Atas dedikasinya yang tanpa lelah melawan korupsi di pemerintahan Putin, pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny dianugerahi Hadiah Sakharov tahun ini. Hadiah tersebut merupakan penghargaan HAM tertinggi dari Uni Eropa.
Iklan
Pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny dinobatkan menjadi pemenang penghargaan hak asasi manusia tertinggi Uni Eropa tahun 2021. Hal itu diumumkan oleh Presiden Parlemen Eropa David Sassoli melalui akun twiternya, Rabu (20/10).
"Dia telah berjuang tanpa lelah melawan korupsi rezim Vladimir Putin. Dan itu mengorbankan kebebasannya dan hampir merenggut nyawanya. Penghargaan ini menjadi pengakuan atas keberaniannya yang luar biasa dan kami mengulangi seruan kami agar dia segera dibebaskan,” tulis Sassoli.
Penghargaan yang dikenal dengan nama Sakharov Prize for Freedom of Thought (Hadiah Sakharov untuk Kebebasan Berpikir) itu telah diberikan oleh Parlemen Eropa setiap tahunnya sejak 1988. Hadiah senilai €50.000 (setara dengan Rp 824 juta) diberikan kepada individu dan organisasi yang mendedikasikan hidupnya mempromosikan dan membela hak asasi manusia dan kebebasan.
‘Pak Putin, bebaskan Alexei Navalny'
Kelompok Demokrat Kristen EPP di Parlemen Eropa juga turut mengumumkan kemenangan Navalny melalui akun Twitter resminya pada Rabu (20/10).
"Pak Putin, bebaskan Alexei Navalany”, tulis EPP dalam cuitannya. "Eropa menyerukan pembebasannya dan semua tahanan politik lainnya," tambah cuitan itu.
"Navalny adalah satu-satunya orang di planet ini yang pantas mendapatkan Hadiah Sakharov. Dia telah berjuang untuk kebebasan berpendapat, demokrasi, transparansi, dan melawan korupsi selama beberapa dekade. Dan ia telah membayar harga yang mahal untuk itu. Dia dijebloskan ke penjara, dikenai denda, organisasinya dihancurkan, dan dia diracun,” kata Peter van Dalen, seorang anggota parlemen Eropa yang juga merupakan anggota EPP kepada DW.
"Ini adalah sinyal terkuat yang Eropa bisa berikan untuk mendukung Navalny. Kami memberikan harapan kepada oposisi Rusia dengan mengatakan ‘Kami mendengar kalian, Kami tidak melupakan kalian',” tambahnya.
Para Pengkritik Pemerintah Ini Telah Merasakan Pahitnya Racun
Tindakan meracuni orang telah digunakan badan intelijen selama lebih dari satu abad. Racun yang dimasukan ke dalam makanan/minuman sering jadi senjata pilihan, seperti dalam kasus pembunuhan Munir, 2004.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Alexei Navalny
Pemimpin oposisi Rusia, Alexei Navalny dilarikan ke rumah sakit di Siberia, setelah merasa tidak enak badan dalam penerbangan ke Moskow. Para ajudannya menuduh bahwa Navalny diracun sebagai balas dendam atas kampanyenya melawan korupsi. Mantan pengacara (44) itu menenggak teh hitam sebelum lepas landas dari bandara Omsk. Timnya meyakini teh tersebut mengandung racun yang membuatnya koma.
Foto: Getty Images/AFP/K. Kudrayavtsev
Pyotr Verzilov
Pada 2018, aktivis keturunan Rusia-Kanada, Pyotr Verzilov dilaporkan dalam kondisi kritis setelah diduga diracun di Moskow. Peristiwa itu terjadi tak lama setelah dia mengkritik sistem hukum Rusia dalam sebuah wawancara TV. Verzilov, juru bicara tak resmi untuk grup band feminis Pussy Riot ini akhirnya dipindahkan ke rumah sakit di Berlin. Dokter mengatakan "sangat mungkin" dia telah diracuni.
Foto: picture-alliance/dpa/Tass/A. Novoderezhkin
Sergei Skripal
Mantan mata-mata Rusia berusia 66 tahun, Sergei Skripal, ditemukan tak sadarkan diri di bangku yang terletak di luar pusat perbelanjaan di kota Salisbury, Inggris. Ia disebut terpapar racun saraf Novichok. Juru bicara Presiden Rusia Vladimir Putin, Dmitry Peskov, menyebut situasi itu "tragis", tetapi berkata "Kami tidak punya informasi tentang apa yang menjadi penyebab" insiden itu.
Foto: picture-alliance/dpa/Tass
Kim Jong Nam
Saudara tiri Kim Jong Un ini tewas pada 13 Februari 2018 di bandara Kuala Lumpur, setelah dua perempuan diduga mengoleskan racun saraf kimia VX di wajahnya. Pada bulan Februari, pengadilan Malaysia mendengar bahwa Kim Jong Nam telah membawa selusin botol penawar racun saraf mematikan VX di tasnya pada saat keracunan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Kambayashi
Alexander Litvinenko
Mantan mata-mata Rusia, Alexander Litvinenko pernah bekerja untuk Dinas Keamanan Federal (FSB) sebelum ia membelot ke Inggris. Ia lalu menjadi jurnalis dan menulis dua buku tuduhan terhadap FSB dan Putin. Ia jatuh sakit setelah bertemu dengan dua mantan perwira KGB dan meninggal pada 23 November 2006. Penyelidikan menemukan, ia dibunuh oleh radioaktif polonium-210 yang dimasukkan ke dalam tehnya.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Kaptilkin
Viktor Kalashnikov
Pada November 2010, dokter di rumah sakit Charité Berlin menemukan kadar merkuri yang tinggi di dalam tubuh pasangan pengkritik pemerintah Rusia. Terdapat 3,7 mikrogram merkuri di tubuh Kalashnikov, seorang jurnalis lepas dan mantan kolonel KGB. Sementara di tubuh istrinya terdapat 56 mikrogram merkuri. Kalashnikov mengatakan kepada majalah Jerman Focus, bahwa "Pemerintah Rusia meracuni kami."
Foto: picture-alliance/dpa/RIA Novosti
Viktor Yushchenko
Pemimpin oposisi Ukraina Yushchenko jatuh sakit pada September 2004 dan didiagnosis dengan pankreatis akut yang disebabkan infeksi virus dan zat kimia. Penyakit itu mengakibatkan kerusakan wajah, perut kembung akibat gas berlebih dan penyakit kuning. Dokter mengatakan perubahan pada wajahnya berasal dari chloracne, akibat dari keracunan dioksin. Yushchenko mengklaim, agen pemerintah meracuninya.
Foto: Getty Images/AFP/M. Leodolter
Aktivis HAM Munir diracun dalam penerbangan ke Amsterdam tahun 2004
Munir Said Thalib, aktivis KONTRAS tewas diracun dengan arsenium dalam penerbangan ke Amsterdam dengan pesawat Garuda, September 2004. Kasusnya sampai sekarang belum terungkap tuntas, sekalipun ada tertuduh yang diadili dan dijatuhi hukuman penjara. Pemerintahan Jokowi hingga kini menolak mengusut kembali kasus ini.
Foto: AFP/Getty Images/Dewira
Khaled Meshaal
Pada 25 September 1997, badan intelijen Israel berusaha membunuh pemimpin Hamas, Khaled Meshaal, di bawah perintah Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Dua agen menyemprotkan zat beracun ke telinga Meshaal saat dia masuk ke kantor Hamas di Amman, Yordania. Upaya pembunuhan tersebut tidak berhasil dan tidak lama kemudian kedua agen Israel tersebut ditangkap.
Foto: Getty Images/AFP/A. Sazonov
Georgi Markov
Pada 1978, pengkritik pemerintah Bulgaria, Georgi Markov, merasakan tusukan di pahanya saat sedang menunggu di halte bus. Dia membalikkan badan dan melihat seorang pria membawa payung. Setelahnya sebuah benjolan kecil muncul di pahanya dan empat hari kemudian dia meninggal. Otopsi menemukan dia dibunuh dengan zat 0,2 miligram risin. Banyak yang percaya panah beracun itu ditembakkan dari payung.
Foto: picture-alliance/dpa/epa/Stringer
Grigori Rasputin
Pada 30 Desember 1916, Grigori Rasputin yang dipercaya punya kekuatan mistik tiba di Istana Yusupov di St Petersburg atas undangan Pangeran Felix Yusupov. Di sana, Rasputin memakan kue yang telah dicampur dengan kalium sianida. Kemudian Rasputin juga menenggak anggur yang gelasnya telah dilapisi sianida. Tidak berhasil diracun, Rasputin akhirnya ditembak dan dibunuh.
Foto: picture-alliance/ IMAGNO/Austrian Archives
11 foto1 | 11
Kemenangan Navalny atas penghargaan ini dinilai berpotensi meningkatkan ketegangan antara Uni Eropa (UE) dan Rusia. Sejak pertama kali ditangkap, UE kerap menyerukan agar Navalny dibebaskan. UE memandang pemenjaraan kritikus Kremlin itu bermotif politik.
Tahun lalu, UE juga menjatuhkan sanksi kepada enam pejabat Rusia atas dugaan keterlibatan mereka dalam serangan racun terhadap Navalny.
Iklan
Sekilas tentang perjalanan kasus Navalny
Navalny ditangkap pada bulan Januari lalu setelah kembali dari masa perawatannya di Jerman. Oposisi Rusia berusia 45 tahun itu dijatuhi hukuman 2,5 tahun penjara dengan tuduhan melanggar pembebasan bersyarat dari vonis sebelumnya yang ia nilai bermotif politik.
Navalny sebelumnya menjalani perawatan medis selama lima bulan di Jerman setelah diracun di Siberia pada Agustus 2020 lalu dengan sebuah agen saraf militer. Rusia membantah keterlibatannya dalam insiden itu dan malah sebaliknya menuduh Barat melakukan kampanye kotor terhadap Rusia.
Pengadilan Moskow pada bulan Juni lalu juga mencap yayasan milik Navalny yang berfokus memerangi korupsi sebagai kelompok ekstremis, sebuah keputusan yang membuat sekutu Navalny ikut dituntut.
Yang terbaru, Komite Investigasi Rusia pada bulan lalu meluncurkan penyelidikan lain yang menargetkan Navalny. Komite mengatakan, pada tahun 2014 Navalny "menciptakan jaringan ekstremis dan mengarahkannya” untuk tujuan "mengubah dasar-dasar sistem konstitusional di Federasi Rusia.”