Tahun ini bukan saatnya bahan-bahan halus dan mahal. Para desainer menampilkan rancangan gaya jalanan dan aksi protes. Inilah tahun untuk "protest wear", yang dipengaruhi oleh gaya sportif, 'streetwear' dan kenyamanan. Temanya: proteksi dari ancaman dunia luar. Foto-foto dari Fashion Week di Milan dan Florence.

Sesi tahun lalu, pakaian banyak menampilkan logo dari berbagai gaya. Untuk sesi musim gugur dan musim dingan tahun 2018, ditampilkan teks yang membawakan motto atau pesan tertentu. Logo dan simbol masih tetap aktual, tapi dilengkapi dengan teks dengan pesan-pesan sosial. Motto tahun ini adalah "perubahan".

Inggris sebentar lagi akan meninggalkan Uni Eropa, tapi pengaruhnya dalam dunia mode akan tetap kuat. Jaket gaya Oxford, bahkan bendera Inggris, tampil dalam beberapa koleksi yang ditunjukkan selama minggu-minggu peragaan fesyen yang biasanya digelar pada awal tahun.

Meningkatnya polarisasi di dunia politik juga mempengaruhi para perancang. Mereka mengombinasikan motif-motif yang saling berlawanan dan biasanya tabu dipakai bersama-sama. Busana seakan menjadi cerminan situasi politik lobal yang terpecah-belah.

Politik Presiden AS Donald Trump dengan motto "Make Amecica Great Again" tidak lepas dari perhatian para perancang busana. Sekalipun AS secara politik menarik diri dari kesepakatan-kesepakatan global, pengaruhnya di budaya pop tetap kuat. Para desainer menampilkan gaya 'cowboy' dan gaya busana tahun 1950-an yang longgar.

Kecenderunan menampilkan gaya remaja untuk orang dewasa memang bukan hal baru, baik untuk busana pria maupun busana wanita. Trend saat ini muncul di Asia dan kini mulai merambah Eropa. Pakaian yang kelihatan berukuran terlalu besar, dengan motif-motif nostalgia menjadi trend khusus tahun 2018. Teks: Jan Tomes/hp/..