Aktivis Uighur Terima Penghargaan dari Parlemen Eropa
Max Zander
19 Desember 2019
Ilham Tohti menjalani hukuman seumur hidup setelah Beijing menuduhnya berusaha mempromosikan separatisme. Ribuan Muslim Uighur diperkirakan berada di kamp konsentrasi di provinsi Xinjiang, China.
Iklan
Ilham Tohti, seorang akademisi dan aktivis hak-hak Uighur dianugerahi penghargaan tertinggi hak asasi manusia 'Shakarov Prize' dari Uni Eropa. Anak perempuan Tohti, Jewher Ilham, menerima penghargaan atas nama ayahnya saat ia sedang menjalani hukuman seumur hidup di penjara Tiongkok.
"Sangat disayangkan bahwa ia tidak dapat menerima penghargaan ini sendirian," kata Jewher Ilham pada upacara pemberian penghargaan.
Divonis penjara seumur hidup sejak 2014 atas tuduhan yang berkaitan dengan separatisme, Tohti bekerja tanpa lelah menyuarakan penderitaan umat Islam Uighur di Tiongkok barat ke perhatian dunia. Tahun 2006, ia mendirikan situs berita Uighur Online, yang kemudian ditutup oleh pihak berwenang Cina yang mengklaim mendukung ekstrimis. Ia pun telah banyak menulis tentang penganiayaan orang Uighur di Beijing dan upaya asimilasi paksa.
"Ayah saya tidak pernah (mengatakan) sepatah kata pun tentang memisahkan negara. Dia tidak pernah menyebutkan atau melakukan tindakan kekerasan sebelumnya. Jadi saya sangat percaya diri untuk mengatakan tuduhan dari pemerintah Cina benar-benar konyol. Ayah saya selalu percaya bahwa jika ada masalah yang harus kita perbaiki dan dia ingin memperbaiki masalahnya," kata Jewher Ilham kepada DW sebelum upacara penghargaan.
Xinjiang 'bernilai politik tinggi'
Tidak diketahui ada berapa banyak orang Uighur di kamp-kamp konsentrasi di provinsi Xinjiang, tempat sebagian besar dari mereka tinggal. Menurut laporan, siapa pun yang berbicara menentang pemerintah Cina dikirim ke "program pendidikan ulang" dan tidak diizinkan pergi sampai pihak berwenang yakin mereka tidak akan mengkritik Beijing lagi di depan umum. Para korban takut untuk berbicara karena kemungkinan pembalasan akan berdampak kepada keluarga mereka.
Anak perempuan Tohti menyarankan bahwa jika komunitas internasional ingin membantu, mereka harus: "mendidik generasi muda tentang apa yang sedang terjadi. (Mereka dapat) membantu siswa internasional Cina mendapatkan kesadaran tentang apa yang terjadi di dalam negara mereka sendiri karena banyak siswa Cina tidak memiliki pengetahuan tentang komunitas Uighur. Juga (mereka dapat menjatuhkan) sanksi pada perusahaan yang mengimpor dan mengekspor barang dari kamp-kamp konsentrasi itu. (Mereka dapat menempatkan) pembatasan visa pada pejabat pemerintah Cina. "
Hannah Neumann, politisi Partai Hijau Jerman dan anggota parlemen Uni Eropa, mengatakan kepada DW bahwaperusahaan Jerman harus menarik diri dari Xinjiang jika situasinya terus berlanjut seperti semula.
"Mereka harus membuatnya sangat, sangat, sangat jelas bahwa tidak ada bagian dari (produk) yang disentuh oleh seseorang yang berada di salah satu kamp ini," kata Neumann. "Saya berharap apa yang selama ini kami tuntut dari perusahaan Jerman, bahwa mereka selalu membela hak asasi manusia." (ha/vlz)
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)