1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

010508 terror usa

1 Mei 2008

Pemerintah AS mengeluarkan laporan tahunan terorisme, Rabu (30/04). Kesimpulan untuk tahun 2007, jumlah serangan teror menurun sedikit, tapi jumlah korban yang tewas meningkat. Al Kaeda tetap jadi ancaman terbesar.

Bush berpidato menandai "Global War on Terror", Kamis 19 maret 2008 di Pentagon.Foto: AP

Tahun lalu, di Irak saja ada 44 ribu orang dibunuh, cedera atau diculik. Angka itu sudah separuh lebih dari jumlah total korban teror. Tak ada negara lain yang mengalami serangan teror sebanyak Irak. Dan walaupun jumlah serangan menurun, angka korban tewas akibat serangan teror di seluruh dunia bertambah 2000 orang, dibanding tahun sebelumnya. Hal ini berkaitan erat dengan peningkatan aksi serangan bunuh diri, kata Dell Dailey, Koordinator bagi Penumpasan Teror di Kementrian Luar Negeri AS.

Ia menambahkan, "Celakanya cara itu sangat efektif, karena jika seseorang bersedia mempertaruhkan nyawanya, maka ia akan melakukan apapun agar korbannya mencapai jumlah setinggi mungkin.“

Meski begitu, kata Dell Dailey, dunia sebetulnya menjadi tambah aman, karena, "Negara-negara di seluruh dunia secara konsisten menambah UU dan peraturan baru untuk melawan terorisme, terutama untuk menangkal pendanaan bagi terorisme, menangkal pencucian uang. Aparat kepolisian dan aparat penegak hukum memperbaiki kualitas dan kapabilitas mereka, baik dengan kerjasama negara-negara tetangga atau organisasi multilateral.“

Tapi ancaman terorisme tetap ada. Berdasarkan laporan, jumlah serangan teror di Timur tengah, India atau Indonesia menurun, namun di Somalia dan Afghanistan, angkanya bertambah. Di Pakistan bahkan berlipat ganda, dua kali lebih banyak. Sementara Kuba, Korea Utara, Sudan, Suriah dan terutama Iran, seperti sebelumnya, oleh AS dimasukkan ke dalam daftar negara-negara yang mendukung terorisme.

Di Eropa, kata Dailey, ada peningkatan mencolok dalam aktivitas terorisme. Tetapi negara-negara Eropa ada dalam kondisi siap menangani hal itu. Memang, kesiapan negara-negara Eropa Timur belum sejauh itu, tetapi mereka sudah bertekad untuk tidak membiarkan negerinya menjadi daerah persembunyian yang aman bagi teroris.

Skenario seperti pada serangan teror 11 September 2001, dimana para teroris tinggal di Jerman selama bertahun-tahun tanpa diketahui, menurut Dailey kecil kemungkinannya terjadi lagi.

Tapi Dell Dailey, Koordinator bagi Penumpasan Teror di Kementrian Luar Negeri AS, juga memperingatkan, "Banyak negara Eropa yang memiliki imigran muslim dalam jumlah besar. Jika mereka dikesampingkan, dibiarkan tidak berintegrasi dalam politik, kultur dan ekonomi, maka mereka berpotensi menjadi lahan subur bagi tumbuhnya ketidakpuasan."

Dan kondisi seperti itu memudahkan kelompok-kelompok radikal untuk menyebarkan pengaruhnya. Tapi, semua negara Eropa sedikit banyak memahami hal ini dan karena itu memperkuat upaya bagi integrasi kelompok minoritas, kata Dailey.

Karena, jaringan teror seperti Al Qaida memang tidak lagi memiliki infrastruktur internasional seperti sebelum serangan 11 September 2001. Tetapi, seperti yang sudah-sudah, mereka masih dikategorikan ancaman terbesar bagi AS dan sekutunya. (rp)