1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

091208 Athen Polizisten

9 Desember 2008

Kerusuhan melanda Athena. Pemicunya, kematian remaja 15 tahun yang ditembak polisi Sabtu (06/12), setelah bersama teman-temannya melempari beberapa polisi. Namun penyebab kerusuhan yang sungguhnya lebih dalam dari itu.

Kerusuhan di Athena, Senin (08/12).Foto: AP

Inilah kerusuhan terburuk di Yunani dalam kurun 40 tahun terakhir. Ratusan toko, bank dan kantor polisi dirusak. Mobil-mobil dibakar. Tewasnya seorang remaja 15 tahun akibat tembakan polisi meledakkan amarah terhadap pemerintah.

Anggota Parlemen Eropa berhaluan kiri Dimitris Papadimoulis melihat kesalahan ada di pihak polisi.

Papadimoulis mengatakan, "Remaja 15 tahun dibunuh dengan darah dingin dan tanpa alasan oleh orang yang berlagak seperti Rambo. Kekuatan paramiliter di kepolisian tampaknya mendapat perlindungan dari orang-orang yang bertanggungjawab di politik. Mereka hampir tidak tersentuh hukum, bahkan diiming-imingi kenaikan pangkat, dan itu berlangsung bertahun-tahun.“

Ketua Serikat Polisi Athena Jannis Makris, tidak sependapat. Ia memang menyebut insiden itu sebagai kasus menyedihkan dan pelanggaran terhadap hukum dan praktek kepolisian yang tidak dapat dimaafkan. Namun Makris juga menyalahkan rendahnya kesadaran hukum masyarakat.

Markis mengatakan, "Ada yang tidak lazim di Yunani ini. Dalam situasi darurat, kita semua ingin polisi segera muncul di depan pintu rumah kita, tapi di luar itu kita tidak peduli pada pekerjaan mereka. Kalau tetangga memarkir mobilnya sembarangan, dan menggangu kepentingan kita, langsung kita adukan ke polisi. Tapi kalau kita yang melanggar aturan, kita tidak berharap ada polisi."

Seorang polisi menerima gaji awal 683 euro, bruto. Lebih dari 9 juta rupiah. Untuk ukuran standar hidup di Eropa, angka ini termasuk rendah. Tidak heran jika motivasi para petugas muda ini juga rendah.

Tapi tetap saja, buruknya penghasilan atau rendahnya tingkat pendidikan, sama sekali bukan alasan bagi penyalahgunaan kekuasaan.

Tahun 1985, Michalis Kaltezas, remaja pria 15 tahun tewas ditembak dalam demonstrasi di Athena. Sejak itu, gerombolan anak muda terus menerus terlibat bentrokan dengan polisi, terutama di kawasan Exarcheia, dekat gedung parlemen Yunani.

Ketiadaan perspektif di kalangan generasi muda memperberat potensi masalah, kata anggota parlemen Eropa Dimitris Papadimoulis.

"Sistem pendidikan diprivatisasi dan mengalami penurunan nilai. Pengangguran meningkat. Anak muda tak punya perspektif bagi masa depan. Mereka kecewa akan situasi politik. Kawasan Exarcheia adalah alat ukur masyarakat kita. Di sana selalu muncul hal baru, tapi kalangan politisi tidak menganggapnya serius dan tidak memahaminya“, kata Papadimoulis.

Menurut perkiraan dinas statistik Uni Eropa, dewasa ini 25% rakyat Yunani hidup di bawah garis kemiskinan. Posisi bagus di pemerintahan hanya didapatkan orang-orang kepercayaan dari partai yang memerintah saat itu.

Ketiadaan perspektif bisa menjurus pada frustasi dan kekerasan yang pada gilirannya membahayakan perekonomian.

Ketua Kamar Dagang Yunani Dimitris Armenakis memperingatkan, "Kekerasan yang absurd ini harus berakhir. Negara harus bertanggungjawab atas keamanan. Kalangan usaha ingin bekerja dengan tenang. Sekarang ini tidak ada yang bisa menjamin keamanan. beberapa demonstran mengambil alih komando di jalan-jalan dan polisi menghilang begitu saja.“ (rp)