Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya mendadak menyatakan Papua terbuka untuk wartawan asing. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mendesak Jokowi segera membuat peraturan pelaksanaan sebagai jaminannya.
"Mulai hari ini wartawan asing diperbolehkan, dan bebas datang ke Papua sama seperti di wilayah lainnya di Indonesia,” kata Jokowi kepada wartawan. Hal itu kemudian ditegaskannya lagi.
Sehari sebelumnya, koresponden Aljazeera di Indonesia, Step Vaessen, lewat akun Twitternya sudah menyatakan hal serupa setelah mewawancarai Jokowi.
"Mulai besok semua wartawan asing akan bebas pergi ke Papua. Presiden Jokowi baru saja mengatakannya dalam wawancara eksklusif," tulis Step Vaessen.
Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Hanafi Rais mengatakan, apa yang dilakukan Jokowi adalah strategi politik terhadap media internasional pada Indonesia.
"Presiden harus memastikan bahwa TNI jangan sampai jadi bulan-bulanan media asing untuk kepentingan asing di tanah Papua," kata Hanafi kepada Republika Online, Selasa (12/05/15). Dengan membuka Papua pada media asing, Jokowi mengembalikan kepercayaan media dan dunia internasional pada Indonesia, tambahnya.
Wartawan dan Kebebasan Pers
Sebuah studi mengungkap, situasi yang dihadapi wartawan masih buruk. Berikut negara-negara yang dianggap berbahaya buat awak pers.
Foto: AFP/Getty Images/P. Baz
"Setengah Bebas" di Indonesia
Di Asia Tenggara, cuma Filipina dan Indonesia saja yang mencatat perkembangan positif dan mendapat status "setengah bebas" dalam kebebasan pers. Namun begitu Indonesia tetap mendapat sorotan lantaran besarnya pengaruh politik terhadap media, serangan dan ancaman terhadap aktivis dan jurnalis di daerah, serta persekusi terhadap minoritas yang dilakukan oleh awak media sendiri.
Foto: picture-alliance/ dpa
Kebebasan Semu di Turki dan Ukraina
Pemberitaan berimbang, keamanan buat wartawan dan minimnya pengaruh negara atas media: Menurut Freedom House, tahun 2013 silam cuma satu dari enam manusia di dunia yang dapat hidup dalam situasi semacam itu. Angka tersebut adalah yang terendah sejak 1986. Di antara negara yang dianggap "tidak bebas" antara lain Turki dan Ukraina.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Serangan Terhadap Kuli Tinta
Turki mencatat serangkain serangan terhadap wartawan. Gökhan Biçici (Gambar) misalnya ditangkap saat protes di lapangan Gezi. Menurut Komiter Perlindungan Jurnalis (CPJ), awal Desember lalu Turki memenjarakan 40 wartawan - jumlah tertinggi di seluruh dunia. Ancaman terbesar buat kebebasan pers adalah pengambil-alihan media-media nasional oleh perusahaan swasta yang dekat dengan pemerintah.
Foto: AFP/Getty Images
Celaka Mengintai buat Suara Kritis
Serangan terhadap jurnalis juga terjadi di Ukraina, terutama selama aksi protes di lapangan Maidan dan okupasi militan pro Rusia di Krimea. Salah satu korban adalah Tetiana Chornovol. Jurnalis perempuan yang kerap memberitakan gaya hidup mewah bekas Presiden Viktor Yanukovich itu dipukuli ketika sedang berkendara di jalan raya. Ia meyakini, Yanukovich adalah dalang di balik serangan tersebut.
Foto: Genya Savilov/AFP/Getty Images
"Berhentilah Berbohong!"
Situasi kritis juga dijumpai di Cina dan Rusia. Kedua pemerintah berupaya mempengaruhi pemberitaan media dan meracik undang-undang buat memberangus suara kritis di dunia maya. Rusia misalnya membredel kantor berita RIA Novosti dan menjadikannya media pemerintah. Sebagian kecil penduduk Rusia pun turun ke jalan, mengusung spanduk bertuliskan, "Berhentilah Berbohong!"
Foto: picture-alliance/dpa
Mata-mata dari Washington
Buat Amerika Serikat, mereka adalah negara dengan kebebasan pers. Namun kebijakan informasi Washington belakangan mulai menuai kecaman. Selain merahasiakan informasi resmi dengan alasan keamanan nasional, pemerintah AS juga kerap memaksa jurnalis membeberkan nara sumber, tulis sebuah studi. Selain itu dinas rahasia dalam negeri AS juga kedapatan menguping pembicaraan telepon seorang jurnalis.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Terseret Kembali ke Era Mubarak
Setelah kejatuhan Presiden Mursi yang dianggap sebagai musuh kebebasan pers, situasi di Mesir pasca kudeta militer 2013 lalu terus memanas. Belasan jurnalis ditangkap, lima meninggal dunia "di tangan militer," tulis Freedom House. Media-media yang kebanyakan tunduk pada rejim militer Kairo membuat pemberitaan berimbang menjadi barang langka di Mesir.
Foto: AFP/Getty Images
Situasi di Mali Membaik
Mali mencatat perkembangan positif. Setelah pemilu kepresidenan dan operasi militer yang sukses menghalau pemberontak Islamis dari sebagian besar wilayah negara, banyak media yang tadinya dibredel kembali beroperasi. Kendati begitu perkembangan baru ini diwarnai oleh pembunuhan dua jurnalis asal Perancis, November 2913 silam.
Foto: AFP/Getty Images
Tren Positif di Kirgistan dan Nepal
Beberapa negara lain yang mengalami perbaikan dalam kebebasan pers adalah Kirgistan, di mana 2013 lalu tercatat lebih sedikit serangan terhadap jurnalis. Nepal yang juga berhasil mengurangi pengaruh politik terhadap media, tetap mencatat serangan dan ancaman terhadap awak pers. Loncatan terbesar dialami oleh Israel yang kini mendapat predikat "bebas" oleh Freedom House.
Foto: AFP/Getty Images
Terburuk di Asia Tengah
Freedom House menggelar studi di 197 negara. Setelah melalui proses penilaian, lembaga bentukan bekas ibu negara AS Eleanor Roosevelt itu memberikan status "bebas", "setengah bebas" dan "tidak bebas" buat masing-masing negara. Peringkat paling bawah didiami oleh Turkmenistan, Uzbekistan dan Belarusia. Sementara peringkat terbaik dimiliki oleh Belanda, Norwegia dan Swedia.
Foto: picture-alliance/dpa
10 foto1 | 10
Soal Prosedur
Sekretaris Kabinet Andi Widjajanto ketika diminta konfirmasi soal terbukanya Papua bagi jurnalis asing membenarkan, tapi masih menunggu prosedur selanjutnya. Andi meminta wartawan untuk menunggu pernyataan resmi Jokowi.
Ketua AJI Kota Jayapura Victor Mambor mengatakan, Presiden Jokowi memang menegaskan wartawan asing bebas masuk ke Papua. “Saya tanya soal wartawan asing ini tiga kali. Jokowi dengan yakin mengatakan ya, mereka bebas masuk ke Papua,” kata Mambor.
“Pada saat wawancara, Jokowi sendiri yang mengatakan kepada saya, sudah tiga kali beliau berbicara dengan menteri terkait, Kapolri, Pangdam dan Polda untuk hal ini,” tandasnya.
Tapi Ketua Bidang Advokasi AJI, Iman Nugroho, dalam rilisnya yang dikelaurkan hari Senin (11/05/15) menyatakan, harus ada peraturan tertulis yang menjadi jaminan, bahwa perintah Jokowi akan dilaksanakan oleh bawahannya.
“Tidak hanya sekadar omongan, namun akan lebih maju jika Presiden segera mengeluarkan peraturan untuk memberikan jaminan bahwa apa yang disampaikan presiden dilaksanakan di lapangan,” kata Iman.
Ijin dari 12 kementerian dan lembaga negara
Menurut Iman Nugroho, jurnalis asing yang akan meliput Papua harus melewati prosedur klarifikasi panjang. Klarifikasi itu melibatkan 12 kementerian dan lembaga negara, antara lain dari Kementerian Luar Negeri, Kepolisian, Badan Intelijen Negara, sampai Kementerian Kooordinator Politik, Hukum dan Keamanan.
AJI berpendapat, langkah pertama pembukaan akses bagi jurnalis asing di Papua adalah dengan menghapuskan prosedur klarifikasi yang berbelit-belit ini. Jurnalis asing sudah sewajarnya bebas meliput di Papua, seperti mereka meliput wilayah lain di Indonesia. Jangan ada lagi jurnalis asing yang mendapat intimidasi aparat keamanan seperti dimata-matai, diikuti, atau teror yang menghambat kegiatan jurnalistiknya.
AJI menilai, pembukaan akses bagi jurnalis ke Papua justru bisa menjadi awal kemajuan bagi masyarakat Papua. Isu korupsi dan pelanggaran HAM yang selama ini seakan dilindungi dan dilanggengkan sekelompok orang, akan lebih mudah diungkap.