Pada konferensi bisnis di Riyadh, Cina dan Arab Saudi mengumumkan kesepakatan investasi senilai $10 miliar (sekitar Rp148,68 triliun) di berbagai bidang. Washington mengkhawatirkan hubungan antar kedua negara tersebut.
Iklan
Tanda pergeseran keseimbangan kekuatan di Timur Tengah terlihat saat Konferensi Bisnis Arab Saudi-Cina ke-10 selama dua hari di Riyadh, tepatnya ketika Cina dan Arab Saudi mengumumkan kesepakatan investasi senilai $10 miliar (sekitar Rp148,68 triliun).
Kantor berita pemerintah Arab Saudi, SPA, mengatakan ada 30 perjanjian yang ditandatangani di berbagai sektor, termasuk teknologi, energi terbarukan, pertanian, real estat, pertambangan, pariwisata, dan perawatan kesehatan.
KTT bisnis tersebut digambarkan sebagai "pertemuan besar" dari sekitar 3.500 pemimpin bisnis, inovator, dan pembuat keputusan dari lebih dari 26 negara, termasuk delegasi terbesar dari Cina.
Hingga saat ini, Arab Saudi menjadi mitra utama Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah dan kesepakatan terbaru dengan Cina ini menjadi bukti semakin berkurangnya pengaruh AS di wilayah tersebut.
Kolaborasi baru tersebut muncul hanya tiga bulan setelah Cina membantu normalisasi hubungan antara Saudi dan Iran.
Kolaborasi kendaraan listrik
Lebih dari setengah dana investasi baru akan memungkinkan produsen electric vehicle (EV) atau kendaraan listrik Cina, Human Horizons, membangun fasilitas produksi baru di Saudi.
"Kita tidak harus bersaing dengan Cina, kita harus bekerja sama dengan Cina," kata Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman kepada para delegasi, Minggu (11/06).
Dia mengecilkan kecurigaan Barat terhadap hubungan yang berkembang antara Beijing dan Riyadh, dengan mengatakan: "Saya benar-benar mengabaikannya karena ... sebagai pebisnis ... Anda akan pergi ke mana peluang datang."
Beberapa hari sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken mengatakan kepada mitranya dari Saudi bahwa Washington tidak memaksa kerajaan untuk memihak atas ketegangan dengan Cina.
Para pemimpin Saudi mengatakan mereka ingin menghindari "permainan zero-sum", mengacu pada persaingan geopolitik antara AS dan Cina, yang menurut beberapa analis dapat dimanfaatkan kerajaan untuk keuntungannya.
"Pengaruh Cina memberi negara-negara Timur Tengah lebih banyak daya tawar dengan AS," kata Dawn C. Murphy, profesor strategi keamanan nasional di US National War College, kepada DW.
"Namun, saya tidak berpikir negara-negara ini memiliki harapan bahwa Cina akan memberikan jaminan keamanan yang sama seperti yang diberikan AS ... itu benar-benar kehadiran ekonomi dan politik."
Lini Masa Pertikaian Arab Saudi dan Iran
Bukan kali pertama Iran dan Arab Saudi bersitegang. Sepanjang sejarahnya, hubungan kedua negara acap mengalami pasang surut menyusul konflik politik atau agama. Inilah sejarah modern permusuhan dua ideologi dalam Islam
Foto: DW Montage
Damai berbayang kecurigaan
Hubungan Iran dan Arab Saudi baru tumbuh sejak kekuasaan Syah Reza Pahlevi dan Raja Khalid. Kedua negara sebelumnya sering direcoki rasa saling curiga, antara lain karena tindakan Riyadh menutup tempat-tempat ziarah kaum Syiah di Mekkah dan Madinah. Perseteruan yang awalnya berbasis agama itu berubah menjadi politis seiring dengan eskalasi konflik di Timur Tengah dan Revolusi Islam 1979.
Foto: picture alliance/AP Images
Pendekatan usai Revolusi Islam
Raja Khalid sempat melayangkan ucapan selamat kepada Ayatollah Khomeini atas keberhasilan Revolusi Islam 1979. Tapi hubungan kedua negara memburuk menyusul perang Iran-Irak dan kisruh Haji 1987. Puncaknya, Riyadh memutuskan hubungan pada 1987, ketika Khomeini mengecam penguasa Saudi sebagai "Wahabi yang tidak berperikemanusiaan, ibarat belati yang menusuk jantung kaum Muslim dari belakang."
Foto: Getty Images/Afp
Keberpihakan dalam Perang Iran-Irak 1980
Saat berkobar perang Iran-Irak, Arab Saudi sejak dini menyatakan dukungan terhadap rejim Saddam Hussein di Baghdad. Riyadh memberikan dana sumbangan sebesar 25 milyar US Dollar dan mendesak negara-negara Teluk lain untuk ikut mengisi pundi perang buat Irak. Demi menanggung biaya perang, Arab Saudi menggenjot produksi minyak yang kemudian mengakibatkan runtuhnya harga minyak di pasar dunia.
Foto: picture-alliance/dpa
Kisruh Haji 1987
Mengikuti ajakan Ayatollah Khomeini, jemaah Iran setiap tahun berdemonstrasi di Mekkah dan Madinah menentang Israel. Tradisi sejak 1981 itu tidak pernah diperkarakan, kecuali pada 1987, ketika polisi memblokade jalan menuju Masjid al-Haram. Akibat bentrokan, 402 jemaah Iran tewas dan 649 luka-luka. Setelah kedutaannya di Teheran diserbu massa, Riyadh memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran.
Foto: farhangnews
Kontroversi program nuklir Iran
Arab Saudi sejak awal menolak program nuklir Teheran. Sikap itu tidak berubah bahkan setelah tercapainya Perjanjian Nuklir di Vienna tahun 2015. Riyadh menilai kesepakatan tersebut "sangat berbahaya." Desakan kepada Iran untuk bekerja sama dengan pengawas nuklir PBB juga disampaikan Saudi pada awal 2023.
Foto: Irna
Pemberontakan Houthi di Yaman, 2004
Hubungan Iran dan Arab Saudi kembali menegang setelah kelompok Syiah Zaidiyah di Yaman mengobarkan pemberontakan. Riyadh menuding Teheran mengompori perang bersaudara dan mencampuri urusan dalam negeri Yaman dengan memasok senjata. Iran sebaliknya menuding Arab Saudi menghkhianati perannya sebagai mediator konflik dengan membombardir minoritas Houthi di utara Yaman.
Foto: picture alliance/Y. Arhab
Perang proksi di Suriah, 2011
Dukungan Iran atas rejim Bashar Assad di Suriah sejak lama dianggap duri dalam daging oleh Arab Saudi. Sejak 2011, Riyadh aktif memasok senjata buat oposisi Sunni di Suriah. Kerajaan di Riyadh juga menjadi yang pertama kali mengecam Assad seputar "tindakan represif pemerintahannya terhadap demonstrasi anti pemerintah," ujar Raja Abdullah saat itu.
Foto: picture-alliance/AP/Vadim Ghirda
Tragedi Mina 2015
Bencana memayungi ibadah Haji 2015 ketika lebih dari 400 jemaah Iran meninggal dunia di terowongan Mina akibat panik massa. Iran menuding pemerintah Arab Saudi ikut bertanggungjawab. Riyadh sebaliknya menyelipkan isu bahwa tragedi itu disebabkan jemaah haji Iran yang tak mau diatur. Kisruh memuncak saat pangeran Arab Saudi, Khalid bin Abdullah, mendesak agar Riyadh melarang masuk jemaah haji Iran.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Eksekusi Mati Al-Nimr 2016
Sehari setelah pergantian tahun Arab Saudi mengeksekusi mati 46 terpidana, antara lain Syeikh Nimr al-Nimr, seorang ulama yang aktif membela hak-hak minoritas Syiah yang kerap mengalami represi dan diskriminasi di Arab Saudi. Al-Nimr didakwa terlibat dalam terorisme. Sebagai reaksi Pemimpin Spiritual Iran, Ayatollah Ali Khamenei melayangkan ancaman, bahwa Saudi akan mendapat "pembalasan tuhan."
Foto: picture alliance/dpa/Y. Arhab
Drama di Lebanon
Pada November 2017 Perdana Menteri Lebanon Saad Hariri mengumumkan pengunduran diri dari Riyadh, Arab Saudi, dan menyalahkan Iran terkait kebuntuan politik di Beirut. Langkah itu diyakini bagian dari manuver Arab Saudi untuk memprovokasi perang antara Iran dan Hizbullah dengan Israel. Saudi dan Iran berebut pengaruh di Lebanon pasca penarikan mundur pasukan Suriah 2005 silam.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/Lebanese Official Government/D. Nohra
Narasi damai di awal 2023
Menyusul mediasi Cina, pemerintah Arab Saudi sepakat memulihkan hubungan dengan Ira pada Maret 2023. Kesepakatan tersebut disusul pembukaan kembali relasi dengan Suriah dan perundingan damai dengan pemberontak Houthi di Yaman. Sebelumnya, negara-negara Teluk juga sepakat mengakhiri perpecahan dengan Katar, sekutu dekat Iran di Teluk Persia.
Foto: Iran's Foreign Ministry/WANA/REUTERS
11 foto1 | 11
Dari perdagangan energi hingga Visi 2030
Perdagangan antara kedua negara bernilai lebih dari $106 miliar pada tahun 2022, naik 30% dari tahun sebelumnya, menurut data pemerintah Saudi. Nilai tersebut sebanding dengan $55 miliar dalam perdagangan AS-Saudi.
Cina mengimpor setengah minyaknya dari Timur Tengah dan menjadi pelanggan minyak utama Arab Saudi dan Iran. Ketika Saudi berupaya mendiversifikasi ekonominya dari produksi energi melalui rencana Visi 2030, perusahaan Cina akan mendapat manfaat dari pemberian kontrak infrastruktur besar.
Sebuah perusahaan Cina juga telah membangun sistem Light Rail Transit (LRT) atau kereta api ringan di Mekkah, yang membantu ratusan ribu peziarah untuk berkeliling kota suci. Jalur kereta sepanjang 18 kilometer dengan sembilan stasiun tersebut adalah yang pertama dibangun oleh perusahaan Cina di Timur Tengah.
Di antara kesepakatan lain yang sedang dikerjakan, sebuah perusahaan konstruksi Cina memenangkan kontrak untuk membangun terowongan kereta api berkecepatan tinggi sepanjang 28 kilometer di Neom, sebuah megacity futuristik yang sedang dibangun di Laut Merah.
Iklan
Detente Iran dan Saudi jadi titik balik
Pada Maret lalu, Cina menunjukkan pengaruhnya yang semakin besar di Timur Tengah ketika menjadi perantara normalisasi hubungan antara Saudi dan Iran, tujuh tahun setelah keduanya memutuskan hubungan.
Berakhirnya permusuhan juga mengarah pada pemulihan hubungan antara Saudi dan Suriah, yang dikritik Amerika.
Yang lebih "mempermalukan" AS, pemimpin Palestina Mahmoud Abbas saat ini berada di Beijing setelah Cina menyatakan kesiapannya untuk membantu memfasilitasi pembicaraan perdamaian yang telah lama terhenti antara Israel dan Palestina.
Sementara hubungan AS dan Saudi memburuk sejak pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi pada 2018. Kondisinya menjadi lebih buruk setelah Presiden AS Joe Biden menjabat pada awal 2021 dan merilis penilaian intelijen AS bahwa putra mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MbS) menyetujui pembunuhan Khashoggi, yang kemudian dibantahnya.