Koordinator Jaringan Gusdurian, Alissa Wahid, berpandangan bahwa tidak tepat jika aksi terorisme disebut tidak berkaitan dengan agama. Menurut Alissa, terorisme tetap bersumber dari pemahaman agama.
Iklan
Putri Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) itu awalnya mengomentari pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait aksi terorisme tidak bisa dikaitkan dengan agama tertentu. Alissa Wahid ternyata memiliki pandangan yang berbeda.
"Jadi saya berbeda pandangan dengan Presiden, walaupun saya menduga bahwa maksudnya Presiden itu tidak melekat hanya pada satu agama. Dia bisa datang dari kelompok agama yang berbeda, dan bukan agamanya, tapi umatnya. Mungkin maksudnya Presiden begitu," kata Alissa dalam tayangan D'Rooftalk: 'Teror Bomber Milenial' di detikcom, Selasa (30/3/2021) malam.
Alissa menilai, jika dikatakan terorisme tidak ada kaitannya dengan agama akan menjadi masalah. Menurutnya, para teroris merasa menjalankan agama versi mereka.
"Tapi kalau kalimatnya adalah terorisme tidak ada kaitannya dengan agama, ini problematik menurut saya, kenapa? Karena kalau kita berpikirnya seperti itu kita tidak bisa merespons persoalan ini dengan lebih konkret. Karena teroris ini dia merasa menjalankan agama tentu dengan versi dia, tafsir dia. Tetapi bahwa di atas nama agama bahwa itu yang dia pilih juga adalah tempat atau korban yang dia pandang sebagai musuh, itu harus diakui, kalau tidak kita bisa addressing di isu, tidak bisa mengelola atau merespons situasi ini dengan benar," kata Alissa.
Daftar Serangan Teror JAD di Indonesia
Jamaah Ansharud Daulah (JAD) yang berafiliasi dengan Islamic State alias ISIS adalah kelompok teror paling mematikan di Indonesia saat ini. Berikut serangan teror yang dilakukan anggota JAD di Indonesia sejauh ini.
Foto: REUTERS
Bom Thamrin, Jakarta
Serangkaian ledakan mengguncang Sarinah pada 14 Januari 2016 pukul 10.40 WIB. Para pelaku yang merupakan anggota JAD dan berjumlah tujuh orang membawa granat dan senjata api. Empat pelaku dan empat warga sipil tewas, sementara 24 lainnya mengalami luka-luka. ISIS mengklaim bertanggungjawab atas serangan tersebut. Anggih Tamtomo alias Muhammad Bahrun Naim dicurigai mengarsiteki serangan di Jakarta
Foto: Reuters/Beawiharta
Serangan di Mapolres Surakarta
Seorang pelaku bom bunuh diri meledakkan dirinya di gerbang Mapolres Surakarta pada 05 Juli 2016. Kapolri saat itu, Badrodin Haiti, mengatakan pelaku yang bernama Nur Rohman memiliki hubungan dekat dengan Bahrun Naim. Keduanya sempat aktif di organisasi teror Jamaah Anshar Daulah Khilafah Nusantara yang juga ikut membentuk JAD. Serangan di Solo mengakibatkan seorang petugas mengalami luka-luka.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Surya
Bom Molotov di Samarinda
Serangan bom Molotov di Gereja Oikumene Sengkotek Samarinda pada 13 November 2016 menyebabkan empat orang anak-anak mengalami luka bakar, salah seorangnya yang bernama Intan Olivia Marbun akhirnya meninggal dunia. Pelaku yang bernama Juhanda merupakan anggota JAD Kalimantan Timur dan pernah dipenjara terkait teror bom buku tahun 2011 di Tanggerang.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/P. Utama
Bom Kampung Melayu
Dua ledakan di Kampung Melayu pada 25 Mei 2017 menewaskan lima orang dan melukai belasan lainnya. Wakapolri Komisaris Jenderal Syafruddin saat itu mengklaim ISIS melalui JAD bertanggungjawab atas kebiadaban tersebut. Buntutnya polisi menggelar operasi penggerebekan di seluruh Indonesia dan menangkap 22 tersangka teroris yang sebagian merupakan anggota JAD.
Foto: Reuters/Antara Foto
Ledakan di Bandung
Ledakan dahsyat mengguncang kawasan pemukiman penduduk di Jalan Jajaway, Bandung, 8 Juni 2017. Ledakan yang diduga berasal dari bom panci itu terjadi akibat kecelakaan, Polisi akhirnya menangkap lima terduga teroris lantaran memiliki bahan kimia untuk pembuatan bom. Mereka, termasuk Agus Wiguna, dipastikan berafiliasi dengan kelompok JAD Bandung Raya.
Foto: Reuters/Antara Foto/N. Arbi
Kerusuhan di Mako Brimob
Meski diklaim tidak direncanakan, pemberontakan narapidana teror di Mako Brimob, Depok, pada 9 Mei 2018 silam turut melibatkan anggota senior JAD. Aman Abdurrachman yang mendirikan organisasi teror itu bahkan sempat diminta menjadi mediator oleh para narapidana. ISIS sendiri mengaku bertanggungjawab dan mengklaim sudah merencanakan aksi yang menewaskan lima orang polisi dan seorang tahanan itu.
Foto: picture alliance / Photoshot
Serangan Bom Bunuh Diri di Surabaya
Tiga keluarga bertanggungjawab atas rangkaian serangan bom bunuh diri di tiga gereja dan mapolrestabes Surabaya, serta sebuah ledakan di Sidoarjo, pada Mei 2018. Para pelaku yang ikut mengorbankan anak-anaknya sebagai pelaku teror dikabarkan saling mengenal dan menjalin hubungan melalui jaringan JAD Jawa Timur. Salah seorang pelaku, Dita Oepriaro, adalah tokoh senior JAD.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Risyal Hidayat
Gagal di Riau
Sejak lama JAD Riau sudah merencanakan serangan kepada kepolisian. Akhir 2017 Densus 88 menggagalkan serangan dengan menangkap sejumlah figur kunci, serta mengamankan senjata api dan bom. Namun bukan JAD, melainkan Negara Islam Indonesia yang akhirnya berhasil melakukan serangan pada 16 Mai 2018. Seorang petugas meninggal dunia dalam insiden tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/D. Sutisna
Suami istri pelaku bom bunuh diri Makassar
Bom bunuh diri terjadi pada tanggal 28 Maret di gereja Katedral Makassar, saat umat merayakan Hari Minggu Palma. Dari hasil identifikasi polisi, pelaku merupakan pasangan suami istri berinisial LL dan EM dan merupakan bagian dari kelompok teroris JAD. Iniden itu dipicu oleh penangkapan terhadap 24 anggota JAD asal Sulawesi Selatan. (rzn/yf - detik, kompas, tribun, ap)
Foto: via REUTERS
9 foto1 | 9
Keterkaitan FPI dan JAD
Selain itu, Alissa Wahid turut mengomentari mengenai keterkaitan FPI dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Menurutnya, keduanya tidak bisa serta-merta dihubungkan.
Iklan
"Saya setuju yang mengatakan bahwa hati-hati kalau mau mengaitkan FPI dengan JAD. Saya setuju bahwa tidak ada bukti cukup mengatakan bahwa FPI adalah bagian dari JAD atau sebaliknya," jelasnya.
Alissa kemudian berbicara bahwa organisasi yang sarat dengan kekerasan terhadap musuh ideologi mereka akan menjadi rentan terpengaruh jaringan terorisme. Hal itu dikarenakan, mereka melihat orang yang berbeda dengan ajarannya sebagai musuh.
"Tetapi orang-orang yang dia kemudian masuk di dalam kelompok seperti FPI ini atau teman-teman FPI juga banyak nih yang menggunakan ideologi kekerasan, membolehkan kekerasan ketika dia berada di lingkungan itu dan merasa kekerasan itu boleh dilakukan kepada musuh-musuh ideologis. Maka dia menjadi sangat rentan untuk bisa direkrut oleh kelompok-kelompok ekstremisme dengan kekerasan kalau pandangannya saja melihat orang lain sebagai musuh. Itu ibarat tanah, tanahnya gembur untuk ditanami, bukan organisasinya bertaut, tapi ideologi kekerasannya itu yang kemudian membuat orang bisa berada di satu organisasi ini. Lalu kemudian dia melepaskan diri dari sini. Lalu kemudian masuk ke yang lebih tinggi," katanya.
Dengan demikian, Alissa berpandangan bahwa anggapan teroris tidak terkait dengan agama tidaklah tepat. Dia mengatakan ajaran agama tersebut yang akhirnya membuat mereka bergabung dengan kelompok teror.
"Menurut saya, tidak tepat untuk mengatakan bahwa terorisme itu tidak terkait agama. Itu kita enggak ada merespons yang ini loh tadi, yang ajaran-ajaran yang mempersiapkan orang untuk akhirnya masuk ke kelompok-kelompok teror ini," sebut Alissa.
"Pertama kan dari purifikasi dulu, meyakini bahwa 'agama saya ini, kelompok saya ini yang paling pure, yang paling murni'. Setelah itu superioritas, lalu naik lagi kepada ekstremisme. Superioritas ketika ketemu dengan ekstremisme ini dengan penggunaan kekerasan yang sudah jadi terorisme itu tadi," tambahnya. (Ed: gtp/pkp)