Langgam otoriter pemerintah Vietnam dalam kebijakan perlindungan iklim menyebabkan pegiat lingkungan mendekam di penjara. Fenomena tersebut dianggap mengkhawatirkan, karena Vietnam masih giat menggunakan energi batu bara
Iklan
Meski berkomitmen memangkas sepenuhnya emisi gas rumah kaca pada 2050, pemerintah Vietnam tetap didesak mengubah kebijakan lingkungan dan mengurangi kebergantungan kepada energi batu bara. Buntutnya, para pegiat lingkungan menghadapi intimidasi dan perundungan oleh otoritas.
Tidak sedikit yang berakhir di penjara atas dakwaan "penggelapan pajak" dan "penipuan" karena mengritik kebijakan energi pemerintah. Dakwaan tersebut lazim digunakan kekuasaan otoriter di dunia untuk membungkam suara-suara kritis.
Ngo Thi To Nhien, direktur eksekutif sebuah wadah pemikir Vietnam untuk isu energi, ditahan bulan lalu atas dugaan "pemalsuan dokumen," kata seorang juru bicara pemerintah. Penangkapannya terjadi tidak lama setelah pegiat iklim Hoang Thi Minh Hong divonis tiga tahun penjara, setelah didakwa menggelapkan pajak senilai USD 275.000 melalui organisasi lingkungan, Change.
Organisasi HAM Human Rights Watch (HRW) menuduh pemerintah Vietnam menggunakan "UU perpajakan yang sarat multitafsir," sebagai senjata untuk menghukum pegiat lingkungan yang dianggap "ancaman bagi kekuasaan" Partai Komunis. HRW mendesak agar Vietnam segera mencabut semua dakwaan dan membebaskan Hong.
Akhir Pertambangan Batu Bara di Jerman
Setelah lebih dari 150 tahun, pertambangan batu bara di Jerman pun berakhir dengan penutupan Tambang Prosper-Haniel di Bottrop. Era ‘emas hitam’ di Lembah Ruhr telah berlalu, kesedihan pun terasa.
Foto: Guntram Walter
Hari Kerja Terakhir
Presiden Jerman, Frank Walter Steinmaier mendapatkan potongan terakhir ‘emas hitam’ dari Bottrop. Tiga hari sebelum Natal, tambang Prosper-Haniel, tambang batu bara terakhir Jerman itu resmi ditutup. Tahun ini bisa jadi natal yang melankolis dan penuh nostalgia bagi warga di kawasan Ruhr itu, terutama untuk para penambang batu bara dan keluarga mereka.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Seidel
‘Emas Hitam’
Seperti yang terlihat pada gambar, batu bara disimpan diluar selama beberapa hari. Nampak juga menara Prosper-Haniel pada latar belakang foto. Setelah beberapa hari, batu bara akan dibawa ke pelabuhan terdekat, dimuat ke kapal, dan dikirimkan kepada para konsumen. Muatan batu bara yang lebih besar biasanya dikirim ke luar negeri. Berkualitas tinggi, batu bara Jerman begitu terkenal.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Weihrauch
Persahabatan yang membanggakan
Pekerja di tambang batu bara tak hanya digaji tinggi tapi juga dihormati. Pekerjaan yang kotor, melelahkan, dan berbahaya ini mengeratkan hubungan para penambang. Mereka bahkan memanggil satu sama lain ‘kumpel‘ atau sobat. Sesuatu yang tidak lazim, sebab relasi kerja di Jerman biasanya formal. Penambang begitu bangga akan solidaritas dan kesetiakawanan yang mereka miliki.
Foto: picture-alliance/dpa/F. Heyder
Hidup dan bekerja di Tambang
Rumah untuk para penambang dibangun di sekitar area tambang. Di halaman rumah, mereka sering memelihara ternak seperti babi atau ayam. Ada juga ruangan untuk memelihara burung merpati. Rumah-rumah penambang ini sangatlah terkenal. Di Jerman, rumah yang memiliki kebun dianggap suatu kemewahan.
Foto: picture-alliance/dpa/Schulte
Rekan-rekan dari 'Asia Kecil'
Setelah Perang Dunia II, banyak pekerja tamu dari negara di selatan Eropa dan Turki yang datang untuk bekerja di tambang bersama dengan kolega dari Silesia dan Masuria, daerah yang sekarang dikenal sebagai Polandia. Hampir semua para pekerja tamu tersebut memilih menetap di Jerman. Nama Ahmad dan Mustafa tidak asing di setiap sudut kawasan Ruhr.
Foto: picture-alliance/dpa
'Retakan' Pertama
Tahun 1950 dan 1960 adalah puncak industri pertambangan Ruhr. Setelahnya bisnis pun berjalan 'sulit', batu bara yang tadinya mudah ditambang di permukaan, semakin lama semakin sulit ditemukan, butuh pengerukan lebih dalam lagi.
Foto: picture-alliance/KPA
Buruk untuk lingkungan
Selama beberapa dekade area Ruhr memiliki kualitas udara yang buruk. Mesin pembakar batu bara tentu bisa membantu ‘mengeringkan cucian’ namun membuat baju jadi berwarna 'gelap' saat dijemur. Gambar menunjukkan kaki langit yang dipenuhi batu bara, tumpukan asap pun tampak di Oberhausens tak jauh dari Bottrop. Kini tak seorang pun merindukan efek kotor dari bisnis batu bara ini.
Foto: Getty Images/L. Schulze
Landasan yang tidak stabil.
Meskipun pertambangan tidak berlanjut, batu bara tetap akan diingat oleh penduduk Ruhr. Ini karena rumah, jalan, lintasan kereta sering kali rusak karena fondasi yang tidak solid. Penggalian batu bara meninggalkan lubang-lubang di bawah tanah yang sering menjadi penyebab kerusakan jalan, rumah, atau lintasan kereta di atasnya.
Foto: Imago/J. Tack
Pekerjaan yang tidak pernah selesai
Setelah 150 tahun, Area Ruhr telah menyusut hingga 25 meter dari permukaan tanah sebelumnya. Jika para penambang meninggalkan lokasi pekerjaan, air bawah tanah akan terdorong ke atas dan mengubah area tersebut menjadi danau yang luas. Oleh sebab itu, air harus dipompa – secara terus menerus. Itulah mengapa Ruhr disebut ‘beban tiada akhir‘ bagi lebih dari lima juta orang yang tinggal di sana.
Foto: Imago/blickwinkel
Apa yang tersisa?
Menara tambang yang ada kini telah dihancurkan. Area kompleks pertambangan pun telah dihijaukan. Banyak monumen bekas industri didirikan dan banyak pula yang telah diubah menjadi taman hiburan. Sontohnya adalah Zollverein di Essen yang kini menjadi situs warisan dunia UNESCO. (Ed: sc/ts)
Foto: Guntram Walter
10 foto1 | 10
Aktivisme iklim mengancam autoritarianisme
Serupa Hong, tiga pegiat lingkungan Vietnam juga dijebloskan ke penjara atas dakwaan pelanggaran sistem perpajakan. Organisasi advokasi hak sipil Vietnam di AS, Proyek 88, mengklaim adanya bukti bahwa pidana terhadap pegiat lingkungan dilayangkan untuk membungkam dan menjauhkan para aktivis dari kehidupan masyarakat.
Iklan
Ming Yu Hah dari Amnnesty International sebabnya meminta dunia internasional agar mau menekan Vietnam untuk berhenti mengkriminalisasi warganya yang berkampanye demi "isu paling seismik dalam sejarah manusia."
Saat ini, dua dari tiga pegiat lingkungan yang ditahan tahun lalu sudah dibebaskan pemerintah Vietnam. Adapun yang ketiga, Bah Hung Duong, seharusnya sudah dibebaskan pada akhir September silam. Tapi hingga kini, pemerintah belum juga mengumumkan pembebasannya.
Bill Hayton, peneliti di wadah pemikir Inggris, Chatham House Asia-Pacific, menilai aktivisme para pegiat lingkungan dianggap sebagai "duri di dalam daging," karena "dengan mengritik industri batu bara milik negara, mereka berhadapan dengan pemilik kepentingan yang sangat berkuasa di dalam negeri. Akibatnya, mereka mendapat musuh."
"Hal lain yang sangat dilarang di Vietnam adalah bahwa banyak organisasi ini bersifat independen dan punya koneksi pada donor asing," imbuhnya.
Rahasia Gelap Do Thanh, 'Desa Miliarder' di Vietnam
Do Thanh adalah desa kaya di Vietnam yang disemuti rumah jangkung berparas modern. Namun di balik kemapanan itu tersimpan sisi gelap yang menyeret desa ini ke dalam kasus kematian 39 buruh migran di Inggris. Apa pasal?
Foto: Reuters/Kham
Paras Cantik Menutup Aib
Sekilas desa Do Thanh terlihat seperti sebuah surga keluarga. Namun paras mewah pada wajah desa menutupi fakta kemiskinan dan pengangguran yang masih merajalela. Hampir 80% gedung dan rumah di desa ini dibangun dengan uang kiriman dari kerabat yang bekerja sebagai buruh migran di Eropa atau Amerika Serikat.
Foto: Reuters/Kham
Harapan di Negeri Sebrang
Warga Do Thanh yang saat ini bekerja di luar negeri secara rutin mengirimkan uang ke desa. Seringkali uang tersebut diinvestasikan kembali untuk memperbesar hunian keluarga. "Jika Anda bekerja di Vietnam, butuh waktu yang sangat lama untuk bisa membangun rumah sebesar ini," kata Nguyen Van Ha, Kepala Desa. Tanpa buruh migran, Do Thanh akan selamanya tertinggal.
Foto: Reuters/Kham
Kampung Miliarder
Di Do Thanh, uang kiriman dari luar negeri bahkan digunakan untuk membiayai pembangunan gereja yang mewah. Tidak heran jika desa ini dijuluki kampung para mlliarder, lantaran dibutuhkan dana sebesar satu miliar Dong atau setara dengan Rp. 600 juta untuk membangun rumah megah seperti yang terlihat menyemuti desa.
Foto: Reuters/Kham
Bertaruh Nyawa Demi Kemakmuran
Kemiskinan dan tingkat pengangguran tinggi pula yang mendorong tiga penduduk desa bertaruh nyawa mengungsi ke Eropa. Ketiganya kini diduga kuat termasuk dalam 39 buruh migran yang ditemukan tewas di sebuah kontainer pendingin di Inggris. Padahal ongkos perjalanan menggunakan jasa penyelundup manusia bisa mencapai USD 50.000.
Foto: picture-alliance/dpa/empics/S. Rousseau
Kaya Mendadak
Meski risiko yang besar, tidak sedikit penduduk Do Thanh yang tergiur kemakmuran tetangga dan memutuskan untuk mengambil risiko pergi ke Eropa. Situasi ini menciptakan persaingan kemakmuran yang terlihat pada kondisi rumah masing-masing keluarga. Banyak yang diklaim menjadi kaya mendadak karena kiriman uang kerabat di luar negeri.
Foto: Reuters/Kham
Sumber Duit Negara
Bank Dunia mencatat, buruh migran Vietnam mengirimkan USD 16 miliar ke kampung halaman pada 2018. Angka tersebut meningkat 130% dalam satu dekade terakhir. Devisa kiriman buruh migran itu tercatat dua kali lipat lebih besar ketimbang surplus perdagangan yang dicatat Vietnam untuk periode waktu yang sama. (rzn/yp: Reuters)
Lucy Hummer dari Global Energy Monitor di AS mengatakan, meski riset mengindikasikan konsumsi batu bara Vietnam berkurang dalam beberapa tahun terakhir, kapasitas pembangkit batu bara justru akan meningkat dan memuncak di angka 30 gigawatt pada 2030.
"Jika Vietnam berkomitmen memenuhi syarat perjanjian JETP, semua pembangkit batu bara yang belum dibangun saat ini harus dibatalkan," kata dia,.
"Seiring dunia yang mulai beralih ke energi bersih, Vietnam berisiko dibebani oleh teknologi yang kotor, sudah usang dan juga mahal," lanjutnya. "Adalah sangat esensial bahwa penduduk dan organisasi independen bisa berpartisipasi secara bebas dalam proses peralihan energi. "