1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Amnesty International: UU Cipta Kerja Abaikan Hak Buruh

Arti Ekawati
10 April 2021

Di tengah persiapan menjelang pameran internasional Hannover Messe 2021, Amnesty International kembali kritik Indonesia soal UU Cipta Kerja dan meminta pebisnis untuk lebih memperhatikan hak-hak buruh.

Gambar ilustrasi buruh di bidang kontruksi
Gambar ilustrasi buruh di bidang kontruksiFoto: dapd

Di tengah persiapan sebagai negara mitra pada pameran internasional Hannover Messe 2021 yang akan digelar secara digital pada 12-16 April di Jerman, Amnesty International mengkritik pemerintah Indonesia yang dinilai telah sangat membatasi hak-hak para buruh di negaranya.

Dalam siaran pers yang diterima Deutsche Welle pada Jumat (09/04) Amnesty menuliskan bahwa Undang Undang Cipta Kerja yang disahkan pada tahun 2020 sebagai "Langkah mundur yang serius dibandingkan dengan standar sosial dan ketenagakerjaan yang telah dicapai di Indonesia sebelumnya.”

Menurut Amnesty, UU Cipta Kerja ini merupakan ancaman besar bagi jaminan ketenagakerjaan mendasar seperti upah standar yang adil, kondisi kerja yang aman, dan jam kerja yang layak. Salah satu yang menjadi poin kritik organisasi nonpemerintah yang bergerak di bidang hak asasi manusia ini adalah masalah buruh anak yang masih banyak dijumpai di perkebunan kelapa sawit di Indonesia. 

"Amnesty International telah mendokumentasikan di perkebunan kelapa sawit bahwa banyak pekerja diberikan beban kerja yang sangat tinggi, yang hampir tidak dapat mereka tanggung, dan akhirnya hanya menerima upah minimum yang sudah rendah,” ujar Esther Hoffmann, pakar Indonesia pada Amnesty International Jerman, dalam siaran pers. "Untuk mencapai target, anggota keluarga lainnya juga harus bekerja, termasuk anak-anak.”

Ribuan buruh turun ke Jalan di Jakarta pada Oktober 2020 memprotes UU Cipta Kerja yang dinilai merugikan hak-hak mereka.Foto: Willy Kurniawan/Reuters

Dalam kritik tersebut, Amnesty International juga secara langsung menyinggung perusahaan asal Jerman untuk memastikan bahwa perusahaan mitra mereka di Indonesia tidak melanggar hak asasi manusia dan standar ketenagakerjaan yang fundamental. Lebih lanjut, pemerintah dan pihak usaha juga dinilai perlu lebih serius memperhatikan masalah hak asasi manusia.

Upaya sehatkan iklim bisnis

Menanggapi kritik tersebut, Duta Besar Indonesia untuk Jerman Arif Havas Oegroseno mengatakan UU tersebut tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan lapangan kerja dan melindungi hak-hak asasi manusia.

"Melindungi UKM dan koperasi. Jadi masyarakat kecil kalau ingin membuat perusahaan, company itu gampang ga dipersulit… Tidak harus melakukan pungli di sana sini. Ujungnya adalah untuk menciptakan lapangan kerja itu sendiri dan ini justru malah untuk melindungi hak-hak asasi manusia yang dijamin oleh konstitusi indonesia, dijamin oleh undang-undang ham kita, dijamin oleh ratifikasi kita terhadap hak sipil politik dan hak ekonomi, sosial, budaya,” ujar Havas kepada DW Indonesia. 

Ia menambahkan, saat ini Indonesia menghadapi masalah 17 juta pengangguran dan mungkin bertambah karena pandemi. Selain itu, banyaknya regulasi yang tumpang tindih telah menciptakan menciptakan budaya pungli dan korupsi.

Duta Besar Indonesia untuk Jerman Arif Havas Oegroseno. Foto diambil di Technische Hochschule Köln pada 2019.Foto: DW/Y. Pamuncak

"Dan ini mempersulit pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja baru. Sehingga dilakukan upaya simplifikasi dan sinkronisasi regulasi jadi tidak ada lagi saling tumpang tindih antara undang-undang dan regulasi yang lain,” lanjut Havas.

Regulasi yang tidak konsisten dan proses perizinan usaha yang berbelit-belit memang menjadi masalah yang banyak dikeluhkan oleh calon investor baik dari dalam maupun luar negeri. Bagi investor asing, masalah ini telah mendorong mereka lebih mempertimbangkan untuk berinvestasi di negara tetangga seperti Thailand, Filipina atau Vietnam.

Negara mitra Hannover Messe 2021

Setelah sempat dibatalkan karena pandemi pada tahun 2020, tahun ini Hannover Messe akan digelar secara digital pada 12-16 April, dengan Indonesia sebagai Negara Mitra. Pameran internasional tahunan terbesar di sektor teknologi industri digelar di Hannover, Jerman, ini berfokus pada isu-isu antara lain seperti otomasi industri dan IT (Industri 4.0), teknologi energi dan lingkungan, efisiensi energi, penelitian dan transfer teknologi.

Pemerintah berharap pameran ini akan bisa membawa investasi baru untuk masuk ke Indonesia. Dubes RI di Berlin mengatakan bahwa sebelum mengikuti pameran ini, Indonesia telah berhitung keuntungannya. 

"Meksiko itu selama satu minggu Hannover Messe dia dapat 700 juta dolar investasi baru, jadi kita mentargetkan itu, bukan angkanya, tapi kita ingin dapatkan investasi yang cukup sizeable dan kita juga ingin mengundang investor untuk diversifikasi dan relokasi investasi ke Indonesia," tegas Havas.

Tahun ini akan hadir 156 perusahaan peserta pameran dari Indonesia yang terdiri dari perusahaan industri skala besar, industri kecil dan menengah (IKM) dan startup, kawasan industri, asosiasi industri, Badan Usaha Milik Pemerintah (BUMN), serta kementerian dan lembaga.

Tahun ini, tema utama pameran ini adalah "Transformasi Industri". Topik-topik penting yang akan dipresentasikan selama pameran antara lain: Industri 4.0, IT security, Artificial Intelligence, dan Logistics 4.0.

ae/yp

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait