Senyawa kimia yang ditemukan pada lendir sejenis kodok, terbukti mampu membunuh beberapa strain virus influenza yang kebal obat konvensional. Temuan bisa mengarah pada pengembangan obat anti virus yang ampuh.
Iklan
Kodok dan Katak: Amfibi Yang Terancam
Kodok dan Katak serta hewan amfibi lain selalu berada di bawah ancaman kerusakan habitat, penggunaan pestisida besar-besaran, perubahan iklim dan sejenis jamur yang merusak kulit mereka.
Foto: picture-alliance / dpa
Dulu Banyak, Sekarang Terancam
Katak bermata merah yang tinggal di sungai, Duellmanohyla uranochroa, menjadi simbol amfibi yang terancam. Katak yang aktif di malam hari ini dulu banyak ditemukan di Costa Rica dan Panama. Sekarang jumlahnya makin berkurang karena hilangnya habitat dan penyakit akibat jamur.
Foto: Andreas Hertz
Mengapa Semakin Berkurang?
Chytridiomycota adalah pembunuh amfibi paling berbahaya sedunia. Jamur itu merusak kulit katak, yang juga berfungsi sebagai organ pernapasan. Jamur itu meluas dan mematikan banyak spesies, termasuk katak jenis Atelopus ini.
Foto: Andreas Hertz
Melayang ke Masa Depan Yang Tak Jelas
Kodok terbang seperti ini di Panama, terkenal akibat loncatan jarak jauhnya di cabang-cabang pohon hutan tropis. Tetapi haenbitat mereka terancam pembalakan hutan. Bersama deforestasi dan kekeringan, pembalakan hutan mgancam amfibi di dunia. Perubahan iklim dan penggunaan pestisida yang berlebihan juga mengancam banyak spesies.
Foto: Andreas Hertz
Kodok Pemberi Petunjuk
Amfibi dianggap bisa jadi indikasi bagus akan sehat atau tidaknya Bumi. Karena mereka menyerap zat-zat dari air dan udara. Sehingga mereka lebih sensitif daripada binatang lain. Jadi mereka juga disebut "burung kenari di tambang." Artinya, mereka bisa memberikan peringatan dini akan kerusakan lingkungan.
Foto: picture-alliance / dpa
Manusia Perlu Kodok dan Katak
Kodok, katak, berbagai jenis salamander dan amfibi jenis sesilia, memegang peranan penting dalam rantai makanan. Mereka memakan serangga, kemudian dimakan ular, burung, bahkan manusia. Lewat riset medis, banyak amfibi diketahui memproduksi zat kimia yang berguna bagi manusia. Katak yang tampak pada gambar memproduksi racun yang dibubuhkan pada panah oleh penduduk asli.
Foto: picture-alliance/dpa
Spesies Baru
Ketika banyak populasi amfibi terancam atau bahkan punah, banyak spesies baru ditemukan. Tahun lalu, katak berwarna kuning, yang bisa menyebabkan jari berwarna kuning jika menyentuhnya, ditemukan di pegunungan Panama barat oleh pakar biologi Andreas Hertz. Nama ilmiah katak itu: Diasporus Citrinobapheus.
Foto: picture-alliance/dpa
Bahtera Amfibi
Ilmuwan yang mengkhususkan diri pada amfibi dan reptil disebut pakar herpetologi. Andreas Hertz adalah pakar herpetologi yang memiliki misi mendokumentasikan amfibi langka di Amerika Latin. Sejak 2007, dikembangkan sebuah proyek penyelamatan global bernama "Bahtera Amfibi".
Foto: Sebastian Lotzkat
Ditemukan Kembali di Israel
Jenis kodok dari rawa Hula di Israel diduga punah enam dasawarsa terakhir, sampai seekor di antaranya ditemukan melompat di jalanan di Israel utara tahun 2011. Sejak itu, ditemukan lebih banyak lagi. Diperkirakan hingga 200 hidup di lembah Hula. Sebagai organisme yang mempertahankan ciri-cirinya selama jutaan tahun, kodok ini dianggap "fosil hidup."
Foto: cc-by-sa-3.0/Mickey Samuni-Blank
Beragam dan Memukau
Walaupun jadi sasaran perdagangan ilegal, kodok berwarna merah ini tetap termasuk kategori "least concern" (tidak terlalu mengkhawatirkan) pada daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature). Kodok ini hanya berukuran 2,5 cm dan ditemukan di Costa Rica, Nicaragua, Panama dan Puerto Rico. Racun kodok ini tidak terlalu berbahaya dibanding dari kodok lainnya.
Foto: by-sa/Splette
Amfibi tanpa Paru-Paru
Kodok berkepala pipih yang bernama ilmiah "Barbourula Kalimantanensis" adalah salah satu jenis kodok dan salamander yang tidak punya paru-paru. Jenis kodok yang terancam punah itu bernapas sepenuhnya lewat kulit. Mereka hidup di sungai-sungai deras di Kalimantan, dan terancam polusi serta racun akibat penambangan emas ilegal.
Foto: picture-alliance / dpa
10 foto1 | 10
Para ilmuwan belum lama ini menemukan senjata ampuh untuk memerangi virus influenza yang diam-diam tiap tahunnya membunuh ratusan ribu orang. Molkekul aktif bernama "urumin” pada sejenis kodok dari India dengan nama latin Hydrophylax bahuvistaramampu membunuh beberap strain virus flu. Demikian dilaporkan jurnal ilmiah "Immunity”.
Kodok dan Katak: Amfibi Yang Terancam
Kodok dan Katak serta hewan amfibi lain selalu berada di bawah ancaman kerusakan habitat, penggunaan pestisida besar-besaran, perubahan iklim dan sejenis jamur yang merusak kulit mereka.
Foto: picture-alliance / dpa
Dulu Banyak, Sekarang Terancam
Katak bermata merah yang tinggal di sungai, Duellmanohyla uranochroa, menjadi simbol amfibi yang terancam. Katak yang aktif di malam hari ini dulu banyak ditemukan di Costa Rica dan Panama. Sekarang jumlahnya makin berkurang karena hilangnya habitat dan penyakit akibat jamur.
Foto: Andreas Hertz
Mengapa Semakin Berkurang?
Chytridiomycota adalah pembunuh amfibi paling berbahaya sedunia. Jamur itu merusak kulit katak, yang juga berfungsi sebagai organ pernapasan. Jamur itu meluas dan mematikan banyak spesies, termasuk katak jenis Atelopus ini.
Foto: Andreas Hertz
Melayang ke Masa Depan Yang Tak Jelas
Kodok terbang seperti ini di Panama, terkenal akibat loncatan jarak jauhnya di cabang-cabang pohon hutan tropis. Tetapi haenbitat mereka terancam pembalakan hutan. Bersama deforestasi dan kekeringan, pembalakan hutan mgancam amfibi di dunia. Perubahan iklim dan penggunaan pestisida yang berlebihan juga mengancam banyak spesies.
Foto: Andreas Hertz
Kodok Pemberi Petunjuk
Amfibi dianggap bisa jadi indikasi bagus akan sehat atau tidaknya Bumi. Karena mereka menyerap zat-zat dari air dan udara. Sehingga mereka lebih sensitif daripada binatang lain. Jadi mereka juga disebut "burung kenari di tambang." Artinya, mereka bisa memberikan peringatan dini akan kerusakan lingkungan.
Foto: picture-alliance / dpa
Manusia Perlu Kodok dan Katak
Kodok, katak, berbagai jenis salamander dan amfibi jenis sesilia, memegang peranan penting dalam rantai makanan. Mereka memakan serangga, kemudian dimakan ular, burung, bahkan manusia. Lewat riset medis, banyak amfibi diketahui memproduksi zat kimia yang berguna bagi manusia. Katak yang tampak pada gambar memproduksi racun yang dibubuhkan pada panah oleh penduduk asli.
Foto: picture-alliance/dpa
Spesies Baru
Ketika banyak populasi amfibi terancam atau bahkan punah, banyak spesies baru ditemukan. Tahun lalu, katak berwarna kuning, yang bisa menyebabkan jari berwarna kuning jika menyentuhnya, ditemukan di pegunungan Panama barat oleh pakar biologi Andreas Hertz. Nama ilmiah katak itu: Diasporus Citrinobapheus.
Foto: picture-alliance/dpa
Bahtera Amfibi
Ilmuwan yang mengkhususkan diri pada amfibi dan reptil disebut pakar herpetologi. Andreas Hertz adalah pakar herpetologi yang memiliki misi mendokumentasikan amfibi langka di Amerika Latin. Sejak 2007, dikembangkan sebuah proyek penyelamatan global bernama "Bahtera Amfibi".
Foto: Sebastian Lotzkat
Ditemukan Kembali di Israel
Jenis kodok dari rawa Hula di Israel diduga punah enam dasawarsa terakhir, sampai seekor di antaranya ditemukan melompat di jalanan di Israel utara tahun 2011. Sejak itu, ditemukan lebih banyak lagi. Diperkirakan hingga 200 hidup di lembah Hula. Sebagai organisme yang mempertahankan ciri-cirinya selama jutaan tahun, kodok ini dianggap "fosil hidup."
Foto: cc-by-sa-3.0/Mickey Samuni-Blank
Beragam dan Memukau
Walaupun jadi sasaran perdagangan ilegal, kodok berwarna merah ini tetap termasuk kategori "least concern" (tidak terlalu mengkhawatirkan) pada daftar IUCN (International Union for Conservation of Nature). Kodok ini hanya berukuran 2,5 cm dan ditemukan di Costa Rica, Nicaragua, Panama dan Puerto Rico. Racun kodok ini tidak terlalu berbahaya dibanding dari kodok lainnya.
Foto: by-sa/Splette
Amfibi tanpa Paru-Paru
Kodok berkepala pipih yang bernama ilmiah "Barbourula Kalimantanensis" adalah salah satu jenis kodok dan salamander yang tidak punya paru-paru. Jenis kodok yang terancam punah itu bernapas sepenuhnya lewat kulit. Mereka hidup di sungai-sungai deras di Kalimantan, dan terancam polusi serta racun akibat penambangan emas ilegal.
Foto: picture-alliance / dpa
10 foto1 | 10
Para ilmuwan yang membuat sintesa bahan kimianya, membuktikan unsur aktif dari kodok ini ini antara lain ampuh memerangi virus flu babi H1N1yang memicu pandemi mematikan saat perang dunia pertama. Beberapa jenis virus turunan flu babi ini, diketahui kebal obat anti retro-viral konvensional.
Terkait temuan itu, para peneliti juga mengimbau agar perlindungan keragaman hayati, terus digalakkan. Pasalnya lebih dari 41 persen jenis amfibi tergolong terancam kemusnahan. Dari persentase itu, termasuk di dalamnya 466 spesies katak dan kodok yang tergolong kritis. Penyebab kemusnahan beberapa spesies kodok adalah campuran beragam faktor, termasuk rusaknya habitat, dampak pemanasan global serta serangan beragam penyakit.
Photo Ark: Dokumentasi Biodiversitas Sebelum Musnah
Perubahan iklim pacu laju pemusnahan biodiversitas. Fotografer Joel Sartore susun Photo Ark, sebuah dokumentasi 6.200 spesies terancam atau langka, sebelum hewan ini musnah dari muka Bumi.
Foto: Joel Sartore/National Geographic Photo Ark
Katak Pohon Terakhir
Toughie adalah sejenis spesies katak pohon terakhir yang sempat dipotret oleh Joel Sartore sebelum dinyatakan musnah beberapa hari silam. Contoh spesies terakhir ini sebelumnya dikoleksi di Atlanta Botanical Garden. Untuk proyek Photo Ark, fotografer National Geographic itu memotret lebih 6.200 spesies hewan terancam musnah dalam kurun waktu 11 tahun.
Foto: Joel Sartore/National Geographic Photo Ark
Amfibi Indikator Lingkungan
Katak harlequin atau badut ini adalah spesies khas yang ada di pegunungan Panama dan terancam musnah. Amphibi terutama katak dan kodok, jadi fokus perhatian fotografer Joel Sartore, karena hewan ini bisa dijadikan indikator perubahan lingkungan. Amfibi menuntut suhu, kelembaban, curah hujan yang tepat untuk berkembang biak. Pemanasan global terbukti jadi ancaman serius bagi eksistensi hewan ini.
Foto: JOEL SARTORE, NATIONAL GEOGRAPHIC PHOTO ARK/National Geographic Creative
Primata Bersaing Habitat
Primata di muka Bumi bersaing ketat berebut habitat untuk hidup. Simpanse akan jadi spesies yang kalah dalam perebutan ekosistem dengan manusia. Pembalakan hutan besar-besaran dan perburuan ilegal, akan memusnahkan spesies kera besar ini. Penangkaran di kebun binatang, hanya menyisakan jenis hewan yang tergantung pada manusia.
Foto: Joel Sartore/National Geographic Photo Ark
Berpacu Dengan Waktu
Proyek Photo Ark harus berpacu dengan waktu. Dalam 15 tahun ke depan, lebih 6.000 spesies harus didokumentasikan sebelum hewan ini musnah. Fotografer National Geogrphic ini sudah mengunjungi 200 kebun binatang di seluruh dunia untuk proyeknya.Sartore harus berpacu dengan waktu, mengingat usianya saat ini dan laju pemusnahan biodiversitas yang makin cepat.
Foto: Joel Sartore/National Geographic Photo Ark
Proyek Fotografi Sulit
Pemotretan spesies butuh keahlian dan kesabaran. Perlu waktu riset, kerjasama dengan kebun binatang, pemilihan hewan terancam atau langka dan menyiapkan peralatannya. Untuk pemotretan beberapa menit, sering diperlukan persiapan berbulan-bulan. Foto: Joel Sartore, National Geographic Magazine, Photo Ark (as/ml)
Foto: Joel Sartore/National Geographic Photo Ark
5 foto1 | 5
Kodok kebal virus
Para ilmuwan sejak lama meneliti fenomena kekebalan kodok terhadap virus. Binatang amfibi itu memang sering diserang bakteri atau jamur, tapi tidak pernah diserang virus. Para peneliti memperkirakan ada ikatan peptida tertentu yang bersifat anti virus.
Penulis riset Joshy Jacob dari Emory University School of Medicine mengatakan:”Pada awalnya saya hanya memperkirakan, akan bekerja keras memilah kandidat unsur aktif bahan obatnya, sebelum menemukan satu atau dua unsure yang ampuh. Sekarang kami hanya meneliti 32 ikatan peptida, empat diantaranya sudah terbukti ampuh.”
Walau begitu, unsur aktif "urumin” alami yang namanya diambil dari pedang tradisional India yang berbentuk sabit, memiliki kelemahan. Yakni molekulnya tidak bisa tahan lama berada dalam tubuh manusia. Para peneliti kini sedang mencari cara untuk membuat unsur berkhasiat itu cukup stabil dan bertahan lama untuk memerangi virus dalam tubuh manusia.
Para ilmuwan berharap dari unsur aktif itu bisa dibuat obat anti virus untuk memberantas beragam penyakit Virus. Selain untukmeredam serangan virus HIV, juga bisa dikembangkan obat untuk demam berdarah Dengue serta Zika. Penyakit virus ini jadi masalah serius di sejumlah negara tropis, termasuk Indonesia.
Temuan Baru Biodiversitas 2016
Bumi masih belum diteliti seluruhnya. Masih banyak kekayaan biodiversitas yang tersembunyi. Kabar baik bagi keragaman hayati dengan ditemukannya spesies baru di tahun 2016. Berikut beberapa diantaranya:
Foto: picture-alliance/dpa/S.D. Biju
Kepiting Warna-Warni dari India
Ilmuwan menemukan lima spesies baru kepiting air tawar di Westghat, India. Pegunungan di India ini merupakan salah satu sumber keragaman hayati terkaya di dunia. Salah satunya kepiting warna warni unik yang diberi nama latin Gubernatoriana thackerayi sesuai dengan nama ilmuwan penemunya.
Foto: Magnolia Press/Shailesh Bhotale
Gurita Hantu Casper
Beberapa spesies gurita atau cumi dari keluarga Cephalopoda diketahui bisa mengubah warna kulit sebagai upaya penyamaran. Tapi gurita yang ditemukan di perairan Hawaii ini sebaliknya, tidak punya pigmen warna, hingga mirip sosok komik hantu Casper. Temuannya menyebar cepat lewat sosmed dan sosok gurita ini langsung dikenal di seluruh dunia.
Foto: NOAA
Bunga Bangkai Kerdil
Kita mengenal bunga Rafflesia atau bunga bangkai selalu berukuran raksasa dengan diameter di atas satu meter. Tapi jenis baru yang ditemukan di pulau Luzon, Filipina, bulan Februari 2016 berukuran paling kecil. Rafflesia consueloae, begitu nama bunga bangkai ini, diameternya hanya 13 sentimeter.
Foto: Edwino S. Fernando
Ular Bercahaya dari India
India menjadi “hotspot“ atau sumber paling banyak temuan spesies baru di abad ke 21 ini. Sebuah tim gabungan ilmuwan Inggris dan India menemukan spesies ular tidak berbisa yang seolah memancarkan cahaya. Temuan ular yang yang diberi nama latin ini merupakan temuan pertama spesies jenis tersebut sejak 144 tahun terakhir.
Foto: Varad B. Giri
Ikan Piranha Vegetaris
Ikan piranha selalu digambarkan sebagai ikan buas, yang melahap mangsanya, hewan atau manusia dalam bilangan menit, hingga hanya tersisa kerangka. Tapi ikan piranha spesies baru yang ditemukan di kawasan Amazona di barat Brasil ini hanya makan tumbuhan alias vegetaris. Ikan Piranha ini diberi nama latin Myloplus zorroi mengambil nama dari kisah film Zorro.
Foto: CC-BY-Douglas Bastos
Tarantula Penyanyi Country
Tarantula atau laba-laba berbulu hitam ini, salah satu dari 14 spesies baru laba-laba tarantula yang ditemukan ilmuwan Amerika Serikat di tahun 2016 ini. Diberi nama Johny Cash, penyanyi country terkenal Amerika, karena spesies baru ini pertama ditemukan di dekat penjara Folsom di California, di mana penyanyi country itu merekam hitnya “Folsom Prison Blues“.
Foto: CC-BY-Chris A. Hamilton
Katak Pohon India
Puluhan spesies baru katak ditemukan di tahun 2016. Yang paling menonjol adalah temuan katak pohon di India yang diberi nama Frankixalus jerdonii. Genus katak pohon ini diyakini sudah punah 137 tahun silam, tapi sebuah tim riset India menemukannya lagi di timur laut India. Katak pohon ini menetas dalam lubang di atas pohon, dan induknya memberi makan kecebong dengan telur yang tidak dibuahi.