Amnesty International dalam laporan tahunannya menegaskan rekor situasi terburuk sejak 7 dekade terakhir. Berikut wawancara DW dengan Steve Crawshaw dari AI
Iklan
Organisasi pembela hak asasi manusia Amnesty International dalam laporan tahunannya menegaskan rekor situasi terburuk sejak 7 dekade terakhir. Tahun 2014 menjadi titik nadir dalam penuntasan konflik bersenjata yang marak di 35 negara, yang memaksa lebih 50 juta rakyat sipil mengungsi dari kampung halamannya.
DW:Apakah laporan tahun ini memilik perbedaan tajam dengan laporan tahun sebelumnya?
Steve Crawshaw: Setiap tahun kami mendokumentasikan pelanggaran berat hak asasi manusia, tapi pada tahun 2014 ini kami mencatat sebagai tahun paling mengerikan. Terjadi konflik yang berkobar secara bersamaan, di Nigeria, Suriah, Jalur Gaza hingga Ukraina. Kami melihat aksi kekejaman yang dilakukan baik oleh aparat negara maupun milisi bersenjata. Hal ini sangat mencemaskan. pelanggaran hak asasi manusia bukannya turun melainkan makin naik.
DW: Milisi bersenjata seperti Boko Haram, Taliban atau "Islamic State" melakukan pelenggaran berat hak asasi manusia. Apakah kelompok bersenjata semacam ini menjadi ancaman yang makin gawat?
Steve Crawshaw: Kami sejak bertahun-tahun mencatat makin meningkatnya masalah berkaitan dengan kelompok bersenjata semacam itu. Tapi, dewasa ini terlihat pola penyebaran yang sangat mengkhawatirkan yang terjadi bukan hanya di satu kawasan. Paralel dengan itu, kami juga mencatat perilaku salah dari pemerintahan. Di saat kejahatan Boko Haram di Nigeria menjadi tema bahasan panas, di sisi lainnya kejahatan oleh militer Nigeria yang juga memenggal kepala orang, sama sekali tidak disinggung. Masalah terkait kelompok bersenjata yang sinting dan tidak kenal hukum di banyak kawasan, sekarang makin gawat dibanding masa sebelumnya.
DW: Kelompok semacam ini makin marak di negara-negara gagal atau tidak stabil. Apakah negara semacam ini juga semakin jadi masalah?
Steve Crawshaw: Masalahnya saat ini adalah, negara-negara gagal itu lepas kendali. Situasi di Irak, Suriah atau seluruh kawasan dengan memandang ke masa depan, sangat mengkhawatirkan. Jika dihadapkan pada masalah baru, masyarakat internasional seringkali beranggapan, masalahnya terlalu rumit untuk dipecahkan. Akan tetapi, dalam kenyataannya, masalah menjadi sangat rumit, jika kita terlambat meresponnya. Jika Dewan Keamanan PBB bereaksi secara bijak terhadap maraknya aksi kekerasan terhadap demonstrasi damai sebelum pecahnya perang di Suriah, mungkin situasinya saat ini akan berbeda.
DW: Apakah barat setelah pengalaman pahit dengan diktatur Arab menganggap masalahnya kini tidak terlalu parah?
Steve Crawshaw: Menurut saya, pemerintah kini lebih selektif melontarkan kritiknya. Ada sikap berhati-hati dari pemerintah negara barat mengritik Arab Saudi menimbang alasan politik geostrategisnya. Apa yang benar-benar dibutuhkan Arab Saudi adalah ditaatinya hak-hak dasar, karena itu pemerintah harus angkat suara. Dalam kasus Suriah, Cina dan Rusia memveto resolusi DK PBB. Atau dalam konflik Gaza, Amerika Serikat berulangkali memveto resolusi terhadap Israel. Karena itu, Amnesty International dalam laporan tahunannya mengajukan tuntutan utama, agar 5 anggota tetap Dewan Keamanan tidak menggunakan hak vetonya, jika menyangkut aksi kekerasan massal atau pelanggaran berat hak asasi manusia. Jika kejahatan mengerikan terjadi, mereka tidak bisa begitu saja mengalihkan perhatian. Tapi itulah yang sangat sering terjadi di Dewan Keamanan PBB di tahun-tahun silam.
HAM dan Realita Pahit Kemanusiaan
Pernyataan Umum Hak Azasi Manusia yang dideklarasikan oleh PBB berlaku buat semua negara anggota. Namun jalan panjang dan berliku masih terbentang hingga perlindungan HAM berhasil diterapkan di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
Hak atas Kebebasan Berpendapat (18,19,20)
"Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama"(18). "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat" (19). "Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat secara damai." (20). Di seluruh dunia lebih dari 350 wartawan dan aktivis online dipenjara, tulis organisasi Reporter Tanpa Batas.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak atas hidup dan kebebasan (Pasal 3,4,5)
"Setiap orang berhak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan individu." (3) "Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan." (4) "Tak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya." (5). Bagi bocah India yang dipaksa bekerja sebagai buruh ini, deklarasi HAM cuma mimpi di siang bolong.
Foto: picture-alliance/dpa
Persamaan Hak untuk Semua (Pasal 1)
"Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama." Kutipan ini diresmikan di dalam sidang umum PBB pada 10 Desember 1948 di Paris dan dikenal dengan sebutan Pernyataan umum HAM. Namun realita berkata lain. Terlihat bocah yang terpaksa menjadi buruh tambang emas di Kongo.
Foto: picture alliance/AFP Creative/Healing
Hak Sipil (Pasal 2)
Semua hak dan kebebasan berlaku buat semua manusia, terlepas dari "ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat yang berlainan, asal usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain." Sayangnya pernyataan ini terbentur realita internasional. Seperti yang harus dialami minoritas Rohingya di Myanmar.
Foto: Reuters
Setara di Hadapan Hukum (Pasal 6-12)
Semua orang setara di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum (6,8,10,12). Ia tidak bersalah selama kejahatannya belum dibuktikan (11). Dan tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang (9). Penjara Guantanamo di Kuba adalah contoh teranyar bagaimana negara-negara PBB secara sistematis melanggar pernyataan umum HAM.
Foto: Getty Images
Tidak Seorangpun Ilegal (13, 14, 15)
"Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara." Setiap orang berhak meninggalkan sebuah negara (13). "Setiap orang berhak mencari dan menikmati suaka di negeri lain untuk melindungi diri dari pengejaran." (14). Setiap orang berhak atas satu kewarganegaraan (15). Kenyataannya kini negara-negara makmur membetoni perbatasan untuk mencegah pengungsi.
Foto: customs.gov.au
Kebebasan Memilih Pasangan (Pasal 16)
Perempuan dan laki laki memiliki hak sama di dalam hubungan suami isteri. Sebuah pernikahan "hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai." Lebih dari 700 juta perempuan di seluruh dunia hidup dalam perkawinan paksa, menurut UNICEF. Salah satu contohnya adalah Tehani (ki.) dan Ghada (ka.) yang dinikahkan paksa di Yaman ketika berusia 8 tahun.
Foto: Stephanie Sinclair, VII Photo Agency for National Geographic magazine/AP/dapd
Hak atas Kepemilikan (Pasal 17)
"Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Tak seorang pun boleh dirampas hartanya dengan semena-mena." Namun jutaan orang terusir dari tanah sendiri untuk memberi ruang bagi pembangunan kota dan infrastruktur, seperti yang banyak terjadi di Cina atau Brasil.
Foto: REUTERS
Hak Memilih (Pasal 21, 22)
"Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas." (21). Setiap manusia juga dikarunai dengan "hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya." (22). Kebebasan semacam itu sayangnya tidak dikenal oleh penduduk Korea Utara.
Foto: Kim Jae-Hwan/AFP/Getty Images
Hak atas Pekerjaan Layak (Pasal 23 & 24)
"Setiap orang berhak atas pekerjaan". "Setiap orang berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama". "Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik " dan bergabung dengan serikat pekerja (23). "Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan" (24). Saat ini lebih dari 200 juta orang tidak memiliki pekerjaan, tulis Organisasi Buruh PBB, ILO.
Foto: DW
Hidup yang Bermartabat (Pasal 25)
"Setiap orang berhak atas taraf hidup yang menjamin kesehatan dan kesejahteraan untuk dirinya dan keluarganya, termasuk pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial". "Ibu dan anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa." Lebih dari dua miliar manusia di dunia menderita kekurangan gizi, sementara 800 juta orang mengalami kelaparan.
Foto: Roberto Schmidt/AFP/Getty Images
Hak atas Pendidikan (Pasal 26)
"Setiap orang berhak mendapat pendidikan". Pendidikan dasar harus diwajibkan dan tidak dipungut biaya. "Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkokoh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi." Lebih dari 780 juta manusia di seluruh dunia tidak bisa baca tulis, kata UNESCO.
Foto: picture-alliance/dpa
Hak Berkarya dan Berbagi (Pasal 27)
"Setiap orang berhak ikut serta secara bebas dalam kehidupan kebudayaan masyarakat, mengecap kenikmatan kesenian dan berbagi dalam kemajuan ilmu pengetahuan". Deklarasi HAM PBB juga melindungi "hak cipta atas karya ilmiah, kesusasteraan dan seni." Konsep hak cipta kini menjadi samar berkat media distribusi internet.
Foto: AP
Hak yang Tidak Tersentuh (28,29,30)
"Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya"."Tidak satu pun negara, kelompok ataupun seseorang, berhak melakukan perbuatan yang merusak hak-hak dan kebebasan perorangan" (30). Sementara itu puluhan ribu kaum Yazidi terusir dari tanah sendiri di Irak.
Foto: picture-alliance/abaca/Depo Photos
14 foto1 | 14
DW:Apakah ada ramalan bagi laporan tahun 2015 ?
Steve Crawshaw: Dengan jelas masih terlihat ancaman bahwa situasinya akan makin memburuk. Kita melihat bahwa kelompok-kelompok bersenjata kini makin kuat. Kami juga melihat ancaman bagi kebebasan berekspresi dan hak asasi lainnya. Krisis pengungsi juga kelihatannya akan makin parah. Sering terjadi refleks untuk berpaling dari masalah, karena problemnya sangat besar. Tapi selalu terbukti, bahwa dengan begitu masalahnya tidak otomatis menghilang.
Steve Crawshaw Direktur kantor Sekretaris Jenderal Amnesty International di London.