Alih Daya Proses Permohonan Suaka ala Italia Terancam Gagal?
18 November 2024Beberapa minggu lalu pada pertemuan puncak Uni Eropa (UE), Perdana Menteri Italia Giorgia Meloni yang berhaluan sayap kanan mempromosikan pendekatan "inovatif" untuk memproses permohonan suaka di negara-negara ketiga non-UE.
Namun kini, fasilitas pemrosesan dan penahanan yang dibangun di Albania ini sudah kembali kosong. Hanya ada beberapa anggota staf yang berkebangsaan Italia berjaga di sana.
Dengan kapasitas penuh, pemerintah Italia berharap fasilitasnya di Albania akan mampu memproses hingga 40.000 permohonan suaka setahun. Namun, bahkan belum dua bulan sejak peluncuran proyek tersebut, masih belum jelas apakah pusat-pusat itu akan digunakan.
Pada bulan Oktober, pemerintahan Meloni terpaksa mengembalikan 16 pencari suaka pertama yang ditahan di Albania ke Italia. Empat di antaranya mengaku masih di bawah umur atau sakit. Pengadilan di Roma memutuskan bahwa 12 pencari suaka yang tersisa berhak diadili di Italia.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Lalu pada awal November, pemerintahan sayap kanan melakukan upaya kedua, dan memindahkan tujuh orang dewasa yang berasal dari Bangladesh dan Mesir ke pusat penahanan di Albania. Beberapa hari kemudian, pemerintah harus menarik kembali keputusannya ketika pengadilan di Roma memerintahkan ketujuh orang itu dikembalikan ke Italia. Sebuah kapal angkatan laut membawa mereka ke pelabuhan Brindisi, di Italia selatan.
Hakim di Roma telah meminta klarifikasi tentang masalah ini dari Pengadilan Eropa di Luksemburg.
"Sekarang, langkah yang tepat bagi pemerintah Meloni adalah mengatakan, 'Baiklah, kami sudah mencoba, tetapi itu tidak mungkin'," ujar Christopher Hein, profesor hukum migrasi dan suaka di Universitas Luiss di Roma.
Baik Pengadilan Eropa maupun berbagai pengadilan Italia telah menyatakan kekhawatiran atas klasifikasi negara asal yang aman oleh Italia, jelasnya. "Utamanya yang berkaitan dengan Mesir dan Bangladesh, serta Tunisia, yang merupakan negara asal utama bagi para pencari suaka di Italia."
Perjanjian Italia-Albania dinilai tidak punya efek jera
Model Albania yang diusung Meloni bukanlah satu-satunya cara pemerintah Italia di bawah partai sayap kanan Brothers of Italy untuk mencoba menekan migrasi ilegal.
Sejak memangku jabatan pada 2022, Meloni telah mengesahkan undang-undang yang secara ketat membatasi penyelamatan di laut. Saat ini, kapal-kapal diwajibkan mengakhiri misinya dengan segera setelah membawa orang-orang yang terdampar ke atas kapal. Kapal-kapal ini sering diperintahkan berlabuh ke pelabuhan-pelabuhan yang jauh di Italia utara. Hal ini kemudian akan membuat pengoperasian kapal jadi lebih mahal dan kurang efisien.
Seorang pembicara untuk Organisasi Internasional PBB untuk Migrasi mengatakan kepada DW bahwa kedatangan migran yang tercatat tahun ini jauh lebih sedikit dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Akan tetapi, juru bicara tersebut juga menjelaskan bahwa: "mempertimbangkan kedatangan yang tercatat selama bulan lalu, yang bagaimanapun juga, ditandai oleh cuaca buruk, kami dapat mengatakan bahwa saat ini, kesepakatan Italia-Albania belum punya efek jera, mengingat bahwa selama 11 hari terakhir saja, lebih dari 3.300 kedatangan melalui laut telah tercatat di Italia."
Juru bicara tersebut menambahkan bahwa, jika melihat jumlah migran ilegal yang datang, Eropa masih jauh dari situasi darurat yang terjadi pada tahun 2015.
Biaya tinggi, apakah kesepakatan Italia-Albania layak?
Kesepakatan Italia dengan negara tetangganya di seberang Laut Adriatik tampaknya masih menarik bagi pemerintah Eropa lainnya. Denmark, Belanda, dan beberapa politisi di Jerman juga mulai mengungkapkan pemikiran mereka tentang melibatkan negara ketiga sebagai semacam penyedia layanan untuk membebaskan beban kasus migran.
Italia telah membuat preseden di UE, dan karena itu mendapat perhatian yang sama besarnya seperti yang diterima Inggris dengan kesepakatan Rwanda yang kontroversial. Musim panas ini, London akhirnya membatalkan rencana mendeportasi pencari suaka ke Rwanda.
Namun, itu hanya setelah mantan pemerintah Tory menggelontorkan dana publik sebesar £700 juta (nyaris setara Rp14triliun) dalam usaha tersebut.
"Kesulitan hukum, logistik, dan keuangan, dan ini telah ditunjukkan dengan model Albania, begitu tinggi, sehingga semuanya tidak sepadan," kata pakar hukum Hein.
Ia menambahkan bahwa ini adalah "upaya putus asa untuk menangani situasi migran dan suaka dengan cara yang tidak memberikan keadilan kepada mereka yang mencari suaka, atau kebutuhan sah penduduk akan prosedur yang lebih tertib."
Akankah pemerintah Meloni rugi jutaan dolar di Albania?
Model Albania di Italia juga hampir menjadi bencana finansial. Pemerintah saat ini memperkirakan biaya operasional akan mencapai €500 juta pada tahun 2029. Kini, Pengadilan Auditor juga telah turun tangan. Ini adalah lembaga audit tertinggi untuk negara anggota UE yang terlilit utang besar.
Hein berbicara tentang mencoloknya ketidakseimbangan antara pengeluaran dan jumlah pencari suaka. "Ini bahkan dapat menimbulkan konsekuensi berdasarkan hukum pidana," ia memperingatkan. Sebagai hasil dari penyelidikannya, Pengadilan Auditor juga akan berwenang untuk melarang pengeluaran lebih lanjut, tambahnya.
Dalam beberapa minggu mendatang, Mahkamah Agung Kasasi Italia, pengadilan banding tertinggi di negara itu, akan memutuskan apakah undang-undang nasional tentang negara asal yang aman sejalan dengan undang-undang UE.
Pengadilan Keadilan Eropa juga belum membuat keputusan tentang masalah ini. Dalam waktu dekat, keputusan tentang apakah akan melanjutkan model Albania mungkin tidak lagi berada di tangan pemerintah Italia.
Diadaptasi dari artikel DW berbahasa Jerman.