Pembunuhan lain menimpa Sule Cet yang berusia 23 tahun juga sempat menyulut kemarahan luas. Perempuan muda itu diperkosa di kantornya oleh dua pria mabuk, salah satunya adalah bosnya sendiri. Dia kemudian dilempar keluar jendela.Tetapi para pelaku mengatakan kepada polisi, Sule Cet melakukan bunuh diri dengan melompat keluar jendela.
Penyidik kemudian menemukan bahwa korban memiliki substansi narkoda dalam darahnya. Juga ada sobekan di daerah sekitar anusnya. Namun para pemeriksa medis dan pengacara yang membela tersangka menggambarkan kasus itu sebagai "hubungan seks suka sama suka." Setelah melakukan hubungan seks, Cet "memutuskan untuk minum alkohol dengan salah satu pria," kata mereka.
Sidang pengadilan kasus ini berlangsung selama setengah tahun, diiringi aksi demonstrasi dan pernyataan solidaritas dari kelompok perempuan. Minggu yang lalu, pengadilan di Ankara mengumumkan putusannya: satu pelaku dijatuhi hukuman seumur hidup, pria yang lain dijatuhi hukuman penjara hampir 19 tahun.
Struktur patriarki
Gokce Yazar dari asosiasi Sanliurfa melihat struktur keluarga yang patriarkal dan tradisi menjadi masalahnya. "Adalah normal bagi seorang perempuan yang diancam oleh suaminya untuk mencari perlindungan dari negara. Aturan hukumnya jelas. Walaupun begitu, para perempuan sering dinasehati: Kembalilah ke suamimu."
Pada Hari Internasional untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan yang jatuh tanggal 25 November lalu, sekitar 2.000 perempuan berkumpul di Istanbul untuk memrotes pembunuhan terhadap perempuan. Polisi membubarkan aksi unjuk rasa itu dengan menembakkan gas air mata dan peluru plastik.
Ed: hp/ae