Tiga tahun setelah kematian Osama bin Laden, Al-Qaida meninggalkan Asia Selatan dan beralih ke Timur Tengah. Namun analis keamanan meyakini, kelompok teror itu masih mampu menggandeng organisasi Islamis lokal.
Iklan
Musim semi 2011, satuan khusus militer Amerika Serikat menggerebek sebuah vila di kota Abbotabad, Pakistan, dan membungkam Osama bin Laden untuk selamanya. Bekas punggawa kelompok terror Al-Qaida itu bersembunyi di kota garnisun Abbotabad selama enam tahun. Dan di hari kedua bulan Mai, musuh nomer satu Washington itu akhirnya tewas. Dunia pun bernafas lega.
Pembunuhan Osama bin Laden dielu-elukan sebagai akhir sebuah era. Kendati kecurigaan muncul, bahwa Islamabad turut berperan melindungi warga Arab Saudi itu, kematian bin Laden adalah pukulan berat buat Al-Qaida.
Washington bahkan mendeklarasikan kemenangan atas kelompok teror yang memerangi Amerika Serikat selama hampir dua dekade.
Tapi apakah kematian bin Laden mempengaruhi aktivitas Al-Qaida? Bukankah dengan membunuh pemipin besarnya, AS berhasil melemahkan gerakan teror itu di Asia Selatan?
Lemah, tapi aktif
Simbal Khan, peneliti di Woodrow Wilson Center di Wasington DC dan Islamabad Policy Research Institute, mengklaim Al-Qaida sudah melemah jauh sebelum kematian bin Laden. Ia meyakini, serangan pesawat nirawak AS di wilayah perbatasan Pakistan dan Afghanistan menjadi alasan utama kenapa Al-Qaida mengurangi aktivitasnya di kawasan tersebut.
"Serangan udara AS, bersama operasi militer Pakistan, membuat mobilitas Al-Qaida di kawasan ini menjadi terbatas," kata Khan. "Dan mulai intensitas perang di Afghanistan menyusut sejak Presiden Barack Obama menarik pasukan AS, kelompok itu tidak lagi begitu tertarik pada kawasan tersebut."
Ghaffar Husain, peneliti terorisme di London, setuju dengan analisa Khan. "Pemimpin senior Al-Qaida di Afghanistan dan Pakistan yang mengawasi gerakan jihadis global, telah tewas sebelum kematian pemimpinnya," ujar Husain.
Kendati begitu Khan mewanti-wanti, adalah tindakan bodoh jika menganggap Al-Qaida telah menghilang dari Pakistan dan Afghanistan. "Kelompok itu masih ada. Kecil, tapi berkolaborasi dengan organisasi ekstremis lokal," tuturnya. "Mungkin tidak ada lagi gerakan Al-Qaida internasional di kawasan ini. Tapi mereka diwakili oleh kelompok-kelompok kecil di Pakistan dan Afghanistan.
Menurut Husain, salah satu kelompok lokal yang paling sering bekerjasama dengan Al-Qaida adalah Therik-i-Taliban Pakistan (TTP).
Al-Qaida - gerakan global
"Al-Qaida bergerak menjauhi kawasan kesukuan di Pakistan dan beralih ke Timur Tengah dan Afrika Utara. Begitulah tren yang dimulai sebelum kematian bin Laden," kata Khan. Menurut Husain, cuma komando sentral Al-Qaida saja yang melemah, sementara gerakan Al-Qaida di seluruh dunia tetap aktif dan menguat di beberapa tempat.
"Organisasi ini aktif di Nigeria, Somalia, Suriah, Mesir dan Irak. Di Suriah misalnya, Al-Qaida jauh lebih kuat ketimbang sebelumnya. Al-Qaida sebagai merek memang tidak lagi berpengaruh besar, tapi berbagai bentuk organisasi lain seperti Boko Haram dan Al-Syabbab meneruskan warisan Al-Qaida", tutur Husain.
Khan menduga Al-Qaida aktif merekrut pejuang-pejuang baru di kawasan yang didera konflik. "Buat Al-Qaida yang berupaya lahir kembali, kawasan seperti Libya dan Suriah lebih menjanjikan ketimbang Pakistan dan Afghanistan."
Penerus Bin Laden
Lusinan perwira militer di negara-negara barat meyakini, penerus bin Laden, Ayman al-Zawahiri, saat ini kemungkinan menetap di Pakistan dan memegang kendali atas aktivitas Al-Qaida di masa depan.
"Saya tidak akan terkejut jika pemimpin Al-Qaida kembali ke Pakistan. Tapi mungkin tidak di wilayah perbatasan dengan Afghanistan karena kawasan tersebut tengah diawasi dengan ketat. Tapi ia bisa bersembunyi di salah satu kota di Pakistan layaknya bin Laden," ujar Khan.
"Tidak ada yang bisa mengatakan dengan pasti, bahwa ia bersembunyi di Pakistan, Timur Tengah atau bahkan Afrika Utara," imbuhnya lagi. Namun analis keamanan itu meragukan bahwa Al-Zawahiri mampu menghidupkan kembali Al-Qaida lantaran usianya yang sudah tua.
Hidup dan Perang di Afghanistan
Fotografer Majid Saeedi menunjukkan lewat karyanya, dampak perang puluhan tahun atas rakyat Afghanistan. Jejak-jejak konflik dan kekerasan terlihat jelas, bahkan di tempat yang tidak disangka.
Foto: Majid Saeedi
Anak-Anak Afghanistan
Rakyat Afghanistan sangat terpengaruh perang puluhan tahun. Saeedi merangkum hidup mereka dalam seri foto terbarunya, yang diberikan kepada DW. Banyak foto berfokus pada anak-anak, seperti anak laki-laki yang kehilangan lengannya akibat ledakan ranjau.
Foto: Majid Saeedi
Boneka Lambang Tragedi
Dua anak perempuan bermain dengan sebuah tangan palsu di Kabul. Foto seperti ini yang membuat jurnalis foto seperti Majid Saeedi dari Teheran memenangkan banyak penghargaan.
Foto: Majid Saeedi
Berharga Ribuan Kata
Majid Saeedi mulai membuat foto ketika berusia 16 tahun. Lebih dari dua dasawarsa terakhir ia memfokuskan diri pada sisi kemanusiaan pada konflik Timur Tengah dan daerah itu. Foto-fotonya dipublikasikan dalam berbagai majalah dan surat kabar bergengsi, misalnya majalah Jerman Der Spiegel, juga harian AS, Washington Post dan New York Times.
Foto: Majid Saeedi
Di Antara Reruntuhan
Tidak hanya rakyat Afghanistan yang menyuarakan masa lalu negara itu, melainkan juga banyak reruntuhan bangunan.
Foto: Majid Saeedi
Kontras Kuat
Luka-luka akibat perang dan pemandangan mengesankan. Kontras kuat antara sisi perang yang manusiawi dan tidak. Inilah salah satu topik dokumentasi foto Saeedi.
Foto: Majid Saeedi
Masalah Sehari-Hari
Kecanduan obat terlarang adalah masalah terbesar Afghanistan. Negara itu jadi penyedia sekitar 90% kebutuhan dunia akan opium. Jumlah orang yang kecanduan opium juga tinggi. Tidak ada data resmi tentang jumlah anak yang jadi pecandu, tetapi PBB menduga, jumlahnya sekitar 300.000.
Foto: Majid Saeedi
Panggilan Upacara
Di sini, para kadet berbaris di pagi hari di sebuah akademi di Kabul, untuk memulai latihan mereka. Angkatan bersenjata Jerman, Bundeswehr telah membantu Afghanistan melatih aparat keamanannya sejak lebih dari 10 tahun lalu. Tujuannya adalah agar Afghanistan punya sistem mililter dan kepolisian yang berfungsi untuk memastikan stabilitas negara setelah tentara asing ditarik 2014.
Foto: Majid Saeedi
Masa Kecil Menyedihkah
Di foto ini tampak seorang anak laki-laki sedang dihukum gurunya. Afghanistan tidak punya sistem pendidikan yang bagus, dan banyak anak terpaksa berhenti sekolah dalam usia dini dan mencari uang bagi keluarga mereka. Itupun jika mereka pernah bersekolah.
Foto: Majid Saeedi
Tidak Ada Akses untuk Pendidikan
Dekade sejak 1979 punya efek drastis pada pendidikan. Menurut statistik yang dipublikasikan pemerintah Jerman tahun 2011, sekitar 72% pria dan 93% perempuan tidak punya pendidikan formal. Tingkat buta huruf sekitar 70%.
Foto: Majid Saeedi
Burka dan Barbie
Foto ini menunjukkan sejumlah perempuan yang ikut pelajaran membuat boneka, yang dibiayai sebuah lembaga swadaya masyarakat dari Malaysia. Setiap kelas terdiri dari sekitar 80 murid. Tujuannya untuk membuat mereka bisa berdiri sendiri.
Foto: Majid Saeedi
Dendam Taliban
Setelah serangan Taliban di awal tahun 2011, segera setelah pembunuhan Osama bin Laden, empat orang tewas dan 36 luka-luka. Foto ini menunjukkan dua dari korban cedera di rumah sakit.
Foto: Majid Saeedi
Olah Raga
Dalam foto ini tampak dua atlet beristirahat setelah berlatih. Binaragawan adalah salah satu olah raga paling populer di Afghanistan.
Foto: Majid Saeedi
Memanen Perang
30 tahun terakhir sangat mempengaruhi kehidupan warga Afghanistan. Ini kenyataan yang bisa dilihat di lokasi-lokasi yang sama sekali tidak terduga.
Foto: Majid Saeedi
Madrasah
Ini foto anak-anak di sebuah madrasah di Kandahar, tahun 2011.
Foto: Majid Saeedi
Dilatih untuk Membunuh
Adu anjing sangat populer di Afghanistan. Anjing-anjing yang diadu sebelumnya dilatih untuk agresif dan membunuh lawannya.
Foto: Majid Saeedi
Terisolasi
Mereka yang sakit psikis kerap ditahan dalam kondisi tidak manusiawi, terisolasi dari masyarakat. Dalam foto ini tampak para pasien berbaring dan dirantai di kota Herat, Afghanistan barat.
Foto: Majid Saeedi
Nasib Menyedihkan
Akram kehilangan kedua lengannya. Ia menanggalkan tangan palsunya jika hendak tidur. Ia hanya satu dari banyak anak bernasib sama di Afghanistan.
Foto: Majid Saeedi
Misi Jelas
Majid Saeedi berusaha menangkap masalah sosial yang tidak dibicarakan, dalam foto-fotonya. Demikian halnya dengan kekerasan dan ketidakadilan.