Melati dan Isabel Wijsen meraih Penghargaan Bambi berkat program mereka Bye Bye Plastic Bags. Dua anak asal Bali itu memerangi sampah plastik yang merupakan limbah yang sangat besar di pulau Dewata sejak April 2013.
Iklan
Lebih dari seribu penghargaan Bambi telah diberikan dalam tujuh dekade terakhir, tapi tidak banyak yang mengantongi kisah inspiratif seperti dua bocah Indonesia yang tahun ini mendapat penghargaan mentereng itu.
Melati Wijsen (12) dan (10), menjadi penerima penghargaan Bambi termuda berkat program mereka Bye Bye Plastic Bags. Kedua anak yang berasal dari Bali itu memerangi sampah plastik yang merupakan limbah yang sangat besar di pulau Dewata sejak April 2013. Bahkan mereka menargetkan Bali akan bebas plastik di Januari 2018. Suatu hal yang justru belum tercetus dari pemerintah setempat.
Melati dan Isabel terinspirasi setelah menerima pelajaran tentang tokoh dunia seperti Nelson Mandela, Lady Diana dan Mahatma Ghandi di sekolah. Mereka lalu berinisiatif untuk melakukan hal yang berguna untuk dunia di umur mudanya. Melalui Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Bye Bye Plastic Bags mereka mewujudkan misinya hingga diundang ke London untuk berbicara di TED Talks juga ke New York untuk menjadi pembicara di PBB saat peringatan World Oceans Day 2017.
Usaha menciptakan Bali bebas plastik
Kakak beradik ini sadar tanpa dukungan pemerintah setempat mereka tidak akan mewujudkan mimpinya. Dan untuk mendapatkan perhatian pemerintah, mereka membuat petisi guna mengumpulkan tanda tangan di Bandar Udara Internasional Ngurah Rai, Bali, seizin Bea Cukai dan Imigrasi setempat. Terkumpul lebih dari 100 ribu tanda tangan, namun hal tersebut belum bisa meyakinkan Gubernur Bali, Mangku Pastika.
Avani Cegah Bumi Jadi Planet Plastik
Indonesia tercatat sebagai penghasil sampah plastik terbesar kedua di dunia, Sebuah perusahaan peduli lingkungan di Bali tak ingin melihat Bumi Indonesia jadi rusak akibat sampah plastik. Apa yang dilakukannya?
Foto: Avani-Eco 2017
Dari darat ke lautan
80 persen sampah plastik di lautan berasal dari daratan. Tempat penampungan sampah terbuka menyebabkan sampah bisa terbawa angin. Lewat sungai, sampah kemudian sampai ke lautan. Rata-rata kantung plastik digunakan hanya 25 menit. Tetapi untuk hancur dan terurai di alam dibutuhkan hingga 500 tahun.
Foto: Avani-Eco
Gerakan 3R? Tidak cukup
Seorang pengusaha di Bali merasa muak terhadap maraknya sampah plastik yang mengotori Pulau Dewata. Kevin Kumala mencoba untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencari solusi alternatif untuk menggantikan plastik konvensional. Baginya, plastik yang bisa terurai akan melengkapi gerakan 3R: Reduce, Reuse, Recycle. Ditambah satu R lagi, Replace atau membuat pengganti.
Foto: Avani-Eco 2017
Buat produk ramah lingkungan
Lewat perusahaan Avani Eco, sang pengusaha itu kemudian memproduksi barang-barang unik: tas dari bahan dasar singkong, wadah makanan terbuat dari tebu dan sedotan dibuat dari jagung.
Foto: Avani-Eco 2017
Dasyatnya efek sedotan plastik
Bayangkan jika setiap hari, tiap warga Indonesia yang jumlahnya 250 juta orang menggunakan satu sedotan plastik dan membuangnya setelah sekali pakai. Sedotan yang mungil itu jadi masalah karena jika sampahnya terakumulasi, maka bisa mencapai 5.000 kilometer.
Foto: Avani-Eco 2017
Plastik ekologis
Produk baru diharapkan jadi solusinya, yakni: berbagai produk plastik ekologis. Bahan bakunya berasal dari sumber daya terbarukan. Karena itu dapat terurai dengan cepat menjadi kompos. Walau begitu, plastik ekologis ini juga tidak mudah sobek, bisa dibubuhi cap atau logo perusahaan, dan dapat diproses di mesin pengolah plastik konvensional.
Foto: static1.squarespace.com
Tak meninggalkan residu beracun
Pendiri perusahaaan ramah lingkungan tersebut, Kevin Kumala mengatakan materi produk-produknya dapat terurai di alam dengan relatif cepat dan tidak meninggalkan residu beracun. "Saya seorang penyelam dan peselancar. Selama ini saya banyak melihat sampah plastik ini di depan mata saya," kata Kumala menjelaskan mengapa ia memutuskan untuk masuk ke bisnis "bioplastik".
Foto: Avani-Eco 2017
Produk paling diminati
Proyeknya dimulai saat masalah sampah plastik makin merajalela di Bali dan Jawa. Berkantor pusat di Bali, dengan pabrik utamanya di pulau Jawa, produk bioplastik Avani Eco mulai dijual pada tahun 2015. Produk yang paling populer adalah tas yang terbuat dari singkong – bahan makanan yang murah dan melimpah di Indonesia - dengan kata-kata "Saya bukan plastik" yang terpampang di tas tersebut.
Foto: Avani-Eco 2017
Bisa diminum
Kevin Kumala yang merupakan lulusan biologi, mengatakan tas kantung palstik ini bahkan juga bisa diminum. Caranya, celupkan tas yang terbuat dari singkong ke dalam segelas air panas. Tas itu kemudian larut dalam air dan bisa langsung diminum. "Jadi, ini memberi harapan kepada hewan laut, mereka tidak lagi tersedak atau tertelan sesuatu yang bisa berbahaya," katanya.
Foto: Avani-Eco
Masih mahal
Produk bioplastik lainnya telah lama ada di pasar, namun United Nations Environment Programme (UNEP) tampak ragu akan industri tersebut. Dalam laporan tahun 2015, Badan PBB itu menyimpulkan bahwa produk bioplastik cenderung lebih mahal dan tidak memainkan peranan utama dalam mengurangi sampah laut. (Ed: Purwaningsih/AS/copyright gambar: Avani Eco)
Foto: Avani-Eco 2017
9 foto1 | 9
Putus asa karena tidak bisa menemui Gubernur selama satu setengah tahun duo Wijsen mengadakan mogok makan. Mereka terinspirasi setelah melakukan kunjungan ke rumah Mahatma Gandhi di India. Karena masih di bawah umur mogok makan tersebut dilakukan saat matahari terbit hingga tenggelam dan berada dalam pengawasan ahli gizi. Esoknya, dikawal oleh polisi, mereka berhasil menemui Mangku Pastika yang menandatangani nota kesepahaman untuk mewujudkan Bali tanpa kantong plastik pada Januari 2018.
Dukungan dunia
Efeknya sangat besar bagi komunitas global. Pada Januari 2016, 13 negara telah menunjukkan minatnya untuk bergabung dan menerapkan Bye Bye Plastic Bags di negara mereka masing-masing. Tiga bulan kemudian LSM tersebut melebarkan sayapnya ke Ibukota Jakarta. Serta, Bye Bye Plastic Bags berhasil melibatkan sekitar 12 ribu orang relawan untuk mengumpulkan 40 ton sampah di seluruh pantai di pulau Bali pada Februari 2017 dalam acara yang bertajuk One Island One Voice. LSM itu juga menandai toko dan warung yang sudah tidak menggunakan kantong plastik di media sosialnya.
Inspirasi yang mereka berikan pada dunia diakui pada penghargaan Bambi di Berlin 16 November lalu. "Ini luar biasa bagaimana perjuangan lima tahun kami sangat sepadan. Bagaimana kesenangan, petualangan, pengalaman yang telah kami lalui pada umur yang muda dan di garis depan menghadapi isu terbesar, yaitu polusi plastik. Penghargaan ini untuk generasi kita, generasi yang membantu menyelamatkan bumi," ucap Melati di panggung Bambi dengan penuh kepuasan.
Penghargaan Bambi adalah ajang bergengsi di Jerman. Tiap tahunnya penghargaan tersebut memilih insan-insan inspiratif bagi warga Jerman bahkan dunia. Penyelenggara, Hubert Burda Media, menyajikan penghormatan tersebut untuk individu dengan keunggulan di media dan televisi internasional.
Kategori yang digelar adalah media, seni, budaya, olah raga dan bidang lainnya. Pertama kali diadakan tahun 1948, mereka merupakan ajang penghargaan tertua di Jerman. Penghargaan ini dinamai menurut buku 'Bambi, a Life in The woods' karangan seorang penulis Austria, Felix Salten, dan pialanya pun berbentuk rusa laiknya dalam kisah.
Masalah Sampah Plastik
Rata-rata kantung plastik digunakan hanya 25 menit. Tetapi untuk hancur dan terurai di alam dibutuhkan hingga 500 tahun. Ini jadi masalah serius.
Foto: picture-alliance/dpa
Sampah dari Darat ke Laut
Bagaimana kantong plastik, botol dan pengemas lain sampai ke lautan? 80 persen sampah itu berasal dari daratan. Tempat penampungan sampah yang terbuka seperti di Inggris dan Belanda menyebabkan sampah bisa terbawa angin. Lewat sungai, sampah kemudian sampai ke laut.
Foto: Fotolia/fottoo
Ratusan Ton Sampah Plastik di Laut
Bagi banyak orang yang berlibur di tepi pantai, skenario sampah di tempat wisata ini tentu tidak asing lagi. Sesuatu menyentuh kaki, tetapi bukan ikan langka melainkan sobekan kantung plastik.
Foto: picture-alliance/dpa
Sampah Plastik di Laut Terus Bertambah
100 juta hingga 150 juta ton sampah yang ditemukan di laut adalah sampah plastik. Jumlahnya terus bertambah, sekitar 6,5 juta ton per tahunnya. Menurut keterangan program lingkungan PBB, sekitar 13.000 partikel plastik bisa ditemukan di setiap kilometer persegi areal laut.
Foto: MIKE CLARKE/AFP/Getty Images
Plastik Sulit Terurai
Ini sebagian dari sampah yang ditemukan di laut. Kebanyakan terbuat dari plastik. Masalahnya, hingga plastik terurai kembali, diperlukan waktu hingga 500 tahun.
Foto: Fotolia/sablin
Laut Menderita
Masalah paling besar ditimbulkan kantung plastik dan bola-bola plastik berukuran kecil, yang sering terdapat pada produk untuk peeling seperti sabun mandi. Karena bola-bola itu begitu kecil hingga tidak tersaring instalasi pemurnian air.
Foto: picture alliance/WILDLIFE
Kantong Plastik Jadi Kompos?
Kantong dari plastik organik pada awalnya bertujuan untuk mengurangi masalah sampah palstik. Namun, plastik organik ini ada yang mengandung lebih dari 60 persen minyak bumi dan tidak bisa diolah menjadi kompos maupun didaur ulang.
Foto: picture-alliance/ZB
"Uang Jaminan" Bagi Botol Plastik
Di Jerman, salah satu upaya mengurangi sampah plastik adalah dengan menerapkan aturan jaminan bagi botol kemasan minuman. Pembeli harus membayar sejumlah uang untuk kemasannya. Uang jaminan itu akan dikembalikan lagi oleh penjual, jika si pembeli mengembalikan botol bekasnya.